32 C
Medan
Friday, June 28, 2024

4 Ribu IUP Non C&C Bakal Dicabut Akhir Tahun

Jjumlah perusahaan pertambangan yang terlalu banyak bisa membuat iklim industri memburuk. Salah satunya, industri pertambangan batubara.
Jjumlah perusahaan pertambangan yang terlalu banyak bisa membuat iklim industri memburuk. Salah satunya, industri pertambangan batubara.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah tampaknya bakal mengambil tindakan tegas terkait pembenahan perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) pada awal 2015. Hal tersebut seiring masih lambatnya penataan IUP dengan status non clear and clean (C&C) di Indoneia. Pemerintah saat ini berencana untuk mencabut IUP tersebut dan menjadikan wilayah pencadangan negara (WPN).

Direktur Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar mengatakan, pihaknya bersiap untuk mengambil sikap tegas terhadap pemegang IUP yang masih bermasalah. Pasalnya, sampai saat ini masih belum terlihat perubahan signifikan dari penyelesaian IUP di tingkat pemerintah daerah.

“Akhir tahun ini sudah disepakati harus selesai. Kalau tidak selesai, maka IUP non C&C yang tersisa akan dicabut. Saya akan sampaikan ini ke pak Menteri (ESDM). Kemudian diajukan ke DPR,” ungkapnya di Jakarta kemarin (31/10).

Dia menjelaskan, 5.969 pemegang IUP sudah menyandang status C&C. Jumlah itu mencapai 55,3 persen dari total IUP yang tercatat di pemerintahan sebanyak 10.776 perusahaan. Di sisi lain, masih ada 4.807 yang belum meraih C&C. Selama diserahkan ke pemerintah daerah, terdapat 282 IUP yang akhirnya ditutup.

“Kebanyakan dari perusahaan yang belum memperoleh C&C disebabkan wilayah yang tumpang tindih. Kalau tidak ada kesepakatan, lebih baik dicabut. Karena banyak IUP juga tak setor dana reklamasi ke pemerintah daerah. Lebih baik dihentikan daripada kerusakan lingkungannya tambah parah. Lagipula masing-masing pemegang IUP merasa benar,” jelasnya.

Dia menjelaskan, total luas lahan dari IUP non C&C mencapai sekitar 2 juta hektare. Jika izin tersebut akhir dicabut, pihaknya berencana untuk mengubah lahan tersebut wilayah pencadangan negara (WPN). WPN merupakan wilayah pertambangan yang dicadangkan oleh negara untuk kepentingan strategis.

“Dengan begitu aksi pertambangan ilegal bisa diminimalisir. Namun, langkah ini butuh persetujuan dengan DPR. Karena itu, kami akan konsultasikan rencana ini ke DPR,” ungkapnya.

Dia menegaskan, penindakan yang tegas terhadap IUP non C&C perlu dilakukan. Selain meningkatkan resiko illegal mining, jumlah perusahaan pertambangan yang terlalu banyak bisa membuat iklim industri memburuk. Salah satunya, industri pertambangan batubara yang kini masih bergelut dengan harga rendah.

“Karena terlalu banyak perusahaan yang memproduksi batubara, pasar mengalami oversuplai. Alhasil, Harga Batubara Acuan (HBA) Indonesia pada September pun masih di level USD 69,69 per ton. Padahal, HBA secara normal bisa menyentuh angka USD 90 per ton,” ungkapnya. (bil)

Jjumlah perusahaan pertambangan yang terlalu banyak bisa membuat iklim industri memburuk. Salah satunya, industri pertambangan batubara.
Jjumlah perusahaan pertambangan yang terlalu banyak bisa membuat iklim industri memburuk. Salah satunya, industri pertambangan batubara.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah tampaknya bakal mengambil tindakan tegas terkait pembenahan perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) pada awal 2015. Hal tersebut seiring masih lambatnya penataan IUP dengan status non clear and clean (C&C) di Indoneia. Pemerintah saat ini berencana untuk mencabut IUP tersebut dan menjadikan wilayah pencadangan negara (WPN).

Direktur Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar mengatakan, pihaknya bersiap untuk mengambil sikap tegas terhadap pemegang IUP yang masih bermasalah. Pasalnya, sampai saat ini masih belum terlihat perubahan signifikan dari penyelesaian IUP di tingkat pemerintah daerah.

“Akhir tahun ini sudah disepakati harus selesai. Kalau tidak selesai, maka IUP non C&C yang tersisa akan dicabut. Saya akan sampaikan ini ke pak Menteri (ESDM). Kemudian diajukan ke DPR,” ungkapnya di Jakarta kemarin (31/10).

Dia menjelaskan, 5.969 pemegang IUP sudah menyandang status C&C. Jumlah itu mencapai 55,3 persen dari total IUP yang tercatat di pemerintahan sebanyak 10.776 perusahaan. Di sisi lain, masih ada 4.807 yang belum meraih C&C. Selama diserahkan ke pemerintah daerah, terdapat 282 IUP yang akhirnya ditutup.

“Kebanyakan dari perusahaan yang belum memperoleh C&C disebabkan wilayah yang tumpang tindih. Kalau tidak ada kesepakatan, lebih baik dicabut. Karena banyak IUP juga tak setor dana reklamasi ke pemerintah daerah. Lebih baik dihentikan daripada kerusakan lingkungannya tambah parah. Lagipula masing-masing pemegang IUP merasa benar,” jelasnya.

Dia menjelaskan, total luas lahan dari IUP non C&C mencapai sekitar 2 juta hektare. Jika izin tersebut akhir dicabut, pihaknya berencana untuk mengubah lahan tersebut wilayah pencadangan negara (WPN). WPN merupakan wilayah pertambangan yang dicadangkan oleh negara untuk kepentingan strategis.

“Dengan begitu aksi pertambangan ilegal bisa diminimalisir. Namun, langkah ini butuh persetujuan dengan DPR. Karena itu, kami akan konsultasikan rencana ini ke DPR,” ungkapnya.

Dia menegaskan, penindakan yang tegas terhadap IUP non C&C perlu dilakukan. Selain meningkatkan resiko illegal mining, jumlah perusahaan pertambangan yang terlalu banyak bisa membuat iklim industri memburuk. Salah satunya, industri pertambangan batubara yang kini masih bergelut dengan harga rendah.

“Karena terlalu banyak perusahaan yang memproduksi batubara, pasar mengalami oversuplai. Alhasil, Harga Batubara Acuan (HBA) Indonesia pada September pun masih di level USD 69,69 per ton. Padahal, HBA secara normal bisa menyentuh angka USD 90 per ton,” ungkapnya. (bil)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/