25.6 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Dari Kopi, Musannif Terima Rp15 Juta per Bulan

dame/sumut pos
MENAMPI: Pengelola UD Ondo Coffee yang dikelola Erwinsyah Siregar, menampi biji kopi yang sudah menjalani proses roasting, di Desa Simaninggir, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Senin (22/4).

SIPIROK, SUMUTPOS.CO – Memiliki hak paten atas merk Kopi Sipirok, meningkatkan gairah petani menanam kopi. Kelompok petani ini pun bercita-cita menjadikan Sipirok sebagai sentra kopi di Tapsel.

SAAT memasuki wilayah Desa Sampean, Kecamatan Sipirok, Tapsel, Senin kemarin, tanaman kopi terlihat di mana-mana. Bahkan di median jalan pun ada batang kopi yang baru ditanam. Semangat menanam kopi terasa di kawasan tersebut.

“Diperkirakan ada 35 hektare ladang kopi di Tapsel. Produksi sekitar 70 ton per tahun. Jumlah ini berpeluang terus bertambah, karena minat menanam kopi semakin berkembang. Karena itulah, kami bermimpi menjadikan Sipirok sebagai sentra kopi di Tapsel,” cetus Erwinsyah, dengan ekspresi bertekad di wajahnyan

Saat ini, petani yang dibina PT North Sumatra Hydro Energy (NSHE) yang mengelola PLTA Batangtoru, masih dalam bentuk Kelompok Tani Mekar Sari. Anggotanya 22 petani, dengan Erwinsyah sebagai ketua. Kegiatannya masih menggelar pelatihan, berbagi ilmu soal tanaman kopi, pengolahan kopi, dan pengemasan.

Ke depan, koptan ini berharap dapat membentuk Koperasi, yang akan menyerap seluruh produksi kopi yang dihasilkan petani. Nantinya koperasilah yang akan mengolah dan menjual produksi kopi dalam beragam bentuk, langsung ke konsumen.

“Saya sendiri… saat ini masih menjual langsung ke sebuah perusahaan di Medan melalui menantu saya. Setiap minggu saya mengirim 200 solup (volume dua liter) ke Medan. Sisanya baru saya kirim ke asosiasi,” ungkap Musannif Pane (63), petani yang sudah cukup lama menggeluti kopi.

Saat ini, ia memiliki total 4.500 pohon kopi di dua lokasi, dengan produksi mencapai 6 ton per tahun. Produksi mingguan itu di luar panen raya dua kali setahun, yakni Maret-April dan Oktober- November.

Dengan harga Rp35 ribu per soluk green bean (kopi digiling, difermentasi selama 12 jam, dicuci dan dijemur satu hari), dalam sebulan ia dapat meraup penghasilan bersih Rp 15 juta setelah membayar upah pekerja.

“Saya membuktikan bahwa dari kopi pun bisa hidup,” kata Musannif sambil tertawa ceria.

Beda dengan Musannif, Erwinsyah hanya memiliki 1.000 batang kopi. Penghasilan kotor dari kebun kopi mencapai Rp8 juta per bulan. Tapi ia hanya menerima bersih Rp2 juta, karena semua pengerjaan digajikan ke orang lain.

Erwin lebih fokus mengurus koptan Mekarsari, sekaligus membuka Usaha Dagang (UD) Ondo Coffee, yakni usaha roasting bean (kopi yang sudah disangrai, maupun yang sudah digiling). Di UD Ondo Coffee, kopi yang dijual sudah setengah jadi dan jadi. Levelnya premium. Harganya mencapai Rp85 ribu per kg. Kualitas kelas 1 bisa Rp100 ribu per kg. Dari UD ini, ia memperoleh penghasilan hingga Rp8 juta per bulan.

Meski sudah diserap pasar di Tapsel, Medan, maupun Jawa, petani punya visi menembus pasar internasional. Saat ini, sudah ada pemesanan dari Malaysia, Singapura, dan Taiwan. Tetapi masih skala kecil.

Untuk mempromosikan ke dunia internasional, Kopi Sipirok sempat dipamerkan dalam salahsatu ajang kopi internasional di Baku, Azerbaijan pada tahun 2018 lalu.

“Permintaan kopi saat ini memang masih skala kecil-kecil. Tapi intensitasnya banyak. Paling banyak dari warung dan cafe-cafe,” katanya.

Beberapa tahun terakhir, petani Kopi Sipirok jumlahnya terus bertambah. Apalagi sejak dibantu PT NSHE dalam hak paten serta berbagai pelatihan, berbabagi pihak ikut melirik Kopi Sipirok. Mulai dari Pemkab Tapsel, Pemprovsu, para eksportir, dan sebagainya.

“Jumlah pemain kopi juga makin banyak. Saat ini ada 20-an pemain kopi di seluruh Tapsel. Cafe-cafe juga semakin banyak yang menjual minuman kopi dengan merk Kopi Sipirok,” katanya.

Karena itulah, cita-cita membentuk Koperasi, dan menjadikan Sipirok sentra kopi, dinilai sangat realistis.

Erwin berharap pemerintah ikut mencari investor yang bisa bekerja sama dengan MPIG dalam mengembangkan Kopi Sipirok.

Humas PT NSHE, Dede Wafiza Ashia, menjelaskan support yang diberikan kepada masyarakat khususnya petani kopi, tidak akan berhenti hingga hak paten merk dan berbagai pelatihan. “PT NSHE akan trus mendukung petani kopi selama dibutuhkan. Mulai dari penanaman, pemasaran, hingga branding. Kami juga akan ikut mengupayakan pembentukan koperasi kopi, untuk mewadahi petani mengembangkan kopi Arabika Sipirok ini,” katanya sembari tersenyum manis. (mea/habis)

dame/sumut pos
MENAMPI: Pengelola UD Ondo Coffee yang dikelola Erwinsyah Siregar, menampi biji kopi yang sudah menjalani proses roasting, di Desa Simaninggir, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Senin (22/4).

SIPIROK, SUMUTPOS.CO – Memiliki hak paten atas merk Kopi Sipirok, meningkatkan gairah petani menanam kopi. Kelompok petani ini pun bercita-cita menjadikan Sipirok sebagai sentra kopi di Tapsel.

SAAT memasuki wilayah Desa Sampean, Kecamatan Sipirok, Tapsel, Senin kemarin, tanaman kopi terlihat di mana-mana. Bahkan di median jalan pun ada batang kopi yang baru ditanam. Semangat menanam kopi terasa di kawasan tersebut.

“Diperkirakan ada 35 hektare ladang kopi di Tapsel. Produksi sekitar 70 ton per tahun. Jumlah ini berpeluang terus bertambah, karena minat menanam kopi semakin berkembang. Karena itulah, kami bermimpi menjadikan Sipirok sebagai sentra kopi di Tapsel,” cetus Erwinsyah, dengan ekspresi bertekad di wajahnyan

Saat ini, petani yang dibina PT North Sumatra Hydro Energy (NSHE) yang mengelola PLTA Batangtoru, masih dalam bentuk Kelompok Tani Mekar Sari. Anggotanya 22 petani, dengan Erwinsyah sebagai ketua. Kegiatannya masih menggelar pelatihan, berbagi ilmu soal tanaman kopi, pengolahan kopi, dan pengemasan.

Ke depan, koptan ini berharap dapat membentuk Koperasi, yang akan menyerap seluruh produksi kopi yang dihasilkan petani. Nantinya koperasilah yang akan mengolah dan menjual produksi kopi dalam beragam bentuk, langsung ke konsumen.

“Saya sendiri… saat ini masih menjual langsung ke sebuah perusahaan di Medan melalui menantu saya. Setiap minggu saya mengirim 200 solup (volume dua liter) ke Medan. Sisanya baru saya kirim ke asosiasi,” ungkap Musannif Pane (63), petani yang sudah cukup lama menggeluti kopi.

Saat ini, ia memiliki total 4.500 pohon kopi di dua lokasi, dengan produksi mencapai 6 ton per tahun. Produksi mingguan itu di luar panen raya dua kali setahun, yakni Maret-April dan Oktober- November.

Dengan harga Rp35 ribu per soluk green bean (kopi digiling, difermentasi selama 12 jam, dicuci dan dijemur satu hari), dalam sebulan ia dapat meraup penghasilan bersih Rp 15 juta setelah membayar upah pekerja.

“Saya membuktikan bahwa dari kopi pun bisa hidup,” kata Musannif sambil tertawa ceria.

Beda dengan Musannif, Erwinsyah hanya memiliki 1.000 batang kopi. Penghasilan kotor dari kebun kopi mencapai Rp8 juta per bulan. Tapi ia hanya menerima bersih Rp2 juta, karena semua pengerjaan digajikan ke orang lain.

Erwin lebih fokus mengurus koptan Mekarsari, sekaligus membuka Usaha Dagang (UD) Ondo Coffee, yakni usaha roasting bean (kopi yang sudah disangrai, maupun yang sudah digiling). Di UD Ondo Coffee, kopi yang dijual sudah setengah jadi dan jadi. Levelnya premium. Harganya mencapai Rp85 ribu per kg. Kualitas kelas 1 bisa Rp100 ribu per kg. Dari UD ini, ia memperoleh penghasilan hingga Rp8 juta per bulan.

Meski sudah diserap pasar di Tapsel, Medan, maupun Jawa, petani punya visi menembus pasar internasional. Saat ini, sudah ada pemesanan dari Malaysia, Singapura, dan Taiwan. Tetapi masih skala kecil.

Untuk mempromosikan ke dunia internasional, Kopi Sipirok sempat dipamerkan dalam salahsatu ajang kopi internasional di Baku, Azerbaijan pada tahun 2018 lalu.

“Permintaan kopi saat ini memang masih skala kecil-kecil. Tapi intensitasnya banyak. Paling banyak dari warung dan cafe-cafe,” katanya.

Beberapa tahun terakhir, petani Kopi Sipirok jumlahnya terus bertambah. Apalagi sejak dibantu PT NSHE dalam hak paten serta berbagai pelatihan, berbabagi pihak ikut melirik Kopi Sipirok. Mulai dari Pemkab Tapsel, Pemprovsu, para eksportir, dan sebagainya.

“Jumlah pemain kopi juga makin banyak. Saat ini ada 20-an pemain kopi di seluruh Tapsel. Cafe-cafe juga semakin banyak yang menjual minuman kopi dengan merk Kopi Sipirok,” katanya.

Karena itulah, cita-cita membentuk Koperasi, dan menjadikan Sipirok sentra kopi, dinilai sangat realistis.

Erwin berharap pemerintah ikut mencari investor yang bisa bekerja sama dengan MPIG dalam mengembangkan Kopi Sipirok.

Humas PT NSHE, Dede Wafiza Ashia, menjelaskan support yang diberikan kepada masyarakat khususnya petani kopi, tidak akan berhenti hingga hak paten merk dan berbagai pelatihan. “PT NSHE akan trus mendukung petani kopi selama dibutuhkan. Mulai dari penanaman, pemasaran, hingga branding. Kami juga akan ikut mengupayakan pembentukan koperasi kopi, untuk mewadahi petani mengembangkan kopi Arabika Sipirok ini,” katanya sembari tersenyum manis. (mea/habis)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/