JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Delapan bank asing siap mendanai PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) untuk pembelian saham divestasi PT Freeport Indonesia (PTFI).
Sebelumnya ada sebelas bank yang siap mendanai aksi korporasi itu. Namun, tiga bank ternyata mengundurkan diri.
Saat ini salah satu faktor penghambat untuk menuntaskan aksi akuisisi itu adalah belum selesainya isu lingkungan yang menerpa Freeport Indonesia.
Dengan demikian, Kementerian ESDM belum bisa menerbitkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) permanen kepada Freeport.
Direktur Utama PT Inalum Budi Gunadi Sadikin menyatakan, hal tersebut tidak membuat sejumlah perbankan asing ragu mendanai pembelian divestasi saham PTFI.
Namun, dia mengakui pencairan dana pinjaman dapat terhambat jika persoalan lingkungan tidak segera diselesaikan, terutama limbah tailing yang dihasilkan dari proses produksi tembaga.
’’Kalau isu lingkungan tidak selesai, tidak ada pencarian dana, payment tidak jadi,’’ kata Budi, Rabu (17/10).
Isu lingkungan mencuat ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merilis hasil penghitungan tenaga ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
Dalam penghitungan itu terdapat kerugian negara Rp 185 triliun akibat kerusakan ekosistem.
Direktur Eksekutif PTFI Tony Wenas menyatakan, laporan BPK tersebut tidak mutlak. Angka itu masih perlu dikonsultasikan dengan Kementerian LHK.
’’Angka tersebut berdasar hitungan IPB dan pembukaan lahan dari satelit Lapan. Jadi, bukan audit yang dilakukan BPK dan itu bukan temuan BPK yang direkomendasikan kepada kami,’’ kata Tony.
Selain itu, BPK memberikan delapan rekomendasi yang harus dilakukan Freeport. Saat ini enam di antara delapan rekomendasi sudah selesai dan dua sisanya sedang dalam proses.
’’Sisa dua itu, yaitu dokumen evaluasi lingkungan hidup (DELH) dan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). Semestinya sudah siap diterbitkan KLHK, jadi saya optimistis akhir tahun proses divestasi selesai,’’ kata Tony. (vir/c22/oki)