26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Susi Jadi Menteri, Pamor Perempuan Bertato Happening

Foto: Dite Surendra/Jawa Pos METAMORFOSIS: Tato kupu-kupu Natasha Oen yang menggambarkan perubahan dirinya.
Foto: Dite Surendra/Jawa Pos
METAMORFOSIS: Tato kupu-kupu Natasha Oen yang menggambarkan perubahan dirinya.

SUMUTPOS.CO – Sejak Susi Pudjiastuti yang diangkat sebagai menteri kelautan dan perikanan terlihat memiliki tato, isu seni rajah tubuh pada perempuan menjadi begitu happening. Susi tidak sendiri. Ada sejumlah perempuan lain yang juga menyukai tato. Dan, mereka memiliki cerita di balik gambar yang dipilih.

Tato tak ubahnya perhiasan, menempel di tubuh untuk memberikan aksen yang mengekspresikan kepribadian. Bedanya, bila jewelry atau aksesori lain bisa dengan mudah dilepas, tato selamanya melekat di tubuh.

Karena itu, keputusan merajah tubuh sebenarnya bukan perkara sepele. Penasaran biasanya menjadi alasan saat kali pertama merajah tubuh. Tapi, tato-tato selanjutnya biasanya dibuat dengan tujuan dan makna-makna yang lebih dalam.

Pencinta tato yang tinggal di Bali, Dwi Christy Siahaan, 32, misalnya. Tato pertamanya dibuat untuk memenuhi rasa ingin tahu. ’’Kata orang, ditato itu sakit, tapi kok banyak banget yang mau disakiti?’’ tanyanya retoris.

Setelah dicoba, memang rasanya sakit. Padahal, dia hanya membuat tato hati berukuran kecil di punggung. Tapi, seperti kata orang, tato itu bikin kecanduan. Tato lain menyusul beberapa tahun kemudian setelah usianya semakin matang dan tahu jalan hidupnya berada di jalur seni. ’’’Bertato tidak mengubah saya dan kemampuan saya. Isi kepala kita nggak bakal berubah hanya karena membuat kulit kita berhias,’’ ungkap perempuan yang berprofesi sebagai desainer grafis itu.

Christy punya rentetan tato yang menjadi pengingat perjalanan hidupnya. Perempuan kelahiran Surabaya itu sempat dua kali mengalami kegagalan rumah tangga. ’’Saya mikir apa sih maunya hidup ini. Tapi, setelah melaluinya, saya merasa jadi lebih dewasa,’’ jelas ibu dua anak tersebut.

Saat itulah dirinya membuat tato bergambar tengkorak dan di bawahnya bertulis Life is indeed A Game. Hidup ini tak lebih dari sebuah permainan hingga mati. ’’Jadi jalani aja, jangan terlalu lebay, galau, menyesali diri,’’ jelasnya.

Menyusul kemudian Christy mengguratkan tulisan En Nombre De Dios (dalam nama Tuhan). ’’Ya, meski hidup cuma permainan aja, serahkan permainan ini dalam Tuhan,’’ imbuhnya.

Setiap melihat rentetan tato itu, Christy sedikit banyak merasa diingatkan. Kini dia kembali rujuk bersama suami pertamanya. Tato lain yang penting, dia memasang foto anaknya di lengan.

Emosi yang sama dirasakan Natasha Oen terhadap tato. Perempuan yang berprofesi sebagai model catwalk ini punya tato bergambar kupu-kupu di belakang leher dan pinggangnya. ’’Saya suka kupu-kupu soalnya cantik. Lagi pula, ini seperti menggambarkan saya yang bermetamorfosis. Dari ulat yang jelek, jadi sesuatu yang lebih baik,’’ ungkapnya.

Dulu, Natasha tomboi. Hobinya saat kecil adalah mengejar layang-layang. ’’Jalan saja kayak cowok banget. Ayah sampai prihatin dan akhirnya nyuruh belajar modeling. Ternyata itu mengubah saya,’’ jelas ibu dua anak tersebut.

Bagi Natasha, tato adalah simbol masa mudanya yang penuh rasa ingin tahu dan sedang mencari jati diri. ’’Jujur aja, dulu orang lihat tatoku takjub. Mereka bilang keren. Tapi, kalau sekarang makin berumur, malah ditanyain nggak pengin hapus tato?’’ ungkapnya.

Mengoleksi tato bermakna juga dilakukan Nadya Natassya, 28. Perempuan yang merajah tubuhnya sejak lulus SMA itu punya lima tato. Letaknya kaki sebelah kiri, tangan full sebelah kiri, dan punggung. Nadya sengaja menaruh tato di sebelah kiri agar tetap bisa melihat bagian tubuh yang masih bersih, yaitu bagian kanan. ’’Paling favorit ya tato pertama. Gambarnya clover. Buatku artinya bring me luck,’’ tuturnya.

Menurut Anneke Fitrianti, tattoo artist asal Jogjakarta, begitulah seharusnya ketika seseorang membuat tato. ’’Siapa pun yang ingin tato harus sadar dan paham dengan yang dia inginkan,’’ kata tattoo artist yang berusaha selalu memperhatikan kondisi psikologis kliennya tersebut.

Anneke tak mau menerima klien yang membuat tato dalam keadaan mabuk, di bawah pengaruh obat-obatan, di bawah 18 tahun, dan sedang hamil. Bahkan, klien yang iseng-iseng pun tak jarang ditolaknya. Iseng yang dimaksud adalah si klien datang tanpa tujuan ingin ditato bergambar atau bertulis apa.

’’Tipe begini nggak saya layani. Saya nggak mau risiko dia nggak suka tatonya dan pengin revisi. Jadi, aku suruh pulang dan boleh balik 2–3 hari kalau masih pengin tato,’’ paparnya.

Bila ingin membuat tato, menurut Anneke, usahakan ada artinya. Tato yang dibuat tanpa makna akan cepat membuat bosan pemiliknya. ’’Nggak jarang tato mereka minta ditimpa gambar lain atau diwarna lain. Akan jadi semakin jelek,’’ ungkapnya.

Ditanya mengenai tanggapan orang kepada perempuan bertato, dirinya tidak terlalu memikirkan. Pandangan miring datang dari stigma dan itu bisa diubah jika pemilik tato menunjukkan sikap yang baik-baik saja. ’’Jangan mengucilkan diri. Membaurlah seperti biasa saja. Bertato bukan alien. Jadi santai saja,’’ saran Anneke.

Dia percaya, ketika seseorang bersikap baik dan ramah kepada orang lain, tidak jadi masalah apakah bertato atau tidak. ’’Sama tetangga akrab, nggak bakal terjadi apa-apa. Saya sih beraktivitas seperti biasa. Antar jemput anak. Berinteraksi dengan sekitar,’’ papar perempuan yang koleksi tatonya bisa ditilik di akun Instagram @annekefitrianti itu. (puz/cik/c17/nda)

Foto: Dite Surendra/Jawa Pos METAMORFOSIS: Tato kupu-kupu Natasha Oen yang menggambarkan perubahan dirinya.
Foto: Dite Surendra/Jawa Pos
METAMORFOSIS: Tato kupu-kupu Natasha Oen yang menggambarkan perubahan dirinya.

SUMUTPOS.CO – Sejak Susi Pudjiastuti yang diangkat sebagai menteri kelautan dan perikanan terlihat memiliki tato, isu seni rajah tubuh pada perempuan menjadi begitu happening. Susi tidak sendiri. Ada sejumlah perempuan lain yang juga menyukai tato. Dan, mereka memiliki cerita di balik gambar yang dipilih.

Tato tak ubahnya perhiasan, menempel di tubuh untuk memberikan aksen yang mengekspresikan kepribadian. Bedanya, bila jewelry atau aksesori lain bisa dengan mudah dilepas, tato selamanya melekat di tubuh.

Karena itu, keputusan merajah tubuh sebenarnya bukan perkara sepele. Penasaran biasanya menjadi alasan saat kali pertama merajah tubuh. Tapi, tato-tato selanjutnya biasanya dibuat dengan tujuan dan makna-makna yang lebih dalam.

Pencinta tato yang tinggal di Bali, Dwi Christy Siahaan, 32, misalnya. Tato pertamanya dibuat untuk memenuhi rasa ingin tahu. ’’Kata orang, ditato itu sakit, tapi kok banyak banget yang mau disakiti?’’ tanyanya retoris.

Setelah dicoba, memang rasanya sakit. Padahal, dia hanya membuat tato hati berukuran kecil di punggung. Tapi, seperti kata orang, tato itu bikin kecanduan. Tato lain menyusul beberapa tahun kemudian setelah usianya semakin matang dan tahu jalan hidupnya berada di jalur seni. ’’’Bertato tidak mengubah saya dan kemampuan saya. Isi kepala kita nggak bakal berubah hanya karena membuat kulit kita berhias,’’ ungkap perempuan yang berprofesi sebagai desainer grafis itu.

Christy punya rentetan tato yang menjadi pengingat perjalanan hidupnya. Perempuan kelahiran Surabaya itu sempat dua kali mengalami kegagalan rumah tangga. ’’Saya mikir apa sih maunya hidup ini. Tapi, setelah melaluinya, saya merasa jadi lebih dewasa,’’ jelas ibu dua anak tersebut.

Saat itulah dirinya membuat tato bergambar tengkorak dan di bawahnya bertulis Life is indeed A Game. Hidup ini tak lebih dari sebuah permainan hingga mati. ’’Jadi jalani aja, jangan terlalu lebay, galau, menyesali diri,’’ jelasnya.

Menyusul kemudian Christy mengguratkan tulisan En Nombre De Dios (dalam nama Tuhan). ’’Ya, meski hidup cuma permainan aja, serahkan permainan ini dalam Tuhan,’’ imbuhnya.

Setiap melihat rentetan tato itu, Christy sedikit banyak merasa diingatkan. Kini dia kembali rujuk bersama suami pertamanya. Tato lain yang penting, dia memasang foto anaknya di lengan.

Emosi yang sama dirasakan Natasha Oen terhadap tato. Perempuan yang berprofesi sebagai model catwalk ini punya tato bergambar kupu-kupu di belakang leher dan pinggangnya. ’’Saya suka kupu-kupu soalnya cantik. Lagi pula, ini seperti menggambarkan saya yang bermetamorfosis. Dari ulat yang jelek, jadi sesuatu yang lebih baik,’’ ungkapnya.

Dulu, Natasha tomboi. Hobinya saat kecil adalah mengejar layang-layang. ’’Jalan saja kayak cowok banget. Ayah sampai prihatin dan akhirnya nyuruh belajar modeling. Ternyata itu mengubah saya,’’ jelas ibu dua anak tersebut.

Bagi Natasha, tato adalah simbol masa mudanya yang penuh rasa ingin tahu dan sedang mencari jati diri. ’’Jujur aja, dulu orang lihat tatoku takjub. Mereka bilang keren. Tapi, kalau sekarang makin berumur, malah ditanyain nggak pengin hapus tato?’’ ungkapnya.

Mengoleksi tato bermakna juga dilakukan Nadya Natassya, 28. Perempuan yang merajah tubuhnya sejak lulus SMA itu punya lima tato. Letaknya kaki sebelah kiri, tangan full sebelah kiri, dan punggung. Nadya sengaja menaruh tato di sebelah kiri agar tetap bisa melihat bagian tubuh yang masih bersih, yaitu bagian kanan. ’’Paling favorit ya tato pertama. Gambarnya clover. Buatku artinya bring me luck,’’ tuturnya.

Menurut Anneke Fitrianti, tattoo artist asal Jogjakarta, begitulah seharusnya ketika seseorang membuat tato. ’’Siapa pun yang ingin tato harus sadar dan paham dengan yang dia inginkan,’’ kata tattoo artist yang berusaha selalu memperhatikan kondisi psikologis kliennya tersebut.

Anneke tak mau menerima klien yang membuat tato dalam keadaan mabuk, di bawah pengaruh obat-obatan, di bawah 18 tahun, dan sedang hamil. Bahkan, klien yang iseng-iseng pun tak jarang ditolaknya. Iseng yang dimaksud adalah si klien datang tanpa tujuan ingin ditato bergambar atau bertulis apa.

’’Tipe begini nggak saya layani. Saya nggak mau risiko dia nggak suka tatonya dan pengin revisi. Jadi, aku suruh pulang dan boleh balik 2–3 hari kalau masih pengin tato,’’ paparnya.

Bila ingin membuat tato, menurut Anneke, usahakan ada artinya. Tato yang dibuat tanpa makna akan cepat membuat bosan pemiliknya. ’’Nggak jarang tato mereka minta ditimpa gambar lain atau diwarna lain. Akan jadi semakin jelek,’’ ungkapnya.

Ditanya mengenai tanggapan orang kepada perempuan bertato, dirinya tidak terlalu memikirkan. Pandangan miring datang dari stigma dan itu bisa diubah jika pemilik tato menunjukkan sikap yang baik-baik saja. ’’Jangan mengucilkan diri. Membaurlah seperti biasa saja. Bertato bukan alien. Jadi santai saja,’’ saran Anneke.

Dia percaya, ketika seseorang bersikap baik dan ramah kepada orang lain, tidak jadi masalah apakah bertato atau tidak. ’’Sama tetangga akrab, nggak bakal terjadi apa-apa. Saya sih beraktivitas seperti biasa. Antar jemput anak. Berinteraksi dengan sekitar,’’ papar perempuan yang koleksi tatonya bisa ditilik di akun Instagram @annekefitrianti itu. (puz/cik/c17/nda)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/