28.9 C
Medan
Friday, May 24, 2024

Terdakwa Ngaku Dipaksa Polisi Akui Penganiayaan

BINJAI,SUMUTPOS.CO -Terdakwa Hardi Sihaloho (42) warga Jalan Sukadamai Lingkungan IV Kelurahan Sukaramai Binjai Barat mengaku dipaksa polisi untuk mengakui perbuatan pembunuhan bersama Rosmalinda br Saragih (42) terhadap Jasiaman Purba Tua (53).

Padahal Hardi menepis ada melakukan pembunuhan tersebut. Hal tersebut terungkap dalam peridangan yang digelar di Ruang Sidang Cakra Pengadilan Negeri Klas I-B Binjai, Selasa (4/9).

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fauzul Hamdi didampingi dua anggota hakim masing-masing Diana Febrina Lubis dan Nur Erfianti Meliala, Hardi dipaksa mengakui membunuh korban dengan paksaan serta iming-iming akan dibebaskan.

“Wajah saya ditutup pakai plastik sampai 8 lapis. Susah bernafas jadinya. Dipukul bagian kuping, kaki, dan kepala,” terang Hardi.

Menurut dia, penganiayaan tersebut dilakukan polisi sebelum mendapat paksaan dari polisi untuk mengakui pembunuhan. “Jun Freddy dan Iskandarsyah ada (oknum polisi melakukan pemukulan),” jawab Hardi setelah ditanya Penasihat Hukum, Nasib Maringan Silaban.

Hardi menceritakan setelah ditangkap dirinya tidak langsung dibawa ke Mapolres Binjai. Dia diajak kelilling-keliling lebih dulu selama dua jam. Pengakuan Hardi dibawa ke daerah kebun sawit. “Ada dua mobil saat di situ (kebun sawit) ke luar semua polisi. Saya dibawa agak jauh dari mobil,” ujar Hardi.

Sesampai di Mapolres, Hardi mengaku dibawa ke ruang gelap. “Saya disiksa lagi (saat di ruang gelap). Sama mereka-mereka (polisi). Tidak ada diberi minum dan makan,” ujarnya.

Hanya saja, Hardi tidak mengetahu berapa jumlah polisi yang melakukan penganiayaan di ruang gelap, karena wajahnya kembali ditutup pakai plastik hitam. dengan posisi tangan terikat. “Sampai pagi di sana (ruang gelap),” pungkasnya.

Hardi kembali mengaku kenal dengan terdakwa Rosmalinda selama 6 bulan. Hanya saja, menurut Hardi, momen itu dijadikan polisi untuk merekayasa kasus semuanya.

“Saya diperiksa Ferry. Setelah mengakui dan diimingi dibebaskan, makanya saya mengakui,” ujarnya.

Hardi ditangkap di warung tuak. Setelah penangkapan itu dan diakuinya pembunuhan itu, Hardi lalu ditembak. Padahal, saat itu dia tidak melakukan perlawanan. “Saya ditembak Sabtu siang, sesudah saya akui,” katanya.

Usai ditangkap dan ditembak, Hardi dibawa polisi untuk menjemput Rosmalinda di Jalan Masjid, Dusun II Desa Helvetia Sunggal, Deliserdang. Kali ini Hardi kembali diiming-imingi dapat uang Rp2 juta jika mengakui perbuatannya.

“Kamu nanti kalau ditanya bilang iya iya saja. Tangan saya saat itu digari, ada dua mobil ke sana,” ujar Hardi menirukan ucapan polisi saat menjemput Rosmalinda.

Penasehat Hukum Hardi, Nasib Maringan Silaban menilai, banyak kejanggalan terjadi saat penangkapan tersebut. Kata Maringan, 10 hari setelah penangkapan, Hardi diambil Berita Acara Pemeriksaannya (BAP).

“Ditangkap 14 April 2018 jam 6 pagi. Di BAP tanggal 2?3 April 2018. Ngapain saja 10 hari polisi,” ujarnya.

Maringan menambahkan, saksi lainnya memberikan keterangan berbeda dari polisi. Pada tiga pekan lalu, kata Maringan, Nur Ainun seorang pemilik pangkalan gas atau tempat Hardi bekerja bersaksi di PN Binjai. “Nur Ainun, bahwa 21 Maret 2018, Rabu siang antara jam 9.00 sampai jam 2 siang, Hardi tidak ada datang ke TKP. Saat itu, Hardi ke pangkalan mengisi gas di Rambung.

Sementara menurut keterangan polisi yang menjadi saksi pada 4 minggu yang lalu setelah Nur Ainun bersaksi menyatakan, Hardi datang ke TKP dan menerima permintaan dari terdakwa Rosmalinda untuk memberikan pelajaran kepada suaminya,” jelas Maringan.

Selain keterangan Nur Ainun, lanjut Maringan, Anna Rosmaida Saragih, tetangga korban juga memberikan kesaksian yang berbeda dari polisi. Kata Maringan, Anna Rosmaida yang melihat ke TKP menyatakan, kalau sejak pagi hingga malam hari, tidak ada melihat Hardi datang ke TKP pada 21 Maret 2018. “?Sementara polisi, korban meninggal hari Rabu tanggal 21 pukul 22.00 WIB setelah dibunuh oleh Hardi. Sedangkan Rosmalinda di hari yang sama (21 Maret 2018) tidak ada melihat Hardi datang ke rumah atau ke TKP sejak pagi sampai malam,” jelas Maringan.

Bahkan, sambung Maringan, ada hal paling lucu dirasanya? datang dari polisi. Dalam BAP, kata Maringan, ada sampai tiga kali polisi menuliskan masyarakat yang layak dipercaya menyebut kalau sarung pisau tersebut adalah milik Hardi Sihaloho.

“Masyarakat yang mana? Apa tidak dihadirkan,” tandas Maringan.

Setelah mendengar penjelasan dari Hardi Sihaloho, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada Rosmalinda yang turut hadir duduk di sebelah pengacaranya untuk menanggapi keterangan Hardi.

Setelah semua pihak baik JPU, terdakwa Rosmalinda dan penasehat hukum Hardi Sihaloho merasa cukup, Fauzul Hakim menunda persidangan.

“Sidang ditunda Kamis (6/9) dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak terdakwa,” tutup Fauzul sembari mengetuk palu hingga tiga kali. (ted/azw)

BINJAI,SUMUTPOS.CO -Terdakwa Hardi Sihaloho (42) warga Jalan Sukadamai Lingkungan IV Kelurahan Sukaramai Binjai Barat mengaku dipaksa polisi untuk mengakui perbuatan pembunuhan bersama Rosmalinda br Saragih (42) terhadap Jasiaman Purba Tua (53).

Padahal Hardi menepis ada melakukan pembunuhan tersebut. Hal tersebut terungkap dalam peridangan yang digelar di Ruang Sidang Cakra Pengadilan Negeri Klas I-B Binjai, Selasa (4/9).

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fauzul Hamdi didampingi dua anggota hakim masing-masing Diana Febrina Lubis dan Nur Erfianti Meliala, Hardi dipaksa mengakui membunuh korban dengan paksaan serta iming-iming akan dibebaskan.

“Wajah saya ditutup pakai plastik sampai 8 lapis. Susah bernafas jadinya. Dipukul bagian kuping, kaki, dan kepala,” terang Hardi.

Menurut dia, penganiayaan tersebut dilakukan polisi sebelum mendapat paksaan dari polisi untuk mengakui pembunuhan. “Jun Freddy dan Iskandarsyah ada (oknum polisi melakukan pemukulan),” jawab Hardi setelah ditanya Penasihat Hukum, Nasib Maringan Silaban.

Hardi menceritakan setelah ditangkap dirinya tidak langsung dibawa ke Mapolres Binjai. Dia diajak kelilling-keliling lebih dulu selama dua jam. Pengakuan Hardi dibawa ke daerah kebun sawit. “Ada dua mobil saat di situ (kebun sawit) ke luar semua polisi. Saya dibawa agak jauh dari mobil,” ujar Hardi.

Sesampai di Mapolres, Hardi mengaku dibawa ke ruang gelap. “Saya disiksa lagi (saat di ruang gelap). Sama mereka-mereka (polisi). Tidak ada diberi minum dan makan,” ujarnya.

Hanya saja, Hardi tidak mengetahu berapa jumlah polisi yang melakukan penganiayaan di ruang gelap, karena wajahnya kembali ditutup pakai plastik hitam. dengan posisi tangan terikat. “Sampai pagi di sana (ruang gelap),” pungkasnya.

Hardi kembali mengaku kenal dengan terdakwa Rosmalinda selama 6 bulan. Hanya saja, menurut Hardi, momen itu dijadikan polisi untuk merekayasa kasus semuanya.

“Saya diperiksa Ferry. Setelah mengakui dan diimingi dibebaskan, makanya saya mengakui,” ujarnya.

Hardi ditangkap di warung tuak. Setelah penangkapan itu dan diakuinya pembunuhan itu, Hardi lalu ditembak. Padahal, saat itu dia tidak melakukan perlawanan. “Saya ditembak Sabtu siang, sesudah saya akui,” katanya.

Usai ditangkap dan ditembak, Hardi dibawa polisi untuk menjemput Rosmalinda di Jalan Masjid, Dusun II Desa Helvetia Sunggal, Deliserdang. Kali ini Hardi kembali diiming-imingi dapat uang Rp2 juta jika mengakui perbuatannya.

“Kamu nanti kalau ditanya bilang iya iya saja. Tangan saya saat itu digari, ada dua mobil ke sana,” ujar Hardi menirukan ucapan polisi saat menjemput Rosmalinda.

Penasehat Hukum Hardi, Nasib Maringan Silaban menilai, banyak kejanggalan terjadi saat penangkapan tersebut. Kata Maringan, 10 hari setelah penangkapan, Hardi diambil Berita Acara Pemeriksaannya (BAP).

“Ditangkap 14 April 2018 jam 6 pagi. Di BAP tanggal 2?3 April 2018. Ngapain saja 10 hari polisi,” ujarnya.

Maringan menambahkan, saksi lainnya memberikan keterangan berbeda dari polisi. Pada tiga pekan lalu, kata Maringan, Nur Ainun seorang pemilik pangkalan gas atau tempat Hardi bekerja bersaksi di PN Binjai. “Nur Ainun, bahwa 21 Maret 2018, Rabu siang antara jam 9.00 sampai jam 2 siang, Hardi tidak ada datang ke TKP. Saat itu, Hardi ke pangkalan mengisi gas di Rambung.

Sementara menurut keterangan polisi yang menjadi saksi pada 4 minggu yang lalu setelah Nur Ainun bersaksi menyatakan, Hardi datang ke TKP dan menerima permintaan dari terdakwa Rosmalinda untuk memberikan pelajaran kepada suaminya,” jelas Maringan.

Selain keterangan Nur Ainun, lanjut Maringan, Anna Rosmaida Saragih, tetangga korban juga memberikan kesaksian yang berbeda dari polisi. Kata Maringan, Anna Rosmaida yang melihat ke TKP menyatakan, kalau sejak pagi hingga malam hari, tidak ada melihat Hardi datang ke TKP pada 21 Maret 2018. “?Sementara polisi, korban meninggal hari Rabu tanggal 21 pukul 22.00 WIB setelah dibunuh oleh Hardi. Sedangkan Rosmalinda di hari yang sama (21 Maret 2018) tidak ada melihat Hardi datang ke rumah atau ke TKP sejak pagi sampai malam,” jelas Maringan.

Bahkan, sambung Maringan, ada hal paling lucu dirasanya? datang dari polisi. Dalam BAP, kata Maringan, ada sampai tiga kali polisi menuliskan masyarakat yang layak dipercaya menyebut kalau sarung pisau tersebut adalah milik Hardi Sihaloho.

“Masyarakat yang mana? Apa tidak dihadirkan,” tandas Maringan.

Setelah mendengar penjelasan dari Hardi Sihaloho, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada Rosmalinda yang turut hadir duduk di sebelah pengacaranya untuk menanggapi keterangan Hardi.

Setelah semua pihak baik JPU, terdakwa Rosmalinda dan penasehat hukum Hardi Sihaloho merasa cukup, Fauzul Hakim menunda persidangan.

“Sidang ditunda Kamis (6/9) dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak terdakwa,” tutup Fauzul sembari mengetuk palu hingga tiga kali. (ted/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/