29 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Sambo cs Bisa Saja Bebas, Komnas HAM Ingatkan Polisi Perkuat Bukti

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ketua Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan kekhawatirannya di kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, di mana bisa saja para tersangka bebas. Pasalnya, sejauh ini, dalam kasus kematian Brigadir J, polisi mendapatkan banyak sekali keterangan ataupun pengakuan yang berbeda-beda.

“Yang berbahaya adalah, inikan semua banyak sekali berdasarkan kesaksian-kesaksian, pengakuan-pengakuan. Kasus pembunuhan ya. Bukan kekerasan seksual. Kalau kekerasan seksual, pegangannya UU TPKS. Kesaksian (bisa) jadi alat bukti (di UU TPKS),” ujar Taufan, Jumat (2/9).

Taufan menjelaskan, kesaksian itu lemah dalam kasus tindak pidana umum, tidak seperti di kasus kekerasan seksual yang bisa dijadikan alat bukti. Sehingga, polisi membutuhkan alat bukti dan barang bukti lain, bukan sekadar pengakuan para tersangka dan saksi-saksi.

Taufan mengaku khawatir, apabila para tersangka di kasus pembunuhan Brigadir J tiba-tiba menarik kesaksian mereka. “Yang saya khawatirkan kalau misalnya mereka ini kemudian bersama-sama menarik pengakuannya. BAP (berita acara pemeriksaan) dibatalkan sama mereka, dibantah. Kacau itukan,” tuturnya.

Taufan menyebutkan, para tersangka seperti Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, hingga Kuat Ma’ruf bisa bebas, sehingga yang tersisa hanyalah Bharada Richard Eliezer. Bharada E diketahui telah sepakat menjadi justice collaborator. Dia kini berada di bawah kendali penyidik dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Bharada E pun sudah mengakui jika dirinya menembak Brigadir J. Hanya, penembakan dilakukan atas perintah bosnya, Ferdy Sambo. “Tapi Kuat, Susi, Ricky, Yogi, Romer, segala macam, kan masih di bawah kendali Sambo semua. Itu bahaya,” kata Taufan.

Kemudian, Taufan menyinggung kasus pembunuhan buruh perempuan bernama Marsinah. Kala itu, tujuh terdakwa pembunuhan Marsinah divonis bebas karena di persidangan bergantung pada saksi mahkota. “Jadi si A menjadi saksi buat si B, si C, si D. Si D menjadi saksi si B, si A, si C,” ucapnya. Dengan demikian, Taufan menduga kejadian bebasnya para terdakwa di kasus Marsinah bisa terulang di kasus pembunuhan Brigadir J.

Dia menekankan kejadian itu bukan terjadi karena hakim di pengadilan disuap. Melainkan, karena hakim tidak bisa diyakinkan hanya dengan kesaksian. Walau begitu, Taufan yakin Polisi sudah menyimpan bukti penting kasus kematian Brigadir J untuk meyakinkan hakim. “Kelihatannya penyidik itu punya bukti lain yang mereka sudah simpan. Kan enggak mungkin semua juga dikasihnya ke Komnas HAM, wewenang mereka, masa kami paksa-paksa,” imbuh Taufan. Sebelumnya, Taufan juga menekankan agar konstruksi kasus pembunuhan berencana Brigadir J ini dibuat dengan kuat.

Caranya, dengan didukung alat bukti yang kuat, bukan hanya berdasarkan pengakuan. “Sebab, dalam pengamatan kami, masih sangat bergantung pada pengakuan-pengakuan. Sekarang, terutama penyidik, kami dorong untuk terus mencari barang-barang bukti lain yang sudah hilang, dipindahkan, atau dirusak karena adanya obstruction of justice (perintangan penyidikan),” katanya.

Menurut Taufan, pencarian alat bukti sangat penting karena hingga kini, keterangan dari beberapa tersangka masih berubah atau ada perbedaan antara satu tersangka dan tersangka yang lain. Salah satu yang krusial, perbedaan keterangan tentang pihak yang menembak Nofriansyah dan jenis senjata yang digunakan. Eliezer berkeyakinan tiga kali menembak dan selanjutnya ditembak Ferdy, berbeda dengan keterangan Ferdy.

Belum Ajukan Banding

Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo mengaku akan mengajukan banding atas putusan pemecatan dari Polri. Namun sampai saat ini, Sambo belum juga mengirimkan memori banding.

“Sampai dengan hari ini informasi dari pak Karo Wabprof untuk memori banding Irjen FS atau saudara FS belum diterima,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jumat (2/9).

Kendati demikian, Biro Wabprof bersama Divkum Polri tetap mempersiapkan sidang banding. Apabila memori banding diterima, maka sidang bisa langsung dilaksanakan. “Sidang komisi banding ini akan dipimpin Pati bintang tiga, dan sifatnya juga akan berproses, dalam waktu 21 hari sidang komisi banding diharapkan sudah memutuskan hasil banding,” jelas Dedi.

Sebelumnya, Ferdy Sambo resmi dikenakan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari institusi Polri. Dengan begitu pangkatnya sebagai Inspektur Jenderal (Irjen) resmi dicabut. Keputusan ini diambil usai Ferdy Sambo menjalani sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) yang dipimpin oleh Kabaintelkam Polri, Komjen Pol Ahmad Dofiri.

Dalam sidang ini Ferdy dinyatakan bersalah dalam kasus pembunuhan berencana kepada Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. “Dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota polri,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (26/8). Pimpinan sidang menilai yang dilakukan Sambo adalah perbuatan tercela. Oleh karena itu, secara administrasi, Sambo juga dihukum penempatan khusus selama 21 hari.

Pengaruh Sambo Masih Kuat

Sementara istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi belum juga dilakukan penahanan meski berstatus tersangka. Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menduga, pengaruh Irjen Pol Ferdy Sambo masih kuat sehingga istrinya belum juga ditahan.

Padahal, Putri merupakan salah satu tersangka kasus dugaan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. “Pengaruh FS (Ferdy Sambo) masih kuat di internal, sehingga banyak yang masih enggan untuk menahan istrinya,” kata Bambang kepada wartawan, Jumat (2/9).

Selain itu, lanjut Bambang, empati kepolisian terhadap istri jenderal bintang dua Polri yang memiliki anak masih kecil turut diduga dijadikan sebagai pertimbangan. “Empati pada seorang perempuan, mantan Bhayangkari,” ucap Bambang.

Senada juga disampaikan Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Ali Irfan menyebut, belum ditahannya Putri Candrawathi dapat mengusik keadilan publik. Sehingga menimbulkan spekulasi baru yang bisa mengganggu penuntasan kasus. “Jelas sangat mengecewakan karena dapat mengusik keadilan publik dan menimbulkan spekulasi baru di masyaraat,” ucap Ali.

Beberapa spekulasi yang muncul akibat Putri Candrawathi belum juga ditahan munculnya dugaan pengaruh Ferdy Sambo yang masih kuat di internal kepolisian. Pengaruh tersebut bahkan bisa saja disertai ancaman yang dapat mengganggu kredibiltas beberapa jenderal di kepolisian.

“Saya kira ini mempertegas spekulasi dugaan pengaruh Ferdy Sambo yang masih kuat di internal Kepolisian,” ujar Ali.

Oleh karena itu, untuk menegakkan rasa keadilan publik dan menutup spekulasi, kepolisian harus segera menahan Putri Candrawathi. Meski terdapat alasan terkait anak balita Putri Candrawathi yang berumur 1,5 tahun sulit untuk diterima, ini bukan menjadi alasan. “Penegak hukum dalam hal ini Kepolisian harus bertindak konsisten, objektif dan transparan dalam mengungkap kasus ini demi terwujudnya rasa keadilan masyarakat” pungkas Ali.(kps/jpc/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ketua Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan kekhawatirannya di kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, di mana bisa saja para tersangka bebas. Pasalnya, sejauh ini, dalam kasus kematian Brigadir J, polisi mendapatkan banyak sekali keterangan ataupun pengakuan yang berbeda-beda.

“Yang berbahaya adalah, inikan semua banyak sekali berdasarkan kesaksian-kesaksian, pengakuan-pengakuan. Kasus pembunuhan ya. Bukan kekerasan seksual. Kalau kekerasan seksual, pegangannya UU TPKS. Kesaksian (bisa) jadi alat bukti (di UU TPKS),” ujar Taufan, Jumat (2/9).

Taufan menjelaskan, kesaksian itu lemah dalam kasus tindak pidana umum, tidak seperti di kasus kekerasan seksual yang bisa dijadikan alat bukti. Sehingga, polisi membutuhkan alat bukti dan barang bukti lain, bukan sekadar pengakuan para tersangka dan saksi-saksi.

Taufan mengaku khawatir, apabila para tersangka di kasus pembunuhan Brigadir J tiba-tiba menarik kesaksian mereka. “Yang saya khawatirkan kalau misalnya mereka ini kemudian bersama-sama menarik pengakuannya. BAP (berita acara pemeriksaan) dibatalkan sama mereka, dibantah. Kacau itukan,” tuturnya.

Taufan menyebutkan, para tersangka seperti Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, hingga Kuat Ma’ruf bisa bebas, sehingga yang tersisa hanyalah Bharada Richard Eliezer. Bharada E diketahui telah sepakat menjadi justice collaborator. Dia kini berada di bawah kendali penyidik dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Bharada E pun sudah mengakui jika dirinya menembak Brigadir J. Hanya, penembakan dilakukan atas perintah bosnya, Ferdy Sambo. “Tapi Kuat, Susi, Ricky, Yogi, Romer, segala macam, kan masih di bawah kendali Sambo semua. Itu bahaya,” kata Taufan.

Kemudian, Taufan menyinggung kasus pembunuhan buruh perempuan bernama Marsinah. Kala itu, tujuh terdakwa pembunuhan Marsinah divonis bebas karena di persidangan bergantung pada saksi mahkota. “Jadi si A menjadi saksi buat si B, si C, si D. Si D menjadi saksi si B, si A, si C,” ucapnya. Dengan demikian, Taufan menduga kejadian bebasnya para terdakwa di kasus Marsinah bisa terulang di kasus pembunuhan Brigadir J.

Dia menekankan kejadian itu bukan terjadi karena hakim di pengadilan disuap. Melainkan, karena hakim tidak bisa diyakinkan hanya dengan kesaksian. Walau begitu, Taufan yakin Polisi sudah menyimpan bukti penting kasus kematian Brigadir J untuk meyakinkan hakim. “Kelihatannya penyidik itu punya bukti lain yang mereka sudah simpan. Kan enggak mungkin semua juga dikasihnya ke Komnas HAM, wewenang mereka, masa kami paksa-paksa,” imbuh Taufan. Sebelumnya, Taufan juga menekankan agar konstruksi kasus pembunuhan berencana Brigadir J ini dibuat dengan kuat.

Caranya, dengan didukung alat bukti yang kuat, bukan hanya berdasarkan pengakuan. “Sebab, dalam pengamatan kami, masih sangat bergantung pada pengakuan-pengakuan. Sekarang, terutama penyidik, kami dorong untuk terus mencari barang-barang bukti lain yang sudah hilang, dipindahkan, atau dirusak karena adanya obstruction of justice (perintangan penyidikan),” katanya.

Menurut Taufan, pencarian alat bukti sangat penting karena hingga kini, keterangan dari beberapa tersangka masih berubah atau ada perbedaan antara satu tersangka dan tersangka yang lain. Salah satu yang krusial, perbedaan keterangan tentang pihak yang menembak Nofriansyah dan jenis senjata yang digunakan. Eliezer berkeyakinan tiga kali menembak dan selanjutnya ditembak Ferdy, berbeda dengan keterangan Ferdy.

Belum Ajukan Banding

Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo mengaku akan mengajukan banding atas putusan pemecatan dari Polri. Namun sampai saat ini, Sambo belum juga mengirimkan memori banding.

“Sampai dengan hari ini informasi dari pak Karo Wabprof untuk memori banding Irjen FS atau saudara FS belum diterima,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jumat (2/9).

Kendati demikian, Biro Wabprof bersama Divkum Polri tetap mempersiapkan sidang banding. Apabila memori banding diterima, maka sidang bisa langsung dilaksanakan. “Sidang komisi banding ini akan dipimpin Pati bintang tiga, dan sifatnya juga akan berproses, dalam waktu 21 hari sidang komisi banding diharapkan sudah memutuskan hasil banding,” jelas Dedi.

Sebelumnya, Ferdy Sambo resmi dikenakan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari institusi Polri. Dengan begitu pangkatnya sebagai Inspektur Jenderal (Irjen) resmi dicabut. Keputusan ini diambil usai Ferdy Sambo menjalani sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) yang dipimpin oleh Kabaintelkam Polri, Komjen Pol Ahmad Dofiri.

Dalam sidang ini Ferdy dinyatakan bersalah dalam kasus pembunuhan berencana kepada Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. “Dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota polri,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (26/8). Pimpinan sidang menilai yang dilakukan Sambo adalah perbuatan tercela. Oleh karena itu, secara administrasi, Sambo juga dihukum penempatan khusus selama 21 hari.

Pengaruh Sambo Masih Kuat

Sementara istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi belum juga dilakukan penahanan meski berstatus tersangka. Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menduga, pengaruh Irjen Pol Ferdy Sambo masih kuat sehingga istrinya belum juga ditahan.

Padahal, Putri merupakan salah satu tersangka kasus dugaan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. “Pengaruh FS (Ferdy Sambo) masih kuat di internal, sehingga banyak yang masih enggan untuk menahan istrinya,” kata Bambang kepada wartawan, Jumat (2/9).

Selain itu, lanjut Bambang, empati kepolisian terhadap istri jenderal bintang dua Polri yang memiliki anak masih kecil turut diduga dijadikan sebagai pertimbangan. “Empati pada seorang perempuan, mantan Bhayangkari,” ucap Bambang.

Senada juga disampaikan Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Ali Irfan menyebut, belum ditahannya Putri Candrawathi dapat mengusik keadilan publik. Sehingga menimbulkan spekulasi baru yang bisa mengganggu penuntasan kasus. “Jelas sangat mengecewakan karena dapat mengusik keadilan publik dan menimbulkan spekulasi baru di masyaraat,” ucap Ali.

Beberapa spekulasi yang muncul akibat Putri Candrawathi belum juga ditahan munculnya dugaan pengaruh Ferdy Sambo yang masih kuat di internal kepolisian. Pengaruh tersebut bahkan bisa saja disertai ancaman yang dapat mengganggu kredibiltas beberapa jenderal di kepolisian.

“Saya kira ini mempertegas spekulasi dugaan pengaruh Ferdy Sambo yang masih kuat di internal Kepolisian,” ujar Ali.

Oleh karena itu, untuk menegakkan rasa keadilan publik dan menutup spekulasi, kepolisian harus segera menahan Putri Candrawathi. Meski terdapat alasan terkait anak balita Putri Candrawathi yang berumur 1,5 tahun sulit untuk diterima, ini bukan menjadi alasan. “Penegak hukum dalam hal ini Kepolisian harus bertindak konsisten, objektif dan transparan dalam mengungkap kasus ini demi terwujudnya rasa keadilan masyarakat” pungkas Ali.(kps/jpc/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/