SUMUTPOS.CO – Para turis China yang banyak terlihat di kota-kota besar dunia khawatir kemampuan belanja mereka menurun akibat devaluasi yuan yang mengejutkan hari Selasa (11/8).
Lebih dari 100 juta orang China melakukan perjalanan keluar negeri setiap tahun, membeli barang mewah lebih banyak dibandingkan dengan turis dari negara lain. Belanja parfum dan pakaian desainer yang harganya dua kali lipat di negara mereka adalah daya tarik utama untuk melakukan perjalanan keluar negeri.
“Saya berencana pergi ke Seoul bulan ini dengan teman-teman saya lalu ke Thailand sendirian pada bulan Oktober. Tapi saya khawatir yuan akan terdevaluasi lebih besar,” kata Xuechang Huang, seorang ibu rumahtangga berusia 48 tahun dari Guangzhou, kepada Reuters. “Jadi sepertinya saya tidak akan pergi ke Seoul untuk belanja, hanya ke Thailand untuk cuci mata.”
Huang Ruifen, seorang pemilik toko dari Guangxi juga telah mengambil keputusan untuk perjalanan belanjanya ke Hong Kong. “Saya akan berhenti membeli barang-barang mewah sampai nilai yuan naik lagi,” ujarnya.
China mendevaluasi mata uangnya hingga 2 persen setelah kinerja ekonomi yang buruk, gerakan yang menurut para ekonom bisa memicu penurunan jangka panjang nilai tukar mata uang tersebut.
Langkah ini adalah langkah terbesar yang diambil sejak devaluasi besar-besaran pada tahun 1994, dan tampaknya dibuat untuk membalikkan kebijakan yuan yang kuat sebelumnya.
Para investor memperkirakan perusahaan-perusahaan seperti perusahaan induk Louis Vuitton, LVMH, pemilik Gucci, Kering dan L’Oreal bisa terkena dampaknya. Saham-saham perusahaan ini termasuk yang turun paling banyak pada pasar saham Paris, turun antara 1,5 dan 4 persen. Mereka menolak mengeluarkan komentar tentang hal ini.
SUMUTPOS.CO – Para turis China yang banyak terlihat di kota-kota besar dunia khawatir kemampuan belanja mereka menurun akibat devaluasi yuan yang mengejutkan hari Selasa (11/8).
Lebih dari 100 juta orang China melakukan perjalanan keluar negeri setiap tahun, membeli barang mewah lebih banyak dibandingkan dengan turis dari negara lain. Belanja parfum dan pakaian desainer yang harganya dua kali lipat di negara mereka adalah daya tarik utama untuk melakukan perjalanan keluar negeri.
“Saya berencana pergi ke Seoul bulan ini dengan teman-teman saya lalu ke Thailand sendirian pada bulan Oktober. Tapi saya khawatir yuan akan terdevaluasi lebih besar,” kata Xuechang Huang, seorang ibu rumahtangga berusia 48 tahun dari Guangzhou, kepada Reuters. “Jadi sepertinya saya tidak akan pergi ke Seoul untuk belanja, hanya ke Thailand untuk cuci mata.”
Huang Ruifen, seorang pemilik toko dari Guangxi juga telah mengambil keputusan untuk perjalanan belanjanya ke Hong Kong. “Saya akan berhenti membeli barang-barang mewah sampai nilai yuan naik lagi,” ujarnya.
China mendevaluasi mata uangnya hingga 2 persen setelah kinerja ekonomi yang buruk, gerakan yang menurut para ekonom bisa memicu penurunan jangka panjang nilai tukar mata uang tersebut.
Langkah ini adalah langkah terbesar yang diambil sejak devaluasi besar-besaran pada tahun 1994, dan tampaknya dibuat untuk membalikkan kebijakan yuan yang kuat sebelumnya.
Para investor memperkirakan perusahaan-perusahaan seperti perusahaan induk Louis Vuitton, LVMH, pemilik Gucci, Kering dan L’Oreal bisa terkena dampaknya. Saham-saham perusahaan ini termasuk yang turun paling banyak pada pasar saham Paris, turun antara 1,5 dan 4 persen. Mereka menolak mengeluarkan komentar tentang hal ini.