31.7 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Pertamina Tambah 200 Ribuan Tabung Elpiji 3 Kg

Sebelumnya, Rudi menuturkan, sebanyak 57 juta pengguna elpiji 3 kg ternyata tidak semua merupakan masyarakat miskin dan usaha mikro. Rumah tangga miskin jumlahnya hanya mencapai sekitar 26 juta, sedangkan usaha mikro 2,3 juta.

“Selama ini pengguna elpiji 3 kg dari distribusi di Sumut sebanyak 40 persen itu warga mampu. Makanya, distribusi di wilayah Sumatera Utara hingga September 2017 melebihi kuota yang ditentukan dengan jumlah 255.657 metric ton atau sekitar 85 juta tabung. Kuota yang ditetapkan yaitu 254.033 metric ton atau sekitar 84,6 juta tabung,” bebernya.

Lebih lanjut, dia menambahkan, sesuai yang diamanatkan pemerintah, kriteria rumah tangga miskin yang berhak menggunakan elpiji 3 kg antara lain berpenghasilan sekitar Rp350 ribu per bulan, tembok dan lantai rumah tidak permanen serta luas lantai yang sangat minim (kurang dari meter).

Sedangkan untuk usaha mikro, ditujukan kepada mereka yang memiliki aset tidak lebih dari Rp50 juta, omsetnya di bawah Rp300 juta per tahun, jumlah pekerja tak sampai 10 orang, usahanya tidak tetap dan akses perbankan kurang.

Menanggapi adanya kelangkaan gas dan naiknya harga di pasaran, Aktivis Pemantau Distribusi Minyak dan Gas, Rion Aritonang mengatakan, memasuki perayaan hari besar keagamaan, permintaan gas untuk kebutuhan rumah tangga pasti meningkat.

Dia menyebutkan, PT Pertamina sebenarnya sudah melakukan penambahan kuota distribusi untuk mengatasi lonjakan permintaan menjelang Natal dan Tahun Baru 2018, tentu hal ini harus diberi apresiasi. Hanya saja, kenyataan di lapangan, masyarakat kesulitan memperolehnya. Hal ini disebabkan adanya oknum yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan penimbunan atau pengoplosan gas.

“Jadi ada kesan gas yang beredar di lapangan tidak sepenuhkany beredar, dengan harga tinggi sudah pasti masyarakat tetap membeli, jadi oknum nakal yang telah menimbun akan memperoleh keuntungan besar,” ungkapnya.

Dijelaskan aktivitas yang tergabung dalam Migas Watch Sumut ini, selama ini PT Pertamina menganggap pendistribusian ke pangkalan tidak jadi tanggungjawab mereka, ini yang menjadi dilema, harusnya ini dipikirkan bersama bagaimana penyaluran gas agar tidak ada kecurangan.

Sebelumnya, Rudi menuturkan, sebanyak 57 juta pengguna elpiji 3 kg ternyata tidak semua merupakan masyarakat miskin dan usaha mikro. Rumah tangga miskin jumlahnya hanya mencapai sekitar 26 juta, sedangkan usaha mikro 2,3 juta.

“Selama ini pengguna elpiji 3 kg dari distribusi di Sumut sebanyak 40 persen itu warga mampu. Makanya, distribusi di wilayah Sumatera Utara hingga September 2017 melebihi kuota yang ditentukan dengan jumlah 255.657 metric ton atau sekitar 85 juta tabung. Kuota yang ditetapkan yaitu 254.033 metric ton atau sekitar 84,6 juta tabung,” bebernya.

Lebih lanjut, dia menambahkan, sesuai yang diamanatkan pemerintah, kriteria rumah tangga miskin yang berhak menggunakan elpiji 3 kg antara lain berpenghasilan sekitar Rp350 ribu per bulan, tembok dan lantai rumah tidak permanen serta luas lantai yang sangat minim (kurang dari meter).

Sedangkan untuk usaha mikro, ditujukan kepada mereka yang memiliki aset tidak lebih dari Rp50 juta, omsetnya di bawah Rp300 juta per tahun, jumlah pekerja tak sampai 10 orang, usahanya tidak tetap dan akses perbankan kurang.

Menanggapi adanya kelangkaan gas dan naiknya harga di pasaran, Aktivis Pemantau Distribusi Minyak dan Gas, Rion Aritonang mengatakan, memasuki perayaan hari besar keagamaan, permintaan gas untuk kebutuhan rumah tangga pasti meningkat.

Dia menyebutkan, PT Pertamina sebenarnya sudah melakukan penambahan kuota distribusi untuk mengatasi lonjakan permintaan menjelang Natal dan Tahun Baru 2018, tentu hal ini harus diberi apresiasi. Hanya saja, kenyataan di lapangan, masyarakat kesulitan memperolehnya. Hal ini disebabkan adanya oknum yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan penimbunan atau pengoplosan gas.

“Jadi ada kesan gas yang beredar di lapangan tidak sepenuhkany beredar, dengan harga tinggi sudah pasti masyarakat tetap membeli, jadi oknum nakal yang telah menimbun akan memperoleh keuntungan besar,” ungkapnya.

Dijelaskan aktivitas yang tergabung dalam Migas Watch Sumut ini, selama ini PT Pertamina menganggap pendistribusian ke pangkalan tidak jadi tanggungjawab mereka, ini yang menjadi dilema, harusnya ini dipikirkan bersama bagaimana penyaluran gas agar tidak ada kecurangan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/