SUMUTPOS.CO – Membikin hoax tidak selalu merekayasa data. Tetapi, bisa digunakan sistem campuran. Yaitu, mencampur data yang benar dengan yang palsu. Misalnya, informasi denda tilang terbaru yang berlaku per Juli 2017.
Pesan tersebut bernada informatif, sangat lengkap, dan mudah dipahami. Isinya memuat beragam jenis pelanggaran lalu lintas beserta dendanya. Mulai tidak membawa STNK, SIM, tidak mengenakan helm, sabuk pengaman, hingga pelanggaran rambu-rambu.
Yang membikin resah, di bawah informasi besaran denda tilang itu terdapat pesan agar tidak meminta damai ketika tertangkap polisi saat melakukan pelanggaran. Istilah kerennya meminta 86. Termasuk ketika polisi memberikan penawaran damai agar ditolak. ’’Polisi menawarkan damai, TOLAK SAJA karena itu HANYA PANCINGAN/JEBAKAN,’’ tulis pembuat pesan.
Dalam pesan itu juga tertulis, meminta damai dan memberi uang saat kena tilang masuk kategori penyuapan. Nah, Kapolri menginstruksi seluruh anggotanya untuk menangkap penyuap polisi. Sebagai imbalannya, polisi mendapat bonus Rp 10 juta per penyuap. Sedangkan penyuap akan dihukum sepuluh tahun penjara.
Kabagpenum Divhumas Mabes Polri Kombespol Martinus Sitompul ikut mengecek kebenaran informasi data tersebut. Hasilnya, diketahui bahwa tarif tilang dalam informasi yang beredar itu benar. ’’Memang sama dengan dalam aturan,” ujarnya. Hanya, tarif itu dirumuskan melalu UU pada 2009, dan berlaku sejak 2010. Bukan mulai 2017.
Namun, ada kombinasi informasi yang benar dengan yang palsu. ’’Informasi terkait instruksi Kapolri itu hoax. Produsen hoax mencoba untuk meyakinkan masyarakat dengan mengombinasikan yang benar dengan yang salah,’’ jelasnya.
Tetapi, tidak salah jika kita mengambil sisi baiknya. Lebih baik menaati rambu-rambu lalu lintas demi keselamatan bersama. Sekaligus tidak perlu membayar denda tilang. Uangnya bisa digunakan untuk ngopi sampai puas. (idr/eko/gun/c4/fat)