29 C
Medan
Thursday, July 4, 2024

Eksportir Sumut Harap Dispensasi NIK

MEDAN- Peraturan baru yang meminta agar eksportir memiliki Nomor Induk Kepabeanan (NIK) dianggap masih sulit diterima, terutama bagi eksportir kecil.

Hingga saat ini, lebih dari 50 persen eksportir yang tergabung dalam GPEI  (Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia) Sumatera Utara yang telah memiliki NIK, sementara sisanya masih dalam pengurusan bahkan ada yang belum mengurus.

“Karena itu, kita meminta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memberi kemudahan kepada eksportir karena sekitar 40 persen pengusaha anggota asosiasi ini belum juga memiliki NIK,” ujar Sekretaris Eksekutif GPEI Sumut, Sofyan Subang.

Dia mengharapkan, agar nantinya Bea dan Cukai tetap melayani pengusaha yang belum memiliki NIK, karena yang ditakutkan akan membuat ekspor tertunda. Walaupun dirinya menyadari bahwa peraturan untuk memiliki NIK ditunda, yang seharusnya mulai berlaku mulai Januari 2012 menjadi Maret mendatang.

Dari sekitar 200-an perusahaan anggota GPEI Sumut, hanya sekitar 50 persen yang sudah memiliki NIK, selebihnya masih belum. Tetapi nyatanya, meski sudah ditunda, tetap saja pengusaha anggota GPEI khsusunya yang usaha kecil dan menengah (UKM) belum bisa mengantongi NIK itu dengan berbagai penyebab seperti kekurangan sumber daya manusia (SDM) untuk membuat atau masuk ke NIK itu, termasuk sistem tersebut juga masih belum berjalan lancar sehingga menyulitkan pengusaha untuk masuk dalam sistem tersebut.

“Jangan sampai hanya karena belum miliki NIK, ekspor terganggu karena akan sangat mempengaruhi banyak hal mulai dari ancaman kelangsung perusahaan, pemberhentian pekerja dan penurunan devisa,” katanya.

Menurut Sofyan, GPEI secara nasional dan Sumut sudah melaporkan permasalahan itu ke Kementerian Perdagangan dan saat ini Kementerian Perdagangan tengah membicarakan masalah itu ke Ditjen Bea Cukai.

“GPEI berharap, untuk sementara pendataan eksportir itu bisa dilakukan secara manual berdasarkan data yang ada sebelumnya, sembari menunggu kesiapan pengusaha memiliki NIK,” katanya.

Eksportir Sumut, J Simanjuntak, mengakui, hanya pengusaha besar yang sudah memiliki NIK, sementara UKM banyak yang belum dan itu menganggu ekspor.

“Kalau ekspor terganggu, bukan hanya pengusaha yang rugi, tetapi juga pemerintah, karena ekspor membawa nama Indonesia juga,” katanya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Parlindungan Purba, menyebutkan, pihaknya akan membicarakan masalah itu ke Ditjen Bea Cukai.
“Apindo sangat mendukung sistem “online” yang dipastikan mendukung kelancaran dan keamanan ekspor, tetapi tentu saja pemerintah harus melihat siap tidaknya pengusaha melakukan. Harus ada dispensasi,” katanya. (ram)

MEDAN- Peraturan baru yang meminta agar eksportir memiliki Nomor Induk Kepabeanan (NIK) dianggap masih sulit diterima, terutama bagi eksportir kecil.

Hingga saat ini, lebih dari 50 persen eksportir yang tergabung dalam GPEI  (Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia) Sumatera Utara yang telah memiliki NIK, sementara sisanya masih dalam pengurusan bahkan ada yang belum mengurus.

“Karena itu, kita meminta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memberi kemudahan kepada eksportir karena sekitar 40 persen pengusaha anggota asosiasi ini belum juga memiliki NIK,” ujar Sekretaris Eksekutif GPEI Sumut, Sofyan Subang.

Dia mengharapkan, agar nantinya Bea dan Cukai tetap melayani pengusaha yang belum memiliki NIK, karena yang ditakutkan akan membuat ekspor tertunda. Walaupun dirinya menyadari bahwa peraturan untuk memiliki NIK ditunda, yang seharusnya mulai berlaku mulai Januari 2012 menjadi Maret mendatang.

Dari sekitar 200-an perusahaan anggota GPEI Sumut, hanya sekitar 50 persen yang sudah memiliki NIK, selebihnya masih belum. Tetapi nyatanya, meski sudah ditunda, tetap saja pengusaha anggota GPEI khsusunya yang usaha kecil dan menengah (UKM) belum bisa mengantongi NIK itu dengan berbagai penyebab seperti kekurangan sumber daya manusia (SDM) untuk membuat atau masuk ke NIK itu, termasuk sistem tersebut juga masih belum berjalan lancar sehingga menyulitkan pengusaha untuk masuk dalam sistem tersebut.

“Jangan sampai hanya karena belum miliki NIK, ekspor terganggu karena akan sangat mempengaruhi banyak hal mulai dari ancaman kelangsung perusahaan, pemberhentian pekerja dan penurunan devisa,” katanya.

Menurut Sofyan, GPEI secara nasional dan Sumut sudah melaporkan permasalahan itu ke Kementerian Perdagangan dan saat ini Kementerian Perdagangan tengah membicarakan masalah itu ke Ditjen Bea Cukai.

“GPEI berharap, untuk sementara pendataan eksportir itu bisa dilakukan secara manual berdasarkan data yang ada sebelumnya, sembari menunggu kesiapan pengusaha memiliki NIK,” katanya.

Eksportir Sumut, J Simanjuntak, mengakui, hanya pengusaha besar yang sudah memiliki NIK, sementara UKM banyak yang belum dan itu menganggu ekspor.

“Kalau ekspor terganggu, bukan hanya pengusaha yang rugi, tetapi juga pemerintah, karena ekspor membawa nama Indonesia juga,” katanya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Parlindungan Purba, menyebutkan, pihaknya akan membicarakan masalah itu ke Ditjen Bea Cukai.
“Apindo sangat mendukung sistem “online” yang dipastikan mendukung kelancaran dan keamanan ekspor, tetapi tentu saja pemerintah harus melihat siap tidaknya pengusaha melakukan. Harus ada dispensasi,” katanya. (ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/