29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Jepang Investasi ke Sawit Indonesia

Seorang pekerja sedang memanen kelapa sawit.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Tren kenaikan harga sejumlah komoditas, termasuk kelapa sawit dan produk olahan, membawa angin segar bagi iklim investasi Indonesia. Investor asing mulai tertarik untuk kembali berinvestasi di sektor komoditas tersebut.

Salah satunya adalah investor asal Jepang. Sebuah perusahaan hilirisasi kepala sawit asal Jepang yang bermitra dengan perusahaan Indonesia akan menginvestasikan modal USD 90 juta atau sekitar Rp 1,2 triliun untuk mendirikan pabrik fatty acid di Dumai, Riau.

Investor Jepang itu adalah produsen produk konsumer yang mengumumkan pembentukan joint venture atau usaha patungan de­ngan badan usaha milik swasta nasional. Saribua Siahaan, pejabat promosi investasi Indonesia Investment Promotion Center (IIPC) di Tokyo, Jepang, menyampaikan bahwa perusahaan patungan tersebut direncanakan mulai beroperasi pada Januari 2017 dengan porsi kepemilikan saham 65 persen untuk swasta nasional.

Menurut dia, perusahaan joint venture itu akan memproduksi fatty acid, bahan baku yang dibutukan untuk memproduksi berbagai jenis produk seperti detergen, sampo, dan pembersih muka. ”Pabrik ditargetkan mulai berproduksi pada 2019 di lahan seluas 44 ribu meter persegi di Dumai, Riau, dengan kapasitas 100 ribu ton per tahun,” jelasnya kemarin (27/1).

Saribua melanjutkan, pengoperasian pabrik di Dumai akan mendongkrak kapasitas produksi fatty acid Kao menjadi 130 persen dan meningkatkan porsi pasokan fatty acid internal perusahaan hingga 60 persen. Saat ini investor tersebut memproduksi fatty acid di pabrik mereka di Wakayama, Jepang.

”Pabrik yang di Indonesia akan menyediakan kebutuhan bahan baku untuk pabrik produk konsumer Kao di Thailand, Indonesia, dan Vietnam,” lanjutnya.

Saribua menambahkan, pihaknya secara aktif akan memastikan agar perusahaan Jepang itu memperoleh kemudahaan berinvestasi, di antaranya dalam mengajukan perizinan ke BKPM melalui fasilitas investasi izin tiga jam.

”Pihak kami juga akan terus mendukung dan membantu perusahaan sampai proyek tersebut mencapai commercial stages,” ujarnya.

Saribu menekankan pemerintah menyambut baik rencana investasi investor Jepang di sektor industri penghiliran CPO di In­donesia. Sebab, potensi industri manufaktur berbasis CPO di tanah air masih sangat besar karena kebutuhan bahan baku industri makanan dan produk konsumer terus meningkat.

Untuk itu, pemerintah terus berupaya mendorong penghiliran di sektor industri berbasis CPO lewat kebijakan insentif dan disinsentif fiskal. Dukungan atas penghiliran industri CPO juga diberikan lewat pengembangan kawasan industri berbasis CPO, termasuk Dumai.

Pemerintah menerapkan disinsentif bea keluar bagi produk CPO yang tarifnya semakin rendah semakin besar nilai tambah yang diberikan dalam proses produksi di Indonesia. Sementara itu, berdasar data BKPM, Jepang merupakan negara kedua dengan jumlah investasi terbesar di Indonesia. Selama Januari hingga Desember 2016, nilai realisasi investasi Jepang mencapai USD 5.400 juta dengan total 3.302 proyek.

Selanjutnya, posisi investor terbesar pertama masih diduduki Singapura dengan jumlah investasi mencapai USD 9.178,7 juta dengan 5.874 proyek. Di bawah Jepang ada Tiongkok dengan nilai investasi USD 2.665,3 juta dan 1.734 proyek. (jpg/ram)

Seorang pekerja sedang memanen kelapa sawit.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Tren kenaikan harga sejumlah komoditas, termasuk kelapa sawit dan produk olahan, membawa angin segar bagi iklim investasi Indonesia. Investor asing mulai tertarik untuk kembali berinvestasi di sektor komoditas tersebut.

Salah satunya adalah investor asal Jepang. Sebuah perusahaan hilirisasi kepala sawit asal Jepang yang bermitra dengan perusahaan Indonesia akan menginvestasikan modal USD 90 juta atau sekitar Rp 1,2 triliun untuk mendirikan pabrik fatty acid di Dumai, Riau.

Investor Jepang itu adalah produsen produk konsumer yang mengumumkan pembentukan joint venture atau usaha patungan de­ngan badan usaha milik swasta nasional. Saribua Siahaan, pejabat promosi investasi Indonesia Investment Promotion Center (IIPC) di Tokyo, Jepang, menyampaikan bahwa perusahaan patungan tersebut direncanakan mulai beroperasi pada Januari 2017 dengan porsi kepemilikan saham 65 persen untuk swasta nasional.

Menurut dia, perusahaan joint venture itu akan memproduksi fatty acid, bahan baku yang dibutukan untuk memproduksi berbagai jenis produk seperti detergen, sampo, dan pembersih muka. ”Pabrik ditargetkan mulai berproduksi pada 2019 di lahan seluas 44 ribu meter persegi di Dumai, Riau, dengan kapasitas 100 ribu ton per tahun,” jelasnya kemarin (27/1).

Saribua melanjutkan, pengoperasian pabrik di Dumai akan mendongkrak kapasitas produksi fatty acid Kao menjadi 130 persen dan meningkatkan porsi pasokan fatty acid internal perusahaan hingga 60 persen. Saat ini investor tersebut memproduksi fatty acid di pabrik mereka di Wakayama, Jepang.

”Pabrik yang di Indonesia akan menyediakan kebutuhan bahan baku untuk pabrik produk konsumer Kao di Thailand, Indonesia, dan Vietnam,” lanjutnya.

Saribua menambahkan, pihaknya secara aktif akan memastikan agar perusahaan Jepang itu memperoleh kemudahaan berinvestasi, di antaranya dalam mengajukan perizinan ke BKPM melalui fasilitas investasi izin tiga jam.

”Pihak kami juga akan terus mendukung dan membantu perusahaan sampai proyek tersebut mencapai commercial stages,” ujarnya.

Saribu menekankan pemerintah menyambut baik rencana investasi investor Jepang di sektor industri penghiliran CPO di In­donesia. Sebab, potensi industri manufaktur berbasis CPO di tanah air masih sangat besar karena kebutuhan bahan baku industri makanan dan produk konsumer terus meningkat.

Untuk itu, pemerintah terus berupaya mendorong penghiliran di sektor industri berbasis CPO lewat kebijakan insentif dan disinsentif fiskal. Dukungan atas penghiliran industri CPO juga diberikan lewat pengembangan kawasan industri berbasis CPO, termasuk Dumai.

Pemerintah menerapkan disinsentif bea keluar bagi produk CPO yang tarifnya semakin rendah semakin besar nilai tambah yang diberikan dalam proses produksi di Indonesia. Sementara itu, berdasar data BKPM, Jepang merupakan negara kedua dengan jumlah investasi terbesar di Indonesia. Selama Januari hingga Desember 2016, nilai realisasi investasi Jepang mencapai USD 5.400 juta dengan total 3.302 proyek.

Selanjutnya, posisi investor terbesar pertama masih diduduki Singapura dengan jumlah investasi mencapai USD 9.178,7 juta dengan 5.874 proyek. Di bawah Jepang ada Tiongkok dengan nilai investasi USD 2.665,3 juta dan 1.734 proyek. (jpg/ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/