Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Sumut, Eddy Syaputra Salim mengatakan, Gubernur sudah menyurati pemerintah pusat agar dapat mengambil kebijakan menurunkan harga gas di Sumut dengan angka 1 digit per Million Metric British thermal unit (MMBtu).
Ia menjelaskan, tingginya harga gas di Sumut karena biaya pengangkutan yang tinggi. Sebab gas dibawa dari Sulawesi/Papua untuk diolah di Pangkalan Brandan, atau diolah di Arun, Aceh. Kemudian diangkut lagi ke Medan untuk industri.
Proses pengolahan dan pengangkutan dari daerah asal ke Pulau Sumatera, membutuhkan biaya yang besar, yakni biaya pengapalan sekitar 1-2 dolar AS per MMBtu. Setelah itu gas diolah menjadi gas alam cair (LNG) atau regasifikasi, dengan biaya lagi 1,5 dolar AS per MMBtu. Selanjutnya, gas dialirkan melalui pipa transmisi Arun-Belawan (toll fee). Dalam proses ini dikenakan biaya 2,53 dolar AS per MMBtu.
Harga gas pun semakin mahal, karena ditambah pajak, seperti PPN regasifikasi sebesar 0,15 dolar AS per MMBtu, PPN Arun-Belawan 0,25 dolar AS per MMBtu, margin PT Pertagas (perusahaan regasifikasi), dan biaya distribusi gas sebesar 1,44 dolar AS per MMBtu yang dikenakan PT PGN (Perusahaan Gas Negara). “Tingginya harga gas inilah yang menyebabkan industri di Sumut sulit berkembang. Sehingga akan berdampak terhadap keberadaan tenaga kerja, dan pemutusan hubungan kerja, karena produk yang dihasilkan industri tidak bisa bersaing dengan produk dari negara lain. Makanya diharapkan di Februari ini, Peraturan Menteri ESDM bisa keluar. Sehingga harga gas yang disepakati 9,95 dolar AS per MMBtu itu bisa direalisasikan,” pungkas Eddy. (bal/saz)