LUBUKPAKAM, SUMUTPOS.CO – Mantan mertua AKBP Erwin Wijaya Siahaan, TY br Sihombing (61) mengaku kecewa atas kinerja Poldasu. Itu karena laporan pengrusakan rumahnya mengendap hingga setahun lebih.
Di mana, dalam laporannya, rumah mereka di Perumahan Griya Martubung Blok VI, No. 94, Medan, telah dirusak pada 24 Desember 2015 sekira pukul 05.00 Wib lalu. Pengrusakan dilakukan oleh AKBP Erwin Wijaya (43) dan iparnya, Johan Sinurat serta Sutan Tobing.
Selain itu, laporan pengaduan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap putrinya, LT (36) oleh AKBP Erwin Wijaya Siahaan sesuai STTLP : 636/V/2016/SPKT I tanggal 11 Mei 2016 lalu juga kandas, seiring dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Poldasu.
Kata TY, awalnya pihak Poldasu obyektif dalam menangani kasus pengrusakan rumah mereka dan KDRT putrinya. Itu ditunjukkan dengan langsung dilakukannya olah TKP. Beberapa saksi dimintai keterangan. Barang bukti diamankan.
Namun seiring terjadinya mutasi sejumlah pejabat Poldasu, kedua kasus tersebut menguap. “Pejabat yang lama memang obyektif dan serius menangani laporan kami,” imbuh TY.
Parahnya lagi, laporan Penghapusan KDRT yang dilaporkan anaknya justru di-SP3-kan Poldasu dengan surat pemberitahuan SP3 tanggal 4 April 2017.
Padahal menurutnya, akibat AKBP Erwin Wijaya mendobrak pintu saat LT akan menutupnya, ibu jari kaki LT patah karena terkena benturan pintu dan terpaksa opname di rumah sakit Columbia sesuai visum et repertum nomor 06/RSCAM/MR/V/2016.
Selain kekerasan fisik yang dialami LT, pasca peristiwa itu juga membuat LT mengalami depresi sedang yang tertuang dalam surat visum Nomor 54/SK/P/Visum/VI/2016 yang ditandatangani dr Evawati Siahaan yang merupakan ahli kedokteran jiwa.
Terpisah, Kabid Humas Polda Sumut Kombes Rina Ginting ketika dikonfirmasi, Minggu (4/6) sore menyebutkan SP3 itu harus diberitahukan kepada korban atau pelapor. Sesuai KUHAP SP3 dilakukan dengan alasan atau pertimbangan jika tersangka meninggal dunia, tidak cukup bukti atau bukan tindak pidana.
“Kurang tahu apa alasan atau pertimbangan penyidiknya. Kalau korban atau pelapor kurang puas, ditempuh saja upaya hukum seperti praperadilan,” jawabnya. (man/ras)