31.7 C
Medan
Monday, June 3, 2024

Lie Lie: Ango Bebas Buka Lemari Berkas di PN Medan

Foto: Gibson/PM Ango, Taslim dan Bobi, ketiga tersangka penggelapan surat tanah bangunan saat berada di gedung Ditreskrimum Poldasu.
Foto: Gibson/PM
Ango, Taslim dan Bobi, ketiga tersangka penggelapan surat tanah bangunan saat berada di gedung Ditreskrimum Poldasu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang kasus penipuan dan penggelapan jual beli empat unit rumah toko (ruko) senilai Rp 17 miliar, dengan terdakwa Taslim, kembali digelar di ruang Cakra IV Pengadilan Negeri Medan, Kamis (4/12).

Dalam agenda persidangan mendengarkan keterangan saksi tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Irma Hasibuan menghadirkan Lie Lie Ling, istri Indra. Dalam kesaksiannya, Lie Lie menangis karena merasa tertipu mentah-mentah.

“Pandai kali dia (terdakwa) dan istrinya Ango memperdaya kami. Habis semua uang kami dikurasnya. Padahal udah kubilang kami sudah tidak punya uang lagi, tetapi masih saja terus diterornya saya sampai datang-datang ke rumah,” ungkapnya sambil meneteskan air mata.

Dirinya pun mengatakan pernah memberikan uang kontan sebesar Rp1 miliar kepada Ango dan terdakwa. Uang itu diberikan di parkiran kantor Badan Pemeriksaan Keuangan Medan.

“Uang Rp 1 miliar pernah kami berikan sama Ango dan suaminya (terdakwa-red). Uang tersebut kami letak dalam kardus, dan kami berikan di parkiran kantor keuangan,” terangnya.

Majelis hakim pun sempat menanyakan kenapa lokasi penyerahan uang di BPK Medan. “Kenapa kok di parkiran BPK? Kenapa kok nggak di tempat lain saja?” tanya hakim yang diketuai oleh Waspin Simbolon SH ini.

“Itu permintaan si Ango, katanya mau disetor uangnya. Tapi nggak tau disetor ke mana,” jawabnya.

Untuk membujuk dirinya agar lebih percaya, Lie Lie sempat dibawa ke Pengadilan Negeri Medan menuju salah satu ruangan. “Di ruangan pengadilan itu, Ango bebas membuka berkas-berkas yang ada di dalam lemari atas,” ujarnya.

Untuk pembayaran pembelian ruko, saksi korban membayarnya dengan cara mencicil. “Ada sekitar Rp 960 juta dengan transfer, ada yang kontan,” ujarnya.

Usai mendengarkan keterangan saksi korban, majelis hakim pun menunda persidangan hingga minggu depan dengan agenda keterangan saksi.

Dalam persidangan sebelumnya, Indra Wijaya, selaku saksi korban mengaku pernah memberi uang kontan sebesar Rp 1 miliar kepada terdakwa Taslim (54). Uang tersebut diberi secara bertahap untuk pembelian empat unit rumah toko (ruko) di Jalan Diponegoro yang bernilai Rp 17,468 miliar.

“Uang cash pernah saya kasih sama pak Taslim sebesar Rp 1 miliar di depan parkiran, untuk melunasi sisa uang pembayar uang,” kata Indra, saat di persidangan yang digelar di ruang Cakra IV Pengadilan Negeri Medan, Senin (1/12) siang.

Selain itu, saksi korban juga pernah memberi uang kontan dengan total Rp 6,5 miliar kepada terdakwa Taslim dan istrinya, Ango alias A Moe alias July alias Chuang Suk Ngo (62). Selebihnya, pembayaran dilakukan dengan cara mentransfer ke rekening terdakwa Taslim.

“Pertama kali menyerahkan uang sama Ango, tapi saya lupa berapa jumlahnya. Pembayaran dilakukan secara cash dan transfer ke rekening Taslim,” tambah pria etnis tiongha ini di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Waspin Simbolon SH.

Untuk meyakinkannya, terdakwa bersama istrinya bahkan sampai 10 kali ke rumah korban yang terletak di Komplek Grand Polonia. Bukan hanya itu saja, korban juga sempat dibawa ke Pengadilan Negeri Medan bagian pelelangan, tempat Ango biasa beraktivitas. “Ango menunjukan sertifikat lain yang tebal kepada saya. Tapi sertifikat yang diberikan kepada saya, bukan di antara sertifikat di situ,” terangnya.

Dirinya mengatakan membayar lunas pembelian ruko itu dari tahun 2009 sampai 2011 sebesar Rp 17,468 miliar. Dan membenarkan sempat memberikan uang sebesar Rp 60 juta kepada Bobby, anak terdakwa Taslim dan Ango.

Namun setelah lunas, sertifikat dan risalah lelang yang berikan terdakwa Taslim bersama istrinya kepada korban ternyata palsu. Pasalnya, sertifikat itu tidak terdaftar di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan dan risalah lelang palsu setelah dicek korban ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kota Medan.

“Sampai sekarang saya tidak bisa menguasai rumah itu. Tapi ada orang lain yang kuasai,” kesalnya dengan suara yangg serak.

Menyikapi pernyataan saksi korban, hampir semua keterangan itu dibantah oleh terdakwa Taslim. “Saya tidak pernah memasuki rumah dia (Indra). Saya tidak pernah bersama Ango berbicara sama dia. Yang ada saya mengantar Ango terus balik ke kantor. Saya tidak pernah menyerahkan sertifikat dan uang saya tidak tahu. Saya tidak tahu masalah rekening,” bantah terdakwa Taslim.

Sementara, anak Taslim bernama Bobby juga berperan menerima uang sebesar Rp 60 juta dari korban. Para tersangka ini juga sebelumnya pernah dilapor ke polisi terkait beberapa kasus penipuan dan penggelapan. Sedangkan barang bukti diamankan polisi yakni sertifikat palsu hak milik No 535 tanggal 20 Desember 2000 atas nama Halim Wijaya dan foto copy risalah lelang No 349/2009 tanggal 12 Juni 2009. Selanjutnya, satu unit mobil CRV BK 2KH, satu unit BMW sport B 655 ZSJ dan beberapa hasil yang diduga berasal dari penipuan tersebut.

JPU menilai, terdakwa Taslim dinyatakan melanggar Pasal 378 Jo 372 Jo 55 dan 56 KUHPidana tentang penipuan dan penggelapan. (bay/bd)

Foto: Gibson/PM Ango, Taslim dan Bobi, ketiga tersangka penggelapan surat tanah bangunan saat berada di gedung Ditreskrimum Poldasu.
Foto: Gibson/PM
Ango, Taslim dan Bobi, ketiga tersangka penggelapan surat tanah bangunan saat berada di gedung Ditreskrimum Poldasu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang kasus penipuan dan penggelapan jual beli empat unit rumah toko (ruko) senilai Rp 17 miliar, dengan terdakwa Taslim, kembali digelar di ruang Cakra IV Pengadilan Negeri Medan, Kamis (4/12).

Dalam agenda persidangan mendengarkan keterangan saksi tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Irma Hasibuan menghadirkan Lie Lie Ling, istri Indra. Dalam kesaksiannya, Lie Lie menangis karena merasa tertipu mentah-mentah.

“Pandai kali dia (terdakwa) dan istrinya Ango memperdaya kami. Habis semua uang kami dikurasnya. Padahal udah kubilang kami sudah tidak punya uang lagi, tetapi masih saja terus diterornya saya sampai datang-datang ke rumah,” ungkapnya sambil meneteskan air mata.

Dirinya pun mengatakan pernah memberikan uang kontan sebesar Rp1 miliar kepada Ango dan terdakwa. Uang itu diberikan di parkiran kantor Badan Pemeriksaan Keuangan Medan.

“Uang Rp 1 miliar pernah kami berikan sama Ango dan suaminya (terdakwa-red). Uang tersebut kami letak dalam kardus, dan kami berikan di parkiran kantor keuangan,” terangnya.

Majelis hakim pun sempat menanyakan kenapa lokasi penyerahan uang di BPK Medan. “Kenapa kok di parkiran BPK? Kenapa kok nggak di tempat lain saja?” tanya hakim yang diketuai oleh Waspin Simbolon SH ini.

“Itu permintaan si Ango, katanya mau disetor uangnya. Tapi nggak tau disetor ke mana,” jawabnya.

Untuk membujuk dirinya agar lebih percaya, Lie Lie sempat dibawa ke Pengadilan Negeri Medan menuju salah satu ruangan. “Di ruangan pengadilan itu, Ango bebas membuka berkas-berkas yang ada di dalam lemari atas,” ujarnya.

Untuk pembayaran pembelian ruko, saksi korban membayarnya dengan cara mencicil. “Ada sekitar Rp 960 juta dengan transfer, ada yang kontan,” ujarnya.

Usai mendengarkan keterangan saksi korban, majelis hakim pun menunda persidangan hingga minggu depan dengan agenda keterangan saksi.

Dalam persidangan sebelumnya, Indra Wijaya, selaku saksi korban mengaku pernah memberi uang kontan sebesar Rp 1 miliar kepada terdakwa Taslim (54). Uang tersebut diberi secara bertahap untuk pembelian empat unit rumah toko (ruko) di Jalan Diponegoro yang bernilai Rp 17,468 miliar.

“Uang cash pernah saya kasih sama pak Taslim sebesar Rp 1 miliar di depan parkiran, untuk melunasi sisa uang pembayar uang,” kata Indra, saat di persidangan yang digelar di ruang Cakra IV Pengadilan Negeri Medan, Senin (1/12) siang.

Selain itu, saksi korban juga pernah memberi uang kontan dengan total Rp 6,5 miliar kepada terdakwa Taslim dan istrinya, Ango alias A Moe alias July alias Chuang Suk Ngo (62). Selebihnya, pembayaran dilakukan dengan cara mentransfer ke rekening terdakwa Taslim.

“Pertama kali menyerahkan uang sama Ango, tapi saya lupa berapa jumlahnya. Pembayaran dilakukan secara cash dan transfer ke rekening Taslim,” tambah pria etnis tiongha ini di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Waspin Simbolon SH.

Untuk meyakinkannya, terdakwa bersama istrinya bahkan sampai 10 kali ke rumah korban yang terletak di Komplek Grand Polonia. Bukan hanya itu saja, korban juga sempat dibawa ke Pengadilan Negeri Medan bagian pelelangan, tempat Ango biasa beraktivitas. “Ango menunjukan sertifikat lain yang tebal kepada saya. Tapi sertifikat yang diberikan kepada saya, bukan di antara sertifikat di situ,” terangnya.

Dirinya mengatakan membayar lunas pembelian ruko itu dari tahun 2009 sampai 2011 sebesar Rp 17,468 miliar. Dan membenarkan sempat memberikan uang sebesar Rp 60 juta kepada Bobby, anak terdakwa Taslim dan Ango.

Namun setelah lunas, sertifikat dan risalah lelang yang berikan terdakwa Taslim bersama istrinya kepada korban ternyata palsu. Pasalnya, sertifikat itu tidak terdaftar di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan dan risalah lelang palsu setelah dicek korban ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kota Medan.

“Sampai sekarang saya tidak bisa menguasai rumah itu. Tapi ada orang lain yang kuasai,” kesalnya dengan suara yangg serak.

Menyikapi pernyataan saksi korban, hampir semua keterangan itu dibantah oleh terdakwa Taslim. “Saya tidak pernah memasuki rumah dia (Indra). Saya tidak pernah bersama Ango berbicara sama dia. Yang ada saya mengantar Ango terus balik ke kantor. Saya tidak pernah menyerahkan sertifikat dan uang saya tidak tahu. Saya tidak tahu masalah rekening,” bantah terdakwa Taslim.

Sementara, anak Taslim bernama Bobby juga berperan menerima uang sebesar Rp 60 juta dari korban. Para tersangka ini juga sebelumnya pernah dilapor ke polisi terkait beberapa kasus penipuan dan penggelapan. Sedangkan barang bukti diamankan polisi yakni sertifikat palsu hak milik No 535 tanggal 20 Desember 2000 atas nama Halim Wijaya dan foto copy risalah lelang No 349/2009 tanggal 12 Juni 2009. Selanjutnya, satu unit mobil CRV BK 2KH, satu unit BMW sport B 655 ZSJ dan beberapa hasil yang diduga berasal dari penipuan tersebut.

JPU menilai, terdakwa Taslim dinyatakan melanggar Pasal 378 Jo 372 Jo 55 dan 56 KUHPidana tentang penipuan dan penggelapan. (bay/bd)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/