28.9 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Sering Jawab Tak Tahu, Hakim Tuding PR II USU Berbohong

Foto: PM Pembantu Rektor II USU, Armansyah Ginting, sering menjawab tidak tahu, saat menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan peralatan farmasi dan etnomusikologi tahun 2010, di Pengadilan Tipikor PN Medan, Rabu (1/4).
Foto: PM
Pembantu Rektor II USU, Armansyah Ginting, sering menjawab tidak tahu, saat menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan peralatan farmasi dan etnomusikologi tahun 2010, di Pengadilan Tipikor PN Medan, Rabu (1/4).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Karena sering menjawab pertanyaan dengan kata tidak tahu membuat hakim anggota, Tirta Winata gerah dan menuding Pembantu Rektor (PR) II USU yakni, Prof Armansyah Ginting berbohong dan menutup-nutupi sesuatu dalam kasus korupsi pengadaan peralatan farmasi dan etnomusikologi tahun 2010.

Tudingan ini dilontarkan hakim karena Armansyah kerap menjawab tidak tahu saat ditanya tentang pelaksanaan proyek pengadaan peralatan di Fakultas Farmasi dan Fakultas Ilmu Budaya (Sastra) USU tahun 2010 senilai Rp 13,4 miliar, dengan terdakwa Abdul Hadi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), saat sidang di ruang utama Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (1/4) siang.

“Saudara saksi, kenapa setiap pertanyaan dijawab dengan tidak tahu, sepertinya ada berlindung di balik ketidaktahuan saudara,” tegas hakim Tirta Winata. Majelis hakim juga terlihat heran karena seolah-olah pengadaan peralatan farmasi dan etnomusikologi itu sepenuhnya tanggungjawab terdakwa.

“Dari jawaban saudara seolah-olah proyek ini dilaksanakan sendiri oleh terdakwa,” kata hakim Adhoc Tipikor itu.

Menanggapi pernyataan Tirta tersebut, Armansyah yang diperiksa sebagai saksi mengatakan tidak bisa menjawab. “Soal itu saya tidak bisa menjawab bapak. Mohon maaf bapak,” terangnya dengan nada lemah lembut.

Dalam keterangannya menjawab pertanyaan hakim dan jaksa, Armansyah mengaku tidak mengetahui dan tidak terkait dalam proyek yang didanai APBN 2010 tersebut. Dia mengaku mengetahui adanya proyek tersebut setelah ada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan dari dokumen-dokumen yang diperlihatkan penyidik kepadanya.

Namun, dia mengakui pada 16 Agustus 2010, dirinya menandatangani surat yang ditujukan kepada Dekan Farmasi dan Dekan Sastra agar membuat spesifikasi harga. Menurut dia, surat itu ditandatangani atas permintaan Abdul Hadi dan Suranto.

“Saat itu, Abdul Hadi dan Suranto menemui saya minta tolong agar saya menandatangani surat itu. Karena Dekan Farmasi dan Sastra belum membuat spesifikasi harga sedangkan waktunya sudah mendekati,” jelasnya.

Armansyah juga mengaku tidak pernah menerima balasan surat itu. Dia baru mengetahui ada balasan surat tersebut setelah membaca laporan BPK.

“Saya tidak tahu apakah proyek pengadaan itu terlaksana atau tidak,” katanya. Dalam keterangannya, Armansyah menyatakan mengetahui proyek pengadaan peralatan farmasi dan etnomusikologi tersebut setelah membaca laporan BPK dan dokumen-dokumen yang diperlihatkan penyidik.

Foto: PM Pembantu Rektor II USU, Armansyah Ginting, sering menjawab tidak tahu, saat menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan peralatan farmasi dan etnomusikologi tahun 2010, di Pengadilan Tipikor PN Medan, Rabu (1/4).
Foto: PM
Pembantu Rektor II USU, Armansyah Ginting, sering menjawab tidak tahu, saat menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan peralatan farmasi dan etnomusikologi tahun 2010, di Pengadilan Tipikor PN Medan, Rabu (1/4).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Karena sering menjawab pertanyaan dengan kata tidak tahu membuat hakim anggota, Tirta Winata gerah dan menuding Pembantu Rektor (PR) II USU yakni, Prof Armansyah Ginting berbohong dan menutup-nutupi sesuatu dalam kasus korupsi pengadaan peralatan farmasi dan etnomusikologi tahun 2010.

Tudingan ini dilontarkan hakim karena Armansyah kerap menjawab tidak tahu saat ditanya tentang pelaksanaan proyek pengadaan peralatan di Fakultas Farmasi dan Fakultas Ilmu Budaya (Sastra) USU tahun 2010 senilai Rp 13,4 miliar, dengan terdakwa Abdul Hadi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), saat sidang di ruang utama Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (1/4) siang.

“Saudara saksi, kenapa setiap pertanyaan dijawab dengan tidak tahu, sepertinya ada berlindung di balik ketidaktahuan saudara,” tegas hakim Tirta Winata. Majelis hakim juga terlihat heran karena seolah-olah pengadaan peralatan farmasi dan etnomusikologi itu sepenuhnya tanggungjawab terdakwa.

“Dari jawaban saudara seolah-olah proyek ini dilaksanakan sendiri oleh terdakwa,” kata hakim Adhoc Tipikor itu.

Menanggapi pernyataan Tirta tersebut, Armansyah yang diperiksa sebagai saksi mengatakan tidak bisa menjawab. “Soal itu saya tidak bisa menjawab bapak. Mohon maaf bapak,” terangnya dengan nada lemah lembut.

Dalam keterangannya menjawab pertanyaan hakim dan jaksa, Armansyah mengaku tidak mengetahui dan tidak terkait dalam proyek yang didanai APBN 2010 tersebut. Dia mengaku mengetahui adanya proyek tersebut setelah ada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan dari dokumen-dokumen yang diperlihatkan penyidik kepadanya.

Namun, dia mengakui pada 16 Agustus 2010, dirinya menandatangani surat yang ditujukan kepada Dekan Farmasi dan Dekan Sastra agar membuat spesifikasi harga. Menurut dia, surat itu ditandatangani atas permintaan Abdul Hadi dan Suranto.

“Saat itu, Abdul Hadi dan Suranto menemui saya minta tolong agar saya menandatangani surat itu. Karena Dekan Farmasi dan Sastra belum membuat spesifikasi harga sedangkan waktunya sudah mendekati,” jelasnya.

Armansyah juga mengaku tidak pernah menerima balasan surat itu. Dia baru mengetahui ada balasan surat tersebut setelah membaca laporan BPK.

“Saya tidak tahu apakah proyek pengadaan itu terlaksana atau tidak,” katanya. Dalam keterangannya, Armansyah menyatakan mengetahui proyek pengadaan peralatan farmasi dan etnomusikologi tersebut setelah membaca laporan BPK dan dokumen-dokumen yang diperlihatkan penyidik.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/