25.6 C
Medan
Thursday, May 9, 2024

Tak Boleh Kaku Bagi Tugas

Bila Istri Melebihi Suami

Belakangan, peran perempuan dalam rumah tangga berubah. Istri tak lagi berada di belakang suami, tapi di samping atau bahkan di depan. Karir lebih cemerlang, penghasilan lebih tinggi, dan secara personal lebih populer. Jika tidak disikapi dengan bijaksana, tidak tertutup kemungkinan terjadi kecemburuan yang mengarah pada perselisihan.

Menurut psikolog Jimmy Ellya Kurniawan SPsi MPsi, ada beberapa poin yang perlu dipahami dan dilakukan. Yang pertama, sejak awal hubungan, baik perempuan maupun laki-laki, perlu memiliki kesamaan pandangan tentang gender. Kini, bukan lagi zamannya laki-laki memonopoli bidang tertentu. Tidak sedikit juga perempuan yang telah menguasainya.

“Bahkan, posisi pemimpin mulai diisi perempuan,” ujar dosen Fakultas Psikologi  Universitas Ciputra itu. Dengan pemahaman yang sama, tak perlu lagi laki-laki merasa harus berpenghasilan lebih tinggi daripada perempuan (pasangannya). Sebaliknya dan  ini lebih penting, jangan sampai perempuan merasa berada di atas angin. Sekali lagi, tetap berada pada koridor bahwa semua punya peluang yang sama untuk sukses. Bisa jadi juga kan, kelak suami yang melesat karirnya dan kebanjiran rezeki?

Berikutnya, sangat penting membagi peran dalam keluarga. “Ini pun perlu dilakukan sejak langkah awal membentuk keluarga,” kata Jimmy. Misalnya, membagi tugas  dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Terlebih, keduanya (suami istri) sama-sama bekerja di luar rumah. Jika pada perkembangannya jam kerja istri menjadi lebih panjang lantaran posisi yang tinggi, perlu ada diskusi dan kesepakatan baru. Perempuan perlu berterus terang mengenai tanggung jawabnya yang bertambah dalam pekerjaan.

Dengan kesadaran persamaan gender seperti poin sebelumnya, suami semestinya tidak lagi kaku/memaksakan bagian tugas istri di rumah. Beberapa bisa dia ambil alih. Termasuk mengurus keperluan anak-anak. Atau, jika suami pun berniat semakin giat bekerja, perlu memikirkan untuk mencari asisten atau pekerja rumah tangga. Tetapi,  tentu tidak bisa mengesampingkan anak-anak yang membutuhkan perhatian orang tua. “Jangan sampai berlomba sukses berkarir, lalu memangkas waktu untuk anak- anak,” tambah Jimmy.  (lie/c6/any/jpnn)

Bila Istri Melebihi Suami

Belakangan, peran perempuan dalam rumah tangga berubah. Istri tak lagi berada di belakang suami, tapi di samping atau bahkan di depan. Karir lebih cemerlang, penghasilan lebih tinggi, dan secara personal lebih populer. Jika tidak disikapi dengan bijaksana, tidak tertutup kemungkinan terjadi kecemburuan yang mengarah pada perselisihan.

Menurut psikolog Jimmy Ellya Kurniawan SPsi MPsi, ada beberapa poin yang perlu dipahami dan dilakukan. Yang pertama, sejak awal hubungan, baik perempuan maupun laki-laki, perlu memiliki kesamaan pandangan tentang gender. Kini, bukan lagi zamannya laki-laki memonopoli bidang tertentu. Tidak sedikit juga perempuan yang telah menguasainya.

“Bahkan, posisi pemimpin mulai diisi perempuan,” ujar dosen Fakultas Psikologi  Universitas Ciputra itu. Dengan pemahaman yang sama, tak perlu lagi laki-laki merasa harus berpenghasilan lebih tinggi daripada perempuan (pasangannya). Sebaliknya dan  ini lebih penting, jangan sampai perempuan merasa berada di atas angin. Sekali lagi, tetap berada pada koridor bahwa semua punya peluang yang sama untuk sukses. Bisa jadi juga kan, kelak suami yang melesat karirnya dan kebanjiran rezeki?

Berikutnya, sangat penting membagi peran dalam keluarga. “Ini pun perlu dilakukan sejak langkah awal membentuk keluarga,” kata Jimmy. Misalnya, membagi tugas  dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Terlebih, keduanya (suami istri) sama-sama bekerja di luar rumah. Jika pada perkembangannya jam kerja istri menjadi lebih panjang lantaran posisi yang tinggi, perlu ada diskusi dan kesepakatan baru. Perempuan perlu berterus terang mengenai tanggung jawabnya yang bertambah dalam pekerjaan.

Dengan kesadaran persamaan gender seperti poin sebelumnya, suami semestinya tidak lagi kaku/memaksakan bagian tugas istri di rumah. Beberapa bisa dia ambil alih. Termasuk mengurus keperluan anak-anak. Atau, jika suami pun berniat semakin giat bekerja, perlu memikirkan untuk mencari asisten atau pekerja rumah tangga. Tetapi,  tentu tidak bisa mengesampingkan anak-anak yang membutuhkan perhatian orang tua. “Jangan sampai berlomba sukses berkarir, lalu memangkas waktu untuk anak- anak,” tambah Jimmy.  (lie/c6/any/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/