25.6 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Soal Dugaan Organ Tubuh Diambil, Lapas Minta Tanya ke Polisi

KETERANGAN: Kalapas Kelas II B Kota Tebingtinggi, Theo Adrianus memberikan keterangan kepada awak media.
SOPIAN/SUMUT POS

TEBINGTINGGI, SUMUTPOS.CO – Pihak keluarga narapidana Dedi Sanjaya tidak terima dengan pihak Lapas Klas II B Kota Tebingtinggi. Pasalnya, pihak lapas tidak memberitahu kematian korban kepada keluarga. Selain itu, pihak keluarga menuding lapas tidak meminta izin terlebih dahulu untuk melakukan autopsi jenazah korban.

KEPALA Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Tebingtinggi Theo Adrianus Purba menjelaskan, kematian Dedi Sanjaya sudah ditangani Polres Tebingtinggi.

“Sebelum melakukan autopsi, kita sudah meminta ijin kepada keluarga korban, yaitu kedua orangtua korban bersama kepling setempat,” ujar Theo kepada sejumah awak media di Lapas Klas II B Kota Tebingtinggi, Jalan Pusara Pejuang, Sabtu (3/8).

Menurut Theo, orangtua korban sudah memberikan izin autopsi yang akan dilakukan Polres Tebingtinggi.

“Saat itu, orangtua korban minta dipercepat karena jenazah akan dimakamkan,” tutur Theo.

Kata Theo, beredar isu pihak lapas yang menyuruh untuk autopsi ke Medan. Hal itu dibantah Theo.

“Pihak polres yang melakukan autopsi ke Rumah Sakit Bhayangkara Poldasu untuk mengetahui penyebab kematian korban. Memang pihak Lapas Klas II B Kota Tebingtinggi yang membawa pakai ambulans,” jelasnya.

Bahkan kata Theo, pihak lapas juga datang ke rumah duka untuk mengucapkan belasungkawa dan memberi santunan.

Bagaimana soal menguatnya isu ada kemungkinan organ dalam tubuh korban yang sengaja diambil? Theo meminta media mempertanyakannya ke pihak Kepolisian.

“Agar diketahui, yang berhak melakukan autopsi itu pihak Kepolisian. Kami di lapas tidak berhak dan kami hanya meminjamkan mobil ambulan saja,” terangnya.

Dijelaskan Theo, pembunuhan itu berawal saat seorang narapidana, Saiful warga Tanjung Mulia Medan mengeluh karena uangnya selalu dicuri korban.

“Karena khilaf, pelaku kemudian memukuli korban menggunakan benda tumpul sehingga korban tewas di dalam lapas,” kata Theo.

Diakui Theo, memang pagi itu pengawasan kurang tenaga (personel). Sehingga tidak terawasi.

“Setelah mendapatkan laporan ada kejadian penganiayaan hingga menyebabkan kematian, kita langsung memberikan informasi kepada Polres Tebingtinggi untuk memeriksa dan menangkap pelaku serta mensterilisasi lapas supaya aman tidak terjadi keributan,” terang Theo.

Disamping itu, Teho mengakui bahwa kapasitas lapas yang dipimpinnya sudah over kapasitas. Daya tampung lapas hanya 451 orang.

“Tapi sekarang penghuni lapas sudah 1.633 orang. Kemudian, kita kekurangan tenaga pengamanan,” beber Theo.

Theo mengaku setiap hari harus pusing memikirkan mengurus ribuan narapidana. Sedangkan personel pengamanan hanya 14 orang.

“Tentu semua ada kelemahan dengan itu, tetapi kita tetap komitmen bagaimana penghuni lapas ini bisa tertib aman dan kondusif,” papar Theo.(ian/ala)

KETERANGAN: Kalapas Kelas II B Kota Tebingtinggi, Theo Adrianus memberikan keterangan kepada awak media.
SOPIAN/SUMUT POS

TEBINGTINGGI, SUMUTPOS.CO – Pihak keluarga narapidana Dedi Sanjaya tidak terima dengan pihak Lapas Klas II B Kota Tebingtinggi. Pasalnya, pihak lapas tidak memberitahu kematian korban kepada keluarga. Selain itu, pihak keluarga menuding lapas tidak meminta izin terlebih dahulu untuk melakukan autopsi jenazah korban.

KEPALA Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Tebingtinggi Theo Adrianus Purba menjelaskan, kematian Dedi Sanjaya sudah ditangani Polres Tebingtinggi.

“Sebelum melakukan autopsi, kita sudah meminta ijin kepada keluarga korban, yaitu kedua orangtua korban bersama kepling setempat,” ujar Theo kepada sejumah awak media di Lapas Klas II B Kota Tebingtinggi, Jalan Pusara Pejuang, Sabtu (3/8).

Menurut Theo, orangtua korban sudah memberikan izin autopsi yang akan dilakukan Polres Tebingtinggi.

“Saat itu, orangtua korban minta dipercepat karena jenazah akan dimakamkan,” tutur Theo.

Kata Theo, beredar isu pihak lapas yang menyuruh untuk autopsi ke Medan. Hal itu dibantah Theo.

“Pihak polres yang melakukan autopsi ke Rumah Sakit Bhayangkara Poldasu untuk mengetahui penyebab kematian korban. Memang pihak Lapas Klas II B Kota Tebingtinggi yang membawa pakai ambulans,” jelasnya.

Bahkan kata Theo, pihak lapas juga datang ke rumah duka untuk mengucapkan belasungkawa dan memberi santunan.

Bagaimana soal menguatnya isu ada kemungkinan organ dalam tubuh korban yang sengaja diambil? Theo meminta media mempertanyakannya ke pihak Kepolisian.

“Agar diketahui, yang berhak melakukan autopsi itu pihak Kepolisian. Kami di lapas tidak berhak dan kami hanya meminjamkan mobil ambulan saja,” terangnya.

Dijelaskan Theo, pembunuhan itu berawal saat seorang narapidana, Saiful warga Tanjung Mulia Medan mengeluh karena uangnya selalu dicuri korban.

“Karena khilaf, pelaku kemudian memukuli korban menggunakan benda tumpul sehingga korban tewas di dalam lapas,” kata Theo.

Diakui Theo, memang pagi itu pengawasan kurang tenaga (personel). Sehingga tidak terawasi.

“Setelah mendapatkan laporan ada kejadian penganiayaan hingga menyebabkan kematian, kita langsung memberikan informasi kepada Polres Tebingtinggi untuk memeriksa dan menangkap pelaku serta mensterilisasi lapas supaya aman tidak terjadi keributan,” terang Theo.

Disamping itu, Teho mengakui bahwa kapasitas lapas yang dipimpinnya sudah over kapasitas. Daya tampung lapas hanya 451 orang.

“Tapi sekarang penghuni lapas sudah 1.633 orang. Kemudian, kita kekurangan tenaga pengamanan,” beber Theo.

Theo mengaku setiap hari harus pusing memikirkan mengurus ribuan narapidana. Sedangkan personel pengamanan hanya 14 orang.

“Tentu semua ada kelemahan dengan itu, tetapi kita tetap komitmen bagaimana penghuni lapas ini bisa tertib aman dan kondusif,” papar Theo.(ian/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/