28 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Pandemi Terkendali, Anggaran PEN 2023 Distop

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah menghentikan pengalokasian anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada APBN 2021. Alokasi anggaran PEN distop seiring kondisi pandemi Covid-19 yang terkendali. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan tak adanya anggaran PEN untuk tahun depan.

“Untuk dana PEN 2023, tidak lagi ada PEN. Karena sudah selesai berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 atau Perpu 1/2022. Jadi semuanya sekarang masuk di belanja K/L dan TKDD (transfer ke daerah dan dana desa) yang regular,” ujarnya pada konferensi pers, Selasa (16/8).

Ani memastikan, dana yang disiapkan untuk antisipasi pandemi ada pada kementerian/lembaga (K/L) atau melalui TKDD. Dia menyebut, APBN 2023 akan difokuskan pada pelayanan kesehatan reguler serta mendukung transformasi sistem kesehatan. Alokasinya mencapai Rp 169,8 triliun atau setara 5,6 persen dari belanja negara.

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan anggaran untuk Pemilu. Tahun 2023, anggaran untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar Rp 14 triliun mengikuti siklus Pemilu dan tahapan. Sedangkan untuk Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebesar Rp 5,5 triliun. “Anggaran Pemilu yang paling besar nanti terjadi di 2024 pada saat pelaksanaan Pemilu. Jadi ini (anggaran 2023) tetap masih di dalam proses pelaksanaan persiapan Pemilunya,” jelas bendahara negara.

Untuk nominal anggaran kesehatan 2023 yang mencapai Rp 169,8 triliun itu turun 20,2 persen dibanding outlook 2022 yang sebesar Rp 212,8 triliun. Namun, di tahun ini, outlook Rp 212,8 triliun itu masih terbagi dalam anggaran reguler Rp 130,4 triliun dan Rp 82,3 triliun untuk penanganan Covid-19.

Terkait turunnya pagu anggaran sektor kesehatan 2023, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin (BGS) justru menilai hal ini merupakan keberhasilan yang telah dilakukan oleh pemerintah. Sebab kenaikan anggaran sebelumnya, yang terjadi dalam penanganan pandemi Covid-19 tak terlalu tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Bahkan, Indonesia berhasil menduduki peringkat lima besar dalam penanganan pandemi. “Anggaran sektor kesehatan naik kemudian turun. Kalau saya melihat ini adalah keberhasilan yang dilakukan oleh Indonesia,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, ini juga jadi bukti bahwa Indonesia efisien dalam penggunaan dana kesehatan. Di mana, pemerintah juga bisa menjaga pengeluaran anggaran kesehatan yang rutin tidak terganggu oleh pandemi. Anggaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sendiri di tahun ini hanya sekitar Rp 88 T, turun Rp 10 T dari 2021. Dia mengklaim, sejumlah pembenahan dan program tetap bisa tumbuh. “Karena ini bukan turun. Ini memang ada sebagian anggarannya bekas dipakai buat vaksinasi,” katanya.

Selain itu, ada efisiensi yang telah disinergikan dengan anggaran kesehatan yang ada di pemerintah daerah dan kementerian/lembaga terkait. “Covid-19 ini mengajari kita bawa banyak sekali duplikasi anggaran yang harusnya kita bisa sinergikan,” sambungnya.

Disinggung soal penanganan pandemi yang belum usai, BGS mengatakan, pihaknya sudah berhitung terkait hal ini. anggaran kesehatan akan kembali ke anggaran rutin. Karenanya, tahun depan, vaksinasi Covid-19 rencananya akan dibuka ke mekanisme pasar. Ini berlaku untuk masyarakat non penerima bantuan iuran program JKN-KIS. “Rencana PBI disupport pemerintah bisa melalui mekanisme BPJS Kesehatan,” tegasnya.

Dari sisi pelaku usaha, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai bahwa pemerintah sedang berancang-ancang untuk menstimulasi kegiatan ekonomi yang lebih tinggi di tahun depan. Hal tersebut dilihat dari konsentrasi anggaran manufaktur sebesar Rp392 triliun. “Dengan anggaran yang cukup besar pada subsidi, pemerintah terlihat proaktif dalam melindungi daya beli masyarakat ketika proyeksi inflasi masih tinggi,” ujar Shinta.

Menurut Shinta, target belanja negara tak selamanya sejalan dengan potensi pertmbuhan ekonomi. Menurut dia, faktor ketidakpastian glonal masih membayangi perkembangan ekonomi dan perdagangan sampai tahun depan. “Potensi tekanan global masih cukup tinggi, termasuk pada makro kita. Khususnya di sisi nilai tukar, inflasi, dan tingkat suku bunga acuan,” tambah Shinta.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Suryadi Sasmita mengapresiasi pemerintah yang tidak menghapus sejumlah kebijakan insentif guna menjaga daya beli masyarakat, salah satunya subsidi bahan bakar minyak (BBM). “Kita memang menginginkan pemerintah ini memberikan banyak insentif-insentif terus diadakan sampai tahun depan,” tegas Suryadi.

Suryadi menilai, meski pemulihan ekonomi membaik, namun dunia usaha juga mempunyai kehati-hatian masih adanya risiko eksternal atau geopolitik yang tidak terkendali, seperti potensi perang dan wabah penyakit. Selain itu konflik Rusia-Ukraina juga masih berlanjut dan belum dapat dipastikan kapan akan usai. “Oleh karena itu, apabila sejumlah insentif tersebut dicabut maka kebijakan-kebijakan tersebut sangat sensitif dan menjadi kekhawatiran dunia usaha atas kondisi ekonomi dan stabilitas dalam negeri,” pungkasnya.

Di sisi lain, dari sektor industri, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menegaskan peran vital industri bagi perekonomian Indonesia. “Sektor manufaktur sudah berada on the right track, yang ditunjukkan dengan dominasi produk-produk hilir pada struktur ekspor Indonesia. Berbagai upaya terus dilakukan untuk terus meningkatkan kinerja sektor industri dan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi, yang berperan dalam pembangunan Indonesia yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan,” ujar Agus.

Sektor industri nonmigas juga telah kembali tumbuh positif ke angka 6,91% pada tahun 2021, setelah pada triwulan II -2020 mengalami pertumbuhan minus -5,74%. Pada triwulan II – 2022, pertumbuhan industri adalah sebesar 4,33%. Namun demikian, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia terus berada di level ekspansif sejak November 2020 dan terus menguat sepanjang 2021 hingga saat ini, terkecuali bulan Juli dan Agustus akibat merebaknya varian delta. “Hal ini menunjukkan kepercayaan diri, daya adaptasi, dan resiliensi sektor industri di masa pandemi, sekaligus optimisme yang tinggi di sektor industri manufaktur dalam menilai prospek ekonomi Indonesia ke depan,” beber Agus. (dee/mia/agf/jpg)

 

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah menghentikan pengalokasian anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada APBN 2021. Alokasi anggaran PEN distop seiring kondisi pandemi Covid-19 yang terkendali. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan tak adanya anggaran PEN untuk tahun depan.

“Untuk dana PEN 2023, tidak lagi ada PEN. Karena sudah selesai berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 atau Perpu 1/2022. Jadi semuanya sekarang masuk di belanja K/L dan TKDD (transfer ke daerah dan dana desa) yang regular,” ujarnya pada konferensi pers, Selasa (16/8).

Ani memastikan, dana yang disiapkan untuk antisipasi pandemi ada pada kementerian/lembaga (K/L) atau melalui TKDD. Dia menyebut, APBN 2023 akan difokuskan pada pelayanan kesehatan reguler serta mendukung transformasi sistem kesehatan. Alokasinya mencapai Rp 169,8 triliun atau setara 5,6 persen dari belanja negara.

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan anggaran untuk Pemilu. Tahun 2023, anggaran untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar Rp 14 triliun mengikuti siklus Pemilu dan tahapan. Sedangkan untuk Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebesar Rp 5,5 triliun. “Anggaran Pemilu yang paling besar nanti terjadi di 2024 pada saat pelaksanaan Pemilu. Jadi ini (anggaran 2023) tetap masih di dalam proses pelaksanaan persiapan Pemilunya,” jelas bendahara negara.

Untuk nominal anggaran kesehatan 2023 yang mencapai Rp 169,8 triliun itu turun 20,2 persen dibanding outlook 2022 yang sebesar Rp 212,8 triliun. Namun, di tahun ini, outlook Rp 212,8 triliun itu masih terbagi dalam anggaran reguler Rp 130,4 triliun dan Rp 82,3 triliun untuk penanganan Covid-19.

Terkait turunnya pagu anggaran sektor kesehatan 2023, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin (BGS) justru menilai hal ini merupakan keberhasilan yang telah dilakukan oleh pemerintah. Sebab kenaikan anggaran sebelumnya, yang terjadi dalam penanganan pandemi Covid-19 tak terlalu tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Bahkan, Indonesia berhasil menduduki peringkat lima besar dalam penanganan pandemi. “Anggaran sektor kesehatan naik kemudian turun. Kalau saya melihat ini adalah keberhasilan yang dilakukan oleh Indonesia,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, ini juga jadi bukti bahwa Indonesia efisien dalam penggunaan dana kesehatan. Di mana, pemerintah juga bisa menjaga pengeluaran anggaran kesehatan yang rutin tidak terganggu oleh pandemi. Anggaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sendiri di tahun ini hanya sekitar Rp 88 T, turun Rp 10 T dari 2021. Dia mengklaim, sejumlah pembenahan dan program tetap bisa tumbuh. “Karena ini bukan turun. Ini memang ada sebagian anggarannya bekas dipakai buat vaksinasi,” katanya.

Selain itu, ada efisiensi yang telah disinergikan dengan anggaran kesehatan yang ada di pemerintah daerah dan kementerian/lembaga terkait. “Covid-19 ini mengajari kita bawa banyak sekali duplikasi anggaran yang harusnya kita bisa sinergikan,” sambungnya.

Disinggung soal penanganan pandemi yang belum usai, BGS mengatakan, pihaknya sudah berhitung terkait hal ini. anggaran kesehatan akan kembali ke anggaran rutin. Karenanya, tahun depan, vaksinasi Covid-19 rencananya akan dibuka ke mekanisme pasar. Ini berlaku untuk masyarakat non penerima bantuan iuran program JKN-KIS. “Rencana PBI disupport pemerintah bisa melalui mekanisme BPJS Kesehatan,” tegasnya.

Dari sisi pelaku usaha, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai bahwa pemerintah sedang berancang-ancang untuk menstimulasi kegiatan ekonomi yang lebih tinggi di tahun depan. Hal tersebut dilihat dari konsentrasi anggaran manufaktur sebesar Rp392 triliun. “Dengan anggaran yang cukup besar pada subsidi, pemerintah terlihat proaktif dalam melindungi daya beli masyarakat ketika proyeksi inflasi masih tinggi,” ujar Shinta.

Menurut Shinta, target belanja negara tak selamanya sejalan dengan potensi pertmbuhan ekonomi. Menurut dia, faktor ketidakpastian glonal masih membayangi perkembangan ekonomi dan perdagangan sampai tahun depan. “Potensi tekanan global masih cukup tinggi, termasuk pada makro kita. Khususnya di sisi nilai tukar, inflasi, dan tingkat suku bunga acuan,” tambah Shinta.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Suryadi Sasmita mengapresiasi pemerintah yang tidak menghapus sejumlah kebijakan insentif guna menjaga daya beli masyarakat, salah satunya subsidi bahan bakar minyak (BBM). “Kita memang menginginkan pemerintah ini memberikan banyak insentif-insentif terus diadakan sampai tahun depan,” tegas Suryadi.

Suryadi menilai, meski pemulihan ekonomi membaik, namun dunia usaha juga mempunyai kehati-hatian masih adanya risiko eksternal atau geopolitik yang tidak terkendali, seperti potensi perang dan wabah penyakit. Selain itu konflik Rusia-Ukraina juga masih berlanjut dan belum dapat dipastikan kapan akan usai. “Oleh karena itu, apabila sejumlah insentif tersebut dicabut maka kebijakan-kebijakan tersebut sangat sensitif dan menjadi kekhawatiran dunia usaha atas kondisi ekonomi dan stabilitas dalam negeri,” pungkasnya.

Di sisi lain, dari sektor industri, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menegaskan peran vital industri bagi perekonomian Indonesia. “Sektor manufaktur sudah berada on the right track, yang ditunjukkan dengan dominasi produk-produk hilir pada struktur ekspor Indonesia. Berbagai upaya terus dilakukan untuk terus meningkatkan kinerja sektor industri dan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi, yang berperan dalam pembangunan Indonesia yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan,” ujar Agus.

Sektor industri nonmigas juga telah kembali tumbuh positif ke angka 6,91% pada tahun 2021, setelah pada triwulan II -2020 mengalami pertumbuhan minus -5,74%. Pada triwulan II – 2022, pertumbuhan industri adalah sebesar 4,33%. Namun demikian, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia terus berada di level ekspansif sejak November 2020 dan terus menguat sepanjang 2021 hingga saat ini, terkecuali bulan Juli dan Agustus akibat merebaknya varian delta. “Hal ini menunjukkan kepercayaan diri, daya adaptasi, dan resiliensi sektor industri di masa pandemi, sekaligus optimisme yang tinggi di sektor industri manufaktur dalam menilai prospek ekonomi Indonesia ke depan,” beber Agus. (dee/mia/agf/jpg)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/