25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Direktur PT TS Divonis Bebas Kasus Korupsi Kebun, Kejati Sumut Ajukan Kasasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) RI, pasca vonis bebas Direktur PT Tanjung Siram, Memet Soilangon Siregar, terdakwa korupsi jual beli kebun senilai Rp32 miliar di Kabupaten Simalungun, di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (1/11) kemarin.

SIDANG: Dua terdakwa korupsi jual beli kebun, saat menjalani persidangan secara virtual dari PN Medan, kemarin.

“Kami akan melakukan upaya hukum Kasasi untuk putusan bebas tersebut. Sebelum kami Kasasi tentunya kami akan melakukan kajian terhadap Putusan hakim tersebut,” ungkap Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sumut Yos A Tarigan, Rabu (3/11). 

“Dan untuk Kasasi ini Kejaksaan oleh karena Putusan Mahkamah Konstitusi dalam amar Putusannya Nomor 114/PUU-X/2012. Putusan ini “mempertegas” alasan yuridis Penuntut Umum untuk mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan bebas,” tegasnya.

Sebelumnya, Majelis hakim diketuai Jarihat Simarmata menyatakan terdakwa Memet tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan primair dan dakwaan subsidiair penuntut umum.

“Membebaskan terdakwa Memet Soilangon Siregar oleh karena itu dari semua dakwaan penuntut umum. Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya,” ujarnya.

Berbeda dengan Memet, majelis hakim yang sama menjatuhkan pidana 11 tahun penjara kepada terdakwa Dhanny Surya Satrya, selaku Kepala Cabang Pembantu (KCP) Bank Syariah Mandiri (BSM) Perdagangan.

Dia juga diharuskan membayar denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Selain itu, majelis hakim menghukum terdakwa dengan pembayaran uang pengganti kerugian negara sebesar Rp94.850.000, dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda atau asset terdakwa dapat disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama 3 tahun.

Terdakwa Dhanny terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tebtang pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. 

Sebelumnya, kedua terdakwa dituntut masing-masing selama 14 tahun penjara oleh JPU Kejari Simalungun, Asor Olodaiv Siagian.

Diketahui, dugaan korupsi terjadi pada November 2009 sampai dengan April 2016 terdakwa Dhanny Surya Satrya bersama-sama dengan terdakwa Memet Soilangon Siregar (berkas terpisah), menerima permohonan investasi dari PT Tanjung Siram.

Kemudian terdakwa Dhanny selaku Kepala Cabang Pembantu (KCP) Bank Mandiri Syariah Perdagangan mengeluarkan surat persetujuan pemberian pembiayaan meskipun lahan dalam sengketa dan adanya mark-up harga beli yang diajukan pihak PT Tanjung Siram. 

Lebih lanjut, penyimpangan berikutnya, adanya sengketa lahan kebun Hak Guna Usaha (HGU) di Desa Aek Kanan antara PT TS dengan masyarakat sekitar mengakibatkan perpanjangan Sertifikat HGU yang akan jatuh tempo Desember 2010 tidak dapat disetujui Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Utara.

Mirisnya, meski KCP Perdagangan mengetahui harga jual beli kebun di Desa Bagan Baru antara PT TS dengan PT Suka Damai Lestari (SDL) berdasarkan Perjanjian Jual Beli (PJB) senilai Rp32.000.000.000, tetapi tetap memasukkan harga jual beli senilai Rp48.051.826.000.

Apalagi, penyusunan analisa cash flow atau repayment capacity tidak valid dan terkesan PT Tanjung Siram (TS) memiliki kemampuan membayar. Dan pencairan fasilitas pembiayaan tidak bertahap sesuai progres yang dicapai, serta tidak melampirkan rencana anggaran biaya (RAB) atau invoice dari supplier.

Selanjutnya, terdakwa Memet Siregar selaku Direktur PT Tanjung Siram, bertempat tinggal di Jalan Sei Putih Kelurahan Babura, Medan, sebagai peminjam mempunyai peran aktif dalam penyimpangan tersebut. Sesuai laporan hasil audit BPK RI atas penyimpangan tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp32.565.870.000. (man/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) RI, pasca vonis bebas Direktur PT Tanjung Siram, Memet Soilangon Siregar, terdakwa korupsi jual beli kebun senilai Rp32 miliar di Kabupaten Simalungun, di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (1/11) kemarin.

SIDANG: Dua terdakwa korupsi jual beli kebun, saat menjalani persidangan secara virtual dari PN Medan, kemarin.

“Kami akan melakukan upaya hukum Kasasi untuk putusan bebas tersebut. Sebelum kami Kasasi tentunya kami akan melakukan kajian terhadap Putusan hakim tersebut,” ungkap Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sumut Yos A Tarigan, Rabu (3/11). 

“Dan untuk Kasasi ini Kejaksaan oleh karena Putusan Mahkamah Konstitusi dalam amar Putusannya Nomor 114/PUU-X/2012. Putusan ini “mempertegas” alasan yuridis Penuntut Umum untuk mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan bebas,” tegasnya.

Sebelumnya, Majelis hakim diketuai Jarihat Simarmata menyatakan terdakwa Memet tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan primair dan dakwaan subsidiair penuntut umum.

“Membebaskan terdakwa Memet Soilangon Siregar oleh karena itu dari semua dakwaan penuntut umum. Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya,” ujarnya.

Berbeda dengan Memet, majelis hakim yang sama menjatuhkan pidana 11 tahun penjara kepada terdakwa Dhanny Surya Satrya, selaku Kepala Cabang Pembantu (KCP) Bank Syariah Mandiri (BSM) Perdagangan.

Dia juga diharuskan membayar denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Selain itu, majelis hakim menghukum terdakwa dengan pembayaran uang pengganti kerugian negara sebesar Rp94.850.000, dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda atau asset terdakwa dapat disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama 3 tahun.

Terdakwa Dhanny terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tebtang pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. 

Sebelumnya, kedua terdakwa dituntut masing-masing selama 14 tahun penjara oleh JPU Kejari Simalungun, Asor Olodaiv Siagian.

Diketahui, dugaan korupsi terjadi pada November 2009 sampai dengan April 2016 terdakwa Dhanny Surya Satrya bersama-sama dengan terdakwa Memet Soilangon Siregar (berkas terpisah), menerima permohonan investasi dari PT Tanjung Siram.

Kemudian terdakwa Dhanny selaku Kepala Cabang Pembantu (KCP) Bank Mandiri Syariah Perdagangan mengeluarkan surat persetujuan pemberian pembiayaan meskipun lahan dalam sengketa dan adanya mark-up harga beli yang diajukan pihak PT Tanjung Siram. 

Lebih lanjut, penyimpangan berikutnya, adanya sengketa lahan kebun Hak Guna Usaha (HGU) di Desa Aek Kanan antara PT TS dengan masyarakat sekitar mengakibatkan perpanjangan Sertifikat HGU yang akan jatuh tempo Desember 2010 tidak dapat disetujui Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Utara.

Mirisnya, meski KCP Perdagangan mengetahui harga jual beli kebun di Desa Bagan Baru antara PT TS dengan PT Suka Damai Lestari (SDL) berdasarkan Perjanjian Jual Beli (PJB) senilai Rp32.000.000.000, tetapi tetap memasukkan harga jual beli senilai Rp48.051.826.000.

Apalagi, penyusunan analisa cash flow atau repayment capacity tidak valid dan terkesan PT Tanjung Siram (TS) memiliki kemampuan membayar. Dan pencairan fasilitas pembiayaan tidak bertahap sesuai progres yang dicapai, serta tidak melampirkan rencana anggaran biaya (RAB) atau invoice dari supplier.

Selanjutnya, terdakwa Memet Siregar selaku Direktur PT Tanjung Siram, bertempat tinggal di Jalan Sei Putih Kelurahan Babura, Medan, sebagai peminjam mempunyai peran aktif dalam penyimpangan tersebut. Sesuai laporan hasil audit BPK RI atas penyimpangan tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp32.565.870.000. (man/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/