“Setelah ditindaklanjuti dan lanjut ke persidangan ternyata indikasi itu tidak terbukti. Termasuk, dugaan pertemuan yang dilakukan, tidak terjadi. Sehingga, ketika unsur perjanjian tidak terpenuhi, maka tidak perlu dibuktikan lebih lanjut terhadap unsur-unsur yang lainnya,” ucapnya.
Namun demikian, ujar Sukarmi, pada putusan itu KPPU menyarankan agar Ditjen Bea dan Cukai memproses amandemen UU Kepabeanan. Disarankan juga, dilakukan penghitungan tarif handling pada Kawasan TPP Belawan yang akan diberlakukan kepada pengelola TPP segera setelah putusan perkara ini berkekuatan hukum tetap.
“Kami mendorong untuk menyegerakan dilakukan perubahan atau amandemen UU Kepabeanan guna memasukkan, salah satunya tentang tarif TPP tersebut. Sebab, kalau tidak diatur tarifnya maka seperti ini jadinya,” pungkas dia.
Sementara, sebelumnya Kepala KPPU KPD Medan Abdul Hakim Pasaribu menyebutkan, dalam laporan dugaan pelanggaran, penetapan tarif yang menjadi objek aduan yakni jasa handling untuk barang tidak dikuasai (BTD) berupa kontainer 20 kaki, 40 kaki, dan over height/over width/over length pada 2015-2016 di kawasan TPP Bea Cukai Belawan.
“Ada dugaan kesepakatan bersama antara kedua perusahaan untuk penentuan tarif handling tempat penimbunan pabean. Jika ada pelanggaran, akan dikenakan sanksi administratif dan operasional serta secara organisasi,” papar Abdul.
Ia menambahkan, berdasarkan keterangan Kepala Cabang Sarana Gemilang Sriyono, ada rapat pembahasan tarif jasa handling tersebut. Rapat penetapan tarif juga melibatkan DPW AFLI/ILFA Sumut di Jalan Cemara, Medan.
Perlu diketahui, sebelumnya PT ASK yang merupakan terlapor I dan PT SG terlapor II diindikasikan KPPU telah melakukan persekongkolan dalam penetapan tarif handling tersebut. Kedua perusahaan itu diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 UU No 5/1999. Dengan kata lain, adanya dugaan kartel untuk menetapkan harga tarif handling yang ada di Kantor Pelayanan Bea Cukai Belawan. (ris/ram)