27 C
Medan
Monday, October 21, 2024
spot_img

Elpiji 12 Kg Rp1.500 per Kg

FOTO: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS ELPIJI: Seorang pekerja mengangkat tabung gas elpiji di salah satu pengecer di Jalan Brigjen Katamso Medan.
FOTO: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
ELPIJI: Seorang pekerja mengangkat tabung gas elpiji di salah satu pengecer di Jalan Brigjen Katamso Medan.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – PT Pertamina akhirnya memutuskan untuk menaikkan harga LPG kemasan 12 kilogram (kg) sebesar Rp 1.500 per kg. Keputusan tersebut dilakukan setelah mendapatkan restu dari pemerintah pada Senin lalu (8/9). Nantinya, Pertamina juga bakal menaikkan harga LPG 12 kg untuk beberapa kali lagi.

Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Hanung Budya mengatakan, kenaikan tersebut sudah dilakukan sejak kemarin (10/9) pukul 00.00 waktu setempat. Menurutnya, rencana tersebut harus direalisasikan secepatnya untuk menekan kerugian bisnis LPG 12 kg. Kerugian tersebut disebabkan harga LPG di pasar internasional yang semakin meninggi dan nilai tukar rupiah terhadap dollar yang semakin melemah.

“Dengan kenaikan ini, harga jual rata-rata LPG 12 kg nett menjadi Rp 7.569 per kg. Naik 24,74 persen dari harga nett sebelumnya Rp 6.069 per kg,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor PT Pertamina, Jakarta, kemarin (10/9)

Dia menegaskan, harga nett tersebut tersebut belum termasuk komponen biaya lain. Misalnya, biaya transport, filing fee, margin agen dan PPN. Jika ditambahkan, maka harga jual di agen menjadi Rp 9.519 per kg atau Rp 114.300 per tabung. Angka itu naik 23,12 persen dari harga jual agen sebelumnya Rp 7.731 per kg atau Rp 92.800 per tabung.

“Namun, harga jual tersebut masih jauh di bawah harga keekonomiannya. Asumsinya, rata-rata CP Aramco Juni 2014 mencapai USD 891,78 per metrik ton. Sedangkan, kurs rupiah mencapai Rp 11.453 per USD. Jika ditambah dengan komponen biaya lain, harga keekonomian LPG 12 kg saat ini seharusnya Rp 15.110 per kg atau Rp181.400 per tabung,” tegasnya.

Sebagai dampak penyesuaian harga, lanjut dia, Pertamina mengaku bisa menekan kerugian hingga Rp 452 dalam empat bulan yang tersisa. Dengan begitu, prognosa kerugian yang semula mencapai Rp 6,1 triliun kini tinggal Rp 5,7 triliun. Prognosa tersebut dengan asumsi konsumsi LPG 12 kg tahun ini mencapai mencapai 907 ribu metrik ton.

“Kerugian ini sebenarnya masih melebihi proyeksi RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Produksi) 2014 sebesar Rp 5,4 triliun. Tapi perkiraan itu dipatok dengan asumsi CP Aramco sebesar USD 833 per metric ton dan kurs senilai Rp 10.500 per USD,” ungkapnya.

Karena itu, lanjut dia, pihak perseroan juga berencana untuk menyampaikan kembali Roadmap Penyesuaian Harga Elpiji 12 kg secara berkala dalam rapat koordinasi pemerintah. Dalam rencana tersebut, Pertamina menginginkan kenaikan secara otomatis setiap 6 (enam) bulan sekali hingga harga keekonomian pada 2016.

Dalam rencana awal, roadmap tersebut seharusnya dimulai per 1 Juli 2014 dengan kenaikan sebesar Rp 1.000 per kg menjadi Rp6.944 per kg dengan harga di konsumen Rp106.800 per tabung. Setelah itu, pemerintah bakal menaikkan harga sebesar Rp 1.500 setiap enam bulan hingga Juli 2016. Hasil akhirnya diperkirakan mencapai harga keekonomian senilai Rp11.944 per kg atau Rp 180.000 per tabung di kalangan agen.

“Untuk menjamin kelancaran pasokan, kami memastikan ketersediaan suplai LPG di masyarakat baik untuk LPG 12 kg maupun LPG 3 kg. Antara lain dengan meningkatkan stok LPG. Level ketahanan hari ini adalah 16 hari atau dalam kondisi aman. Kami juga melakukan optimalisasi jakur distribusi LPG melalui SPBU dan modern outlet,” jelasnya.

Terkait potensi penyelewengan LPG 3 kg, Pertamina mengaku telah menerapkan sistem pengawasan dengan aplikasi SIMOL3K (Sistem Monitoring Penyaluran Elpiji 3kg). Hal tersebut untuk memantau alur LPG 3 kg sampai level agen. “Dalam menyonsong penyesuaian harga ini, Pertamina juga telah melakukan sosialisasi kepada stakeholder dan pengguna LPG secara berkelanjutan,” terangnya.

Lalu, bagaimana tanggapan dari pengusaha” Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Franky Sibarani menyatakan permasalahan tersebut sebenarnya cukup rumit untuk diselesaikan. Memang, PT Pertamina tak seharusnya menderita kerugian karena produk non-subsidi. Namun, tak bisa ditampik bahwa LPG 12 kg merupakan bahan bakar yang dipakai untuk industri rumahan dan menengah ke bawah.

“Produk LPG kan ada kemasan LPG 3 kg, 12 kg, dan 50 kg. LPG 12 kg ini memang idealnya digunakanuntuk industri rumah tangga dan menengah kebawah. Dan industri inilah yang sebenarnya membuat ekonomi Indonesia lebih tahan terhadap gangguan,” jelasnya.

Terkait kenaikan kali ini, dia mengungkapkan bisa diterima. Namun, dia berharap bahwa kenaikan tersebut adalah kenaikan yang terakhir. “Kali ini, yang paling penting ada kepastian ketersediaan. Kalau dampak terkait pengguna LPG 12 kg dan kenaikan harga produk pasti ada. Tinggal sekarang sejauh mana upaya pemerintah bersama Pertamina menjaga pasokan LPG 12 kg,” imbuhnya.

Dia menjelaskan, kenaikan harga LPG 12 kg terus menerus bakal membuat selisih dengan harga LPG 3 kg semakin besar. Sehingga, konsumen LPG 12 kg bakal beralih ke LPG bersubsidi tersebut. Dengan terbatasnya kuota LPg 3 kg, dia mengaku ada potensi terhadap kelangkaan LPG 3 kg juga.

“Setiap kenaikan harga memang pindah untuk sementara dan kembali lagi. Tapi, kalau jarak harganya semakin besar, pastinya konsumen bakal beralih secara permanen,” terangnya.

Karena itu, dia berharap pemerintah bisa memasukkan LPG 12 kg dalam produk bersubsidi. Terutama, produk yang dikonsumsi oleh pengusaha. Usulan tersebut dinilai bisa menjaga kegiatan ekonomi Indonesia terus berjalan. “Kalau untuk konsumen rumah tangga boleh-boleh saja. Tapi, saya harap pemerintah punya solusi untuk LPG 12 kg yang digunakan industri rumahan dan menengah ke bawah. Kalau bisa disubsidi,”jelasnya. (bil/owi/ias)

FOTO: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS ELPIJI: Seorang pekerja mengangkat tabung gas elpiji di salah satu pengecer di Jalan Brigjen Katamso Medan.
FOTO: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
ELPIJI: Seorang pekerja mengangkat tabung gas elpiji di salah satu pengecer di Jalan Brigjen Katamso Medan.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – PT Pertamina akhirnya memutuskan untuk menaikkan harga LPG kemasan 12 kilogram (kg) sebesar Rp 1.500 per kg. Keputusan tersebut dilakukan setelah mendapatkan restu dari pemerintah pada Senin lalu (8/9). Nantinya, Pertamina juga bakal menaikkan harga LPG 12 kg untuk beberapa kali lagi.

Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Hanung Budya mengatakan, kenaikan tersebut sudah dilakukan sejak kemarin (10/9) pukul 00.00 waktu setempat. Menurutnya, rencana tersebut harus direalisasikan secepatnya untuk menekan kerugian bisnis LPG 12 kg. Kerugian tersebut disebabkan harga LPG di pasar internasional yang semakin meninggi dan nilai tukar rupiah terhadap dollar yang semakin melemah.

“Dengan kenaikan ini, harga jual rata-rata LPG 12 kg nett menjadi Rp 7.569 per kg. Naik 24,74 persen dari harga nett sebelumnya Rp 6.069 per kg,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor PT Pertamina, Jakarta, kemarin (10/9)

Dia menegaskan, harga nett tersebut tersebut belum termasuk komponen biaya lain. Misalnya, biaya transport, filing fee, margin agen dan PPN. Jika ditambahkan, maka harga jual di agen menjadi Rp 9.519 per kg atau Rp 114.300 per tabung. Angka itu naik 23,12 persen dari harga jual agen sebelumnya Rp 7.731 per kg atau Rp 92.800 per tabung.

“Namun, harga jual tersebut masih jauh di bawah harga keekonomiannya. Asumsinya, rata-rata CP Aramco Juni 2014 mencapai USD 891,78 per metrik ton. Sedangkan, kurs rupiah mencapai Rp 11.453 per USD. Jika ditambah dengan komponen biaya lain, harga keekonomian LPG 12 kg saat ini seharusnya Rp 15.110 per kg atau Rp181.400 per tabung,” tegasnya.

Sebagai dampak penyesuaian harga, lanjut dia, Pertamina mengaku bisa menekan kerugian hingga Rp 452 dalam empat bulan yang tersisa. Dengan begitu, prognosa kerugian yang semula mencapai Rp 6,1 triliun kini tinggal Rp 5,7 triliun. Prognosa tersebut dengan asumsi konsumsi LPG 12 kg tahun ini mencapai mencapai 907 ribu metrik ton.

“Kerugian ini sebenarnya masih melebihi proyeksi RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Produksi) 2014 sebesar Rp 5,4 triliun. Tapi perkiraan itu dipatok dengan asumsi CP Aramco sebesar USD 833 per metric ton dan kurs senilai Rp 10.500 per USD,” ungkapnya.

Karena itu, lanjut dia, pihak perseroan juga berencana untuk menyampaikan kembali Roadmap Penyesuaian Harga Elpiji 12 kg secara berkala dalam rapat koordinasi pemerintah. Dalam rencana tersebut, Pertamina menginginkan kenaikan secara otomatis setiap 6 (enam) bulan sekali hingga harga keekonomian pada 2016.

Dalam rencana awal, roadmap tersebut seharusnya dimulai per 1 Juli 2014 dengan kenaikan sebesar Rp 1.000 per kg menjadi Rp6.944 per kg dengan harga di konsumen Rp106.800 per tabung. Setelah itu, pemerintah bakal menaikkan harga sebesar Rp 1.500 setiap enam bulan hingga Juli 2016. Hasil akhirnya diperkirakan mencapai harga keekonomian senilai Rp11.944 per kg atau Rp 180.000 per tabung di kalangan agen.

“Untuk menjamin kelancaran pasokan, kami memastikan ketersediaan suplai LPG di masyarakat baik untuk LPG 12 kg maupun LPG 3 kg. Antara lain dengan meningkatkan stok LPG. Level ketahanan hari ini adalah 16 hari atau dalam kondisi aman. Kami juga melakukan optimalisasi jakur distribusi LPG melalui SPBU dan modern outlet,” jelasnya.

Terkait potensi penyelewengan LPG 3 kg, Pertamina mengaku telah menerapkan sistem pengawasan dengan aplikasi SIMOL3K (Sistem Monitoring Penyaluran Elpiji 3kg). Hal tersebut untuk memantau alur LPG 3 kg sampai level agen. “Dalam menyonsong penyesuaian harga ini, Pertamina juga telah melakukan sosialisasi kepada stakeholder dan pengguna LPG secara berkelanjutan,” terangnya.

Lalu, bagaimana tanggapan dari pengusaha” Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Franky Sibarani menyatakan permasalahan tersebut sebenarnya cukup rumit untuk diselesaikan. Memang, PT Pertamina tak seharusnya menderita kerugian karena produk non-subsidi. Namun, tak bisa ditampik bahwa LPG 12 kg merupakan bahan bakar yang dipakai untuk industri rumahan dan menengah ke bawah.

“Produk LPG kan ada kemasan LPG 3 kg, 12 kg, dan 50 kg. LPG 12 kg ini memang idealnya digunakanuntuk industri rumah tangga dan menengah kebawah. Dan industri inilah yang sebenarnya membuat ekonomi Indonesia lebih tahan terhadap gangguan,” jelasnya.

Terkait kenaikan kali ini, dia mengungkapkan bisa diterima. Namun, dia berharap bahwa kenaikan tersebut adalah kenaikan yang terakhir. “Kali ini, yang paling penting ada kepastian ketersediaan. Kalau dampak terkait pengguna LPG 12 kg dan kenaikan harga produk pasti ada. Tinggal sekarang sejauh mana upaya pemerintah bersama Pertamina menjaga pasokan LPG 12 kg,” imbuhnya.

Dia menjelaskan, kenaikan harga LPG 12 kg terus menerus bakal membuat selisih dengan harga LPG 3 kg semakin besar. Sehingga, konsumen LPG 12 kg bakal beralih ke LPG bersubsidi tersebut. Dengan terbatasnya kuota LPg 3 kg, dia mengaku ada potensi terhadap kelangkaan LPG 3 kg juga.

“Setiap kenaikan harga memang pindah untuk sementara dan kembali lagi. Tapi, kalau jarak harganya semakin besar, pastinya konsumen bakal beralih secara permanen,” terangnya.

Karena itu, dia berharap pemerintah bisa memasukkan LPG 12 kg dalam produk bersubsidi. Terutama, produk yang dikonsumsi oleh pengusaha. Usulan tersebut dinilai bisa menjaga kegiatan ekonomi Indonesia terus berjalan. “Kalau untuk konsumen rumah tangga boleh-boleh saja. Tapi, saya harap pemerintah punya solusi untuk LPG 12 kg yang digunakan industri rumahan dan menengah ke bawah. Kalau bisa disubsidi,”jelasnya. (bil/owi/ias)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/