25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

September, Gelombang PHK Selimuti Sumut

PHK bayangi buruh.
PHK bayangi buruh.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Nilai mata uang dolar yang terus menguat ternyata berdampak buruk pada perekonomian di Sumut terutama di Medan. Diperkirakan pada September dan Oktober mendatang gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan terjadi di Sumut. Setidaknya, 2 ribu karyawan akan dirumahkan karena pengusaha angkat tangan menghadapi krisis ekonomi saat ini.

Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin mengatakan ada seribuan pabrik yang ada di Sumatera Utara, dari jumlah tersebut umumnya adalah pabrik yang menggunakan bahan baku impor. Dengan nilai tukar dolar yang terlalu tinggi dan daya beli masyarakat yang menurun jelas akan berdampak pada kelangsungan hidup sebuah perusahaan.

“Mayoritas industri yang bergerak di Sumut adalah industri pengolahan, yang hidup dengan menggunakan bahan baku impor berkisar 60 hingga 70 persen. Dengan kurs saat ini, jelas ini sangat berdampak,” ujarnya, kemarin.

Dijelaskannya, umumnya para pengusaha akan belanja bahan baku sekitar 3 hingga 5 bulan sebelum melakukan produksi. Karena keadaan kurs yang tidak stabil ini sudah berlangsung selama berbulan-bulan, maka diperkirakan pada September dan Oktober mendatang, pengusaha sudah mulai melakukan efisiensi.

Misalnya, seorang pengusaha belanja pada bulan Mei dengan nilai tukar dolar sekitar Rp13 ribu. Nah, pada Agustus, setidaknya pengusaha harus kembali belanja bahan baku agar dapat memulai produksi. Tetapi, karena nilai tukar mata uang yang terus berubah, akan berdampak pada modal perusahaan.

Untuk menutupi hal tersebut, umumnya sebuah perusahaan akan melakukan efisiensi, seperti mulai menurunkan produksi. Tetapi, ini tidak akan berdampak menginggat daya beli masyarakat juga menurun. Cara lain yang akan dilakukan perusahaan adalah melakukan efisiensi karyawan yaitu PHK.

Satu perusahaan umumnya akan melakukan efisiensi sebesar 10 hingga 15 persen. Jadi, bila sebuah perusahaan memiliki 1.000 karyawan, maka pada saat efisiensi akan mem-PHK sekitar 100 hingga 150 karyawan.

“Di Sumut ada sekitar seribuan perusahaan. Dan bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bila semua perusahaan tersebut melakukan efisiensi,” jelasnya.

Gunawan menambahkan, kondisi saat ini menyerupai tahun 1998. Bahkan, sedikit lebih parah bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2010 yang lalu. Terus menanjakkan nilai dolar terhadap rupiah –kurs penutupan tadi malam satu dolar senilai Rp13.738 – menjadi salah satu alasan krisis ekonomi terjadi.

Untuk mengetahui bahwa sebuah perusahaan itu akan mengalami efisiensi atau tidak dapat dilihat dari sistim manajemannya. Seperti, utang yang berbentuk valas yang dikovensikan ke bentuk rupiah, atau tujuan ekspor adalah negara yang mengalami perlambatan ekonomi seperti Tiongkok, dan perusahaan yang produksinya bahan baku impor.

“Saat ini yang paling penting dilakukan adalah kebijakan pemerintah pusat, Segera kucurkan dana APBN. Jadi, walau terjadi PHK masih ada proyek yang berjalan yang mampu menyerap karyawan yang terkena PHK tersebut,” tambahnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Apindo Sumut, Johan Brien menyatakan bahwa para pengusaha sudah mengeluh dengan kondisi rupiah saat ini. Walaupun belum ada pengusaha yang menyatakan bangkrut atau pailit.

“Di Sumut ini, pengusaha bukan hanya bermain naluri, tetapi juga gengsi. Mereka lebih rela melakukan subsidi kepada perusahaannya yang sedang bermasalah bila harus pailit maupun PHK,” ujarnya.

Namun, Kepala Kantor Perwakilan BI Medan, Difi A Johansah menyebutkan saat ini perekonomian Sumut tidak mengalami masalah. Hal ini dapat dilihat dari catatan perbankan yang masih bagus. Kondisi ini berbeda-beda bila dibandingkan dengan kondisi di beberapa provinsi di Indonesia yang sedang mengalami gelombang PHK seperti di Kalimantan dan Jawa.

“Kalau di Kalimantan inikan mayoritas tambang batu bara, yang saat ini sedang mengalami penurunan. Sumut masih aman dan bagus,” tutupnya. (ram/rbb)

PHK bayangi buruh.
PHK bayangi buruh.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Nilai mata uang dolar yang terus menguat ternyata berdampak buruk pada perekonomian di Sumut terutama di Medan. Diperkirakan pada September dan Oktober mendatang gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan terjadi di Sumut. Setidaknya, 2 ribu karyawan akan dirumahkan karena pengusaha angkat tangan menghadapi krisis ekonomi saat ini.

Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin mengatakan ada seribuan pabrik yang ada di Sumatera Utara, dari jumlah tersebut umumnya adalah pabrik yang menggunakan bahan baku impor. Dengan nilai tukar dolar yang terlalu tinggi dan daya beli masyarakat yang menurun jelas akan berdampak pada kelangsungan hidup sebuah perusahaan.

“Mayoritas industri yang bergerak di Sumut adalah industri pengolahan, yang hidup dengan menggunakan bahan baku impor berkisar 60 hingga 70 persen. Dengan kurs saat ini, jelas ini sangat berdampak,” ujarnya, kemarin.

Dijelaskannya, umumnya para pengusaha akan belanja bahan baku sekitar 3 hingga 5 bulan sebelum melakukan produksi. Karena keadaan kurs yang tidak stabil ini sudah berlangsung selama berbulan-bulan, maka diperkirakan pada September dan Oktober mendatang, pengusaha sudah mulai melakukan efisiensi.

Misalnya, seorang pengusaha belanja pada bulan Mei dengan nilai tukar dolar sekitar Rp13 ribu. Nah, pada Agustus, setidaknya pengusaha harus kembali belanja bahan baku agar dapat memulai produksi. Tetapi, karena nilai tukar mata uang yang terus berubah, akan berdampak pada modal perusahaan.

Untuk menutupi hal tersebut, umumnya sebuah perusahaan akan melakukan efisiensi, seperti mulai menurunkan produksi. Tetapi, ini tidak akan berdampak menginggat daya beli masyarakat juga menurun. Cara lain yang akan dilakukan perusahaan adalah melakukan efisiensi karyawan yaitu PHK.

Satu perusahaan umumnya akan melakukan efisiensi sebesar 10 hingga 15 persen. Jadi, bila sebuah perusahaan memiliki 1.000 karyawan, maka pada saat efisiensi akan mem-PHK sekitar 100 hingga 150 karyawan.

“Di Sumut ada sekitar seribuan perusahaan. Dan bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bila semua perusahaan tersebut melakukan efisiensi,” jelasnya.

Gunawan menambahkan, kondisi saat ini menyerupai tahun 1998. Bahkan, sedikit lebih parah bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2010 yang lalu. Terus menanjakkan nilai dolar terhadap rupiah –kurs penutupan tadi malam satu dolar senilai Rp13.738 – menjadi salah satu alasan krisis ekonomi terjadi.

Untuk mengetahui bahwa sebuah perusahaan itu akan mengalami efisiensi atau tidak dapat dilihat dari sistim manajemannya. Seperti, utang yang berbentuk valas yang dikovensikan ke bentuk rupiah, atau tujuan ekspor adalah negara yang mengalami perlambatan ekonomi seperti Tiongkok, dan perusahaan yang produksinya bahan baku impor.

“Saat ini yang paling penting dilakukan adalah kebijakan pemerintah pusat, Segera kucurkan dana APBN. Jadi, walau terjadi PHK masih ada proyek yang berjalan yang mampu menyerap karyawan yang terkena PHK tersebut,” tambahnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Apindo Sumut, Johan Brien menyatakan bahwa para pengusaha sudah mengeluh dengan kondisi rupiah saat ini. Walaupun belum ada pengusaha yang menyatakan bangkrut atau pailit.

“Di Sumut ini, pengusaha bukan hanya bermain naluri, tetapi juga gengsi. Mereka lebih rela melakukan subsidi kepada perusahaannya yang sedang bermasalah bila harus pailit maupun PHK,” ujarnya.

Namun, Kepala Kantor Perwakilan BI Medan, Difi A Johansah menyebutkan saat ini perekonomian Sumut tidak mengalami masalah. Hal ini dapat dilihat dari catatan perbankan yang masih bagus. Kondisi ini berbeda-beda bila dibandingkan dengan kondisi di beberapa provinsi di Indonesia yang sedang mengalami gelombang PHK seperti di Kalimantan dan Jawa.

“Kalau di Kalimantan inikan mayoritas tambang batu bara, yang saat ini sedang mengalami penurunan. Sumut masih aman dan bagus,” tutupnya. (ram/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/