26 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

AS Tenggat Evaluasi Bulan Ini

USAI RAPAT: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution usai rapat koordinasi terbatas membahas fasilitas Generalized System of Preference (GSP) dari Amerika Serikat di kantornya, Jumat (13/7) malam.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO -Amerika Serikat (AS) melalui United States Trade Representative (USTR) tengah mengevaluasi kelayakan Indonesia sebagai negara penerima fasilitas Generalized System of Preference (GSP). AS akan memulai evaluasinya tanggal 23 Juli, sekaligus menentukan apakah Indonesia tetap menjadi penerima manfaat fasilitas tersebut atau tidak.

GSP merupakan kebijakan AS dalam wujud manfaat pemotongan bea masuk impor.  “Fasilitasnya AS itu, mereka mau mengevaluasi mungkin seminggu lagi. Apakah masih mau diteruskan atau tidak,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution usai rapat koordinasi terbatas mengenai GSP di kantornya, Jumat (13/7) malam.

Rakortas itu dihadiri oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.

Menurut Darmin, semua yang hadir dalam rakortas mewakili kepentingan yang terkait jika fasilitas pembebasan bea masuk dievaluasi oleh AS. Dasar pelaksanaan evaluasi oleh USTR atas fasilitas GSP untuk Indonesia salah satunya karena AS merasa ada kebijakan Indonesia yang menghambat mereka.

Padahal, Indonesia sudah mendapatkan fasilitas GSP sejak 40 tahun yang lalu sampai saat ini, dan baru sekarang ada usulan untuk dievaluasi. Menghadapi hal tersebut, Darmin memastikan pemerintah sudah menyiapkan langkah untuk mengikuti proses evaluasi oleh AS. Pemerintah juga telah merumuskan berbagai bentuk penawaran agar AS dapat mempertahankan fasilitas tersebut untuk Indonesia.

“Pemerintah tentu berkepentingan mempertahankan fasilitas itu, karena menyangkut banyak sekali barang. Sehingga, kalau kita mengekspor ke sana, bea masuknya nol,” tutur Darmin.

Rencananya, penawaran yang dimaksud akan disampaikan pemerintah kepada AS tanggal 17 Juli 2018. Sementara AS akan memulai evaluasinya tanggal 23 Juli, sekaligus menentukan apakah Indonesia tetap menjadi penerima manfaat fasilitas tersebut atau tidak. (bbs/ila)

 

 

USAI RAPAT: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution usai rapat koordinasi terbatas membahas fasilitas Generalized System of Preference (GSP) dari Amerika Serikat di kantornya, Jumat (13/7) malam.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO -Amerika Serikat (AS) melalui United States Trade Representative (USTR) tengah mengevaluasi kelayakan Indonesia sebagai negara penerima fasilitas Generalized System of Preference (GSP). AS akan memulai evaluasinya tanggal 23 Juli, sekaligus menentukan apakah Indonesia tetap menjadi penerima manfaat fasilitas tersebut atau tidak.

GSP merupakan kebijakan AS dalam wujud manfaat pemotongan bea masuk impor.  “Fasilitasnya AS itu, mereka mau mengevaluasi mungkin seminggu lagi. Apakah masih mau diteruskan atau tidak,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution usai rapat koordinasi terbatas mengenai GSP di kantornya, Jumat (13/7) malam.

Rakortas itu dihadiri oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.

Menurut Darmin, semua yang hadir dalam rakortas mewakili kepentingan yang terkait jika fasilitas pembebasan bea masuk dievaluasi oleh AS. Dasar pelaksanaan evaluasi oleh USTR atas fasilitas GSP untuk Indonesia salah satunya karena AS merasa ada kebijakan Indonesia yang menghambat mereka.

Padahal, Indonesia sudah mendapatkan fasilitas GSP sejak 40 tahun yang lalu sampai saat ini, dan baru sekarang ada usulan untuk dievaluasi. Menghadapi hal tersebut, Darmin memastikan pemerintah sudah menyiapkan langkah untuk mengikuti proses evaluasi oleh AS. Pemerintah juga telah merumuskan berbagai bentuk penawaran agar AS dapat mempertahankan fasilitas tersebut untuk Indonesia.

“Pemerintah tentu berkepentingan mempertahankan fasilitas itu, karena menyangkut banyak sekali barang. Sehingga, kalau kita mengekspor ke sana, bea masuknya nol,” tutur Darmin.

Rencananya, penawaran yang dimaksud akan disampaikan pemerintah kepada AS tanggal 17 Juli 2018. Sementara AS akan memulai evaluasinya tanggal 23 Juli, sekaligus menentukan apakah Indonesia tetap menjadi penerima manfaat fasilitas tersebut atau tidak. (bbs/ila)

 

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/