25.1 C
Medan
Tuesday, June 18, 2024

Pengusaha Rotan Kelimpungan

Hari Ini, Larangan Eskspor Ditandatangani

MEDAN- Rencana larangan ekspor rotan bahan baku yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan dan Perindustrian (Kemenperindag) RI membuat sejumlah pengusaha dan pengrajin rotan bakal kelimpungan. Bagaimana tidak?, tercatat sejak tahun 1979, sudah ada 12 peraturan terkait dengan ekspor rotan. Yang terbaru akan segera muncul menggantikan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Ekspor Rotan yang berkhir 11 Oktober 2011 lalu.

“Saya sudah berdiri menjadi pengekspor sejak tahun 1972, dari 20 eksportir di Medan sekarang tinggal dua, dikarenakan pengusaha bingung karena peraturan terus berganti,” kata Marketing Communication CV Alam Raya Rattan, Tandil.

Menurutnya, pergantian peraturan tersebut tidak menghitung waktu, bahkan dalam tahun yang sama, peraturan terkait larangan ekspor rotan terus berganti.  “Bahkan pernah pada tahun 1989, tidak boleh ekspor rotan kecuali satu PT, ya jelas itu monopoli,” keluhnya.

Saat ini, pemerintah sudah mengeluarkan peraturan terbaru terkait ekspor rotan. Dimana pemerintah menghentikan ekspor rotan, dan akan menandatangani hasilnya hari ini Rabu (30/11). “Kita hanya mengharap, agar pemerintah dapat meninjau ulang peraturan yang mereka buat, jangan seperti ini, karena jika dilihat hasilnya 20 pengusaha rotan, sekarang ini hanya tinggal 2 tersisa,” beber Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Sumut, Maradu.

Menurutnya, ekspor rotan harus tetap dilakukan, karena kebutuhan dalam negeri tidak bisa menutupi produksi yang dihasilkan.

Dari catatan, industri dalam negeri hanya mampu menampung rotan sebanyak 15 ribu ton per tahun, sedangkan produksi yang dihasilkan sekitar 33 ribu ton pertahun. “Jadi kemana harus kita berikan sisanya?,” katanya setengah bertanya.

Dengan hasil yang tidak sebanding dipastikan akan banyak petani yang berhenti dari mencari rotan, karena tidak ada yang mau membeli. Atau bila ada yang membeli, pasti dengan harga yang murah karena banyaknya tantangan yang harus dihadapi untuk mengambil rotan.

Selama ini, kita mengenal rotan sebagai bahan baku untuk membuat furniture, tetapi untuk dalam negeri, furniture yang menggunakan bahan baku dari rotan belum menjadi daya tarik tersendiri. Sementara di luar negeri, rotan sangat diminati, karena memiliki nilai artistik yang tinggi. “Biasanya kita ekspor ke Jerman dan Italia,” ucap Maradu. Dengan ekspor para petani rotan semangat untuk mencari rotan di hutan karena memiliki nilai jual, tetapi dengan adanya peraturan baru membuat petani lesu karena akan mengurangi pemasukkan. “Jangan kami yang kecil yang dipermainkan, kami juga mau bekerja dan menghasilkan rupiah untuk keluarga,” ratap Togam Tobing, Petani Rotan asal Tapanuli Utara.

Dibandingkan rotan dari Kalimantan dan Sulawesi, harga rotan di Sumatera Utara lebih mahal. Ini karenak kualitas rotan Sumut lebih bagus, termasuk risiko yang ditanggung petani rotan lebih tinggi karena harus mengambil rotan dari hutan. “Taruhan saat mengambil rotan ini sangat besar, nyawa, karena kita harus mengambil rotan di pohon yang besar dan tinggi,” ujar Togam.

Penghasil rotan terbesar di Indonesia saat ini adalah kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Rotan dari Sumatera Utara terkenal dengan kualitas yang bagus, sehingga banyak pembeli yang meminta. Sementara dalam negeri tidak mampu membeli, dikarenakan harga yang tidak cocok. “Harga kita sekitar US$2000 (IDR= Rp10.000 jadi Rp20 juta) hingga 2200 ribu per ton, sedangkan harga rotan dari Kalimantan dan lainnya sekitar US$1700 hingga US$1800 per ton,” papar Tandil.
Untuk Sumut sendiri, kabupaten penghasil rotan terbesar ada di Tobasa, Taput, Tapsel, Dairi, Pak-pak, Madina, Tapteng, Simalungun dan Karo. (ram)

Tak Laku Dijual, Dijadikan Kayu Bakar

LARANGAN ekspor rotan, yang akan segera dikeluarkan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan (Kemenperindag) RI mendapat kecaman petani rotan di Sumatera Utara (Sumut). Salah satunya gabungan petani rotan se Sumut yang mendatangi Gedung DPRD Sumut, Selasa (29/11).

Salah seorang petani rotan asal Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Manaor Napitupulu dalam aksinya mengatakan, jika larangan ekspor rotan tersebut disahkan, maka rotan sama sekali tidak akan lagi memiliki harga jual dan hanya akan menjadi kayu bakar saja.

Ditambahkannya, sebagai pemanen rotan, dirinya berpenghasilan antara Rp800 sampai Rp900 ribu. Jadi, jika larangan ekspor tersebut diberlakukan, maka secara langsung dirinya dan teman-teman petani lainnya tidak akan lagi menikmati uang sebesar itu per bulannya alias kehilangan mata pencariannya.  “Bisa nggak kerja lagi kami,” katanya.
Petani rotan lainnya dari Kabupaten Madina, Pardamean Lubis mengatakan, dalam per minggunya, rata-rata mereka bisa memanen rotan sebanyak dua ribu batang. Untuk harga jual per batang yakni, Rp18 ribu. Sedangkan pekerja yang dimilikinya sebanyak 30 orang. “Hasilnya untuk keperluan para pemanen rotan lainnya. Kalau nggak boleh lagi ekspor, jadi mau dijual kemana. Gaji buat yang memanen rotan juga dari mana,” pungkasnya.

Ketua DPRD Sumut, Saleh Bangun yang  menerima para petani tersebut berjanji, akan menyikapi dan melanjutkan persoalan keluhan petani rotan itu ke Komisi B DPRD Sumut, guna dibahas dan dicarikan solusinya. “Saya akan meneruskan permasalahan ini ke Komisi B, untuk mencari jalan keluarnya,” janjinya.(ari)

Regulasi Perdagangan Rotan

– 1966-1979     Tidak ada regulasi
– 1979     Asalan dilarang, W/S dan 1/2 jadi boleh ekspor
– 1986    Asalan dilarang, W/S  dilarang, 1/2 jadi boleh ekspor
– 1988     Asalan dilarang, W/S dilarang,1/2 jadi dilarang ekspor
– 1988     Webbing dilarang
– 1989    Hanya PT Sari Perindo yang  oleh ekspor
– 1992     Semua rotan boleh ekspor, pajak super tinggi
– 1996     Semu rotan boleh ekspor,  pajak diturunkan karena  tekanan IMF
– 1998     Semua rotan bulat boleh ekspor
– 1998     Semua rotan bulat boleh ekspor (Beda menteri dari Bob Hasan menjadi Rahadi Ramelan)
– 2004    Rotan alam dilarang, budidaya dan 1/2 jadi boleh ekspor
– 2005    TSI dan 1/2 jadi boleh ekspor, pajak dan kuota
– 2009     Asalan dilarang, TSI dan 1/2 jadi oleh ekspor, pajak dan kuota

Hari Ini, Larangan Eskspor Ditandatangani

MEDAN- Rencana larangan ekspor rotan bahan baku yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan dan Perindustrian (Kemenperindag) RI membuat sejumlah pengusaha dan pengrajin rotan bakal kelimpungan. Bagaimana tidak?, tercatat sejak tahun 1979, sudah ada 12 peraturan terkait dengan ekspor rotan. Yang terbaru akan segera muncul menggantikan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Ekspor Rotan yang berkhir 11 Oktober 2011 lalu.

“Saya sudah berdiri menjadi pengekspor sejak tahun 1972, dari 20 eksportir di Medan sekarang tinggal dua, dikarenakan pengusaha bingung karena peraturan terus berganti,” kata Marketing Communication CV Alam Raya Rattan, Tandil.

Menurutnya, pergantian peraturan tersebut tidak menghitung waktu, bahkan dalam tahun yang sama, peraturan terkait larangan ekspor rotan terus berganti.  “Bahkan pernah pada tahun 1989, tidak boleh ekspor rotan kecuali satu PT, ya jelas itu monopoli,” keluhnya.

Saat ini, pemerintah sudah mengeluarkan peraturan terbaru terkait ekspor rotan. Dimana pemerintah menghentikan ekspor rotan, dan akan menandatangani hasilnya hari ini Rabu (30/11). “Kita hanya mengharap, agar pemerintah dapat meninjau ulang peraturan yang mereka buat, jangan seperti ini, karena jika dilihat hasilnya 20 pengusaha rotan, sekarang ini hanya tinggal 2 tersisa,” beber Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Sumut, Maradu.

Menurutnya, ekspor rotan harus tetap dilakukan, karena kebutuhan dalam negeri tidak bisa menutupi produksi yang dihasilkan.

Dari catatan, industri dalam negeri hanya mampu menampung rotan sebanyak 15 ribu ton per tahun, sedangkan produksi yang dihasilkan sekitar 33 ribu ton pertahun. “Jadi kemana harus kita berikan sisanya?,” katanya setengah bertanya.

Dengan hasil yang tidak sebanding dipastikan akan banyak petani yang berhenti dari mencari rotan, karena tidak ada yang mau membeli. Atau bila ada yang membeli, pasti dengan harga yang murah karena banyaknya tantangan yang harus dihadapi untuk mengambil rotan.

Selama ini, kita mengenal rotan sebagai bahan baku untuk membuat furniture, tetapi untuk dalam negeri, furniture yang menggunakan bahan baku dari rotan belum menjadi daya tarik tersendiri. Sementara di luar negeri, rotan sangat diminati, karena memiliki nilai artistik yang tinggi. “Biasanya kita ekspor ke Jerman dan Italia,” ucap Maradu. Dengan ekspor para petani rotan semangat untuk mencari rotan di hutan karena memiliki nilai jual, tetapi dengan adanya peraturan baru membuat petani lesu karena akan mengurangi pemasukkan. “Jangan kami yang kecil yang dipermainkan, kami juga mau bekerja dan menghasilkan rupiah untuk keluarga,” ratap Togam Tobing, Petani Rotan asal Tapanuli Utara.

Dibandingkan rotan dari Kalimantan dan Sulawesi, harga rotan di Sumatera Utara lebih mahal. Ini karenak kualitas rotan Sumut lebih bagus, termasuk risiko yang ditanggung petani rotan lebih tinggi karena harus mengambil rotan dari hutan. “Taruhan saat mengambil rotan ini sangat besar, nyawa, karena kita harus mengambil rotan di pohon yang besar dan tinggi,” ujar Togam.

Penghasil rotan terbesar di Indonesia saat ini adalah kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Rotan dari Sumatera Utara terkenal dengan kualitas yang bagus, sehingga banyak pembeli yang meminta. Sementara dalam negeri tidak mampu membeli, dikarenakan harga yang tidak cocok. “Harga kita sekitar US$2000 (IDR= Rp10.000 jadi Rp20 juta) hingga 2200 ribu per ton, sedangkan harga rotan dari Kalimantan dan lainnya sekitar US$1700 hingga US$1800 per ton,” papar Tandil.
Untuk Sumut sendiri, kabupaten penghasil rotan terbesar ada di Tobasa, Taput, Tapsel, Dairi, Pak-pak, Madina, Tapteng, Simalungun dan Karo. (ram)

Tak Laku Dijual, Dijadikan Kayu Bakar

LARANGAN ekspor rotan, yang akan segera dikeluarkan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan (Kemenperindag) RI mendapat kecaman petani rotan di Sumatera Utara (Sumut). Salah satunya gabungan petani rotan se Sumut yang mendatangi Gedung DPRD Sumut, Selasa (29/11).

Salah seorang petani rotan asal Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Manaor Napitupulu dalam aksinya mengatakan, jika larangan ekspor rotan tersebut disahkan, maka rotan sama sekali tidak akan lagi memiliki harga jual dan hanya akan menjadi kayu bakar saja.

Ditambahkannya, sebagai pemanen rotan, dirinya berpenghasilan antara Rp800 sampai Rp900 ribu. Jadi, jika larangan ekspor tersebut diberlakukan, maka secara langsung dirinya dan teman-teman petani lainnya tidak akan lagi menikmati uang sebesar itu per bulannya alias kehilangan mata pencariannya.  “Bisa nggak kerja lagi kami,” katanya.
Petani rotan lainnya dari Kabupaten Madina, Pardamean Lubis mengatakan, dalam per minggunya, rata-rata mereka bisa memanen rotan sebanyak dua ribu batang. Untuk harga jual per batang yakni, Rp18 ribu. Sedangkan pekerja yang dimilikinya sebanyak 30 orang. “Hasilnya untuk keperluan para pemanen rotan lainnya. Kalau nggak boleh lagi ekspor, jadi mau dijual kemana. Gaji buat yang memanen rotan juga dari mana,” pungkasnya.

Ketua DPRD Sumut, Saleh Bangun yang  menerima para petani tersebut berjanji, akan menyikapi dan melanjutkan persoalan keluhan petani rotan itu ke Komisi B DPRD Sumut, guna dibahas dan dicarikan solusinya. “Saya akan meneruskan permasalahan ini ke Komisi B, untuk mencari jalan keluarnya,” janjinya.(ari)

Regulasi Perdagangan Rotan

– 1966-1979     Tidak ada regulasi
– 1979     Asalan dilarang, W/S dan 1/2 jadi boleh ekspor
– 1986    Asalan dilarang, W/S  dilarang, 1/2 jadi boleh ekspor
– 1988     Asalan dilarang, W/S dilarang,1/2 jadi dilarang ekspor
– 1988     Webbing dilarang
– 1989    Hanya PT Sari Perindo yang  oleh ekspor
– 1992     Semua rotan boleh ekspor, pajak super tinggi
– 1996     Semu rotan boleh ekspor,  pajak diturunkan karena  tekanan IMF
– 1998     Semua rotan bulat boleh ekspor
– 1998     Semua rotan bulat boleh ekspor (Beda menteri dari Bob Hasan menjadi Rahadi Ramelan)
– 2004    Rotan alam dilarang, budidaya dan 1/2 jadi boleh ekspor
– 2005    TSI dan 1/2 jadi boleh ekspor, pajak dan kuota
– 2009     Asalan dilarang, TSI dan 1/2 jadi oleh ekspor, pajak dan kuota

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/