30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Sarpan Ngaku Dianiaya Oknum Polsek Percut Seituan

Sarpan, saksi kasus pembunuhan yang diduga dianiaya polisi menceritakan kejadian dialaminya di Warkop Jurnalis Medan, Rabu (5/8) sore.

MEDAN Sumutpos.co-Sarpan (57), saksi kasus pembunuhan Dodi Somanto alias Andika (41) mendadak mengunjungi Warung Kopi (Warkop) Jurnalis Medan, Jalan KH Agus Salim, Medan Polonia, Rabu (5/8) sore. Dengan jalan tergopoh-gopoh dipapah oleh anaknya, Sarpan pun bertemu para jurnalis untuk meminta bantuan agar kasus penganiayaan yang dialaminya diekspos ke media massa.
Sebab, hingga kini kasus penganiayaan yang diduga dilakukan oknum Polsek Percut Seituan dan telah dilaporkan secara resmi ke Polrestabes Medan dengan nomor: LP/STTP/1643/VII/2020/SPKT Restabes Medan tertanggal Senin 6 Juli 2020, tak diketahui kelanjutan progres pidananya.
“Masih proses begitu aja kasusnya, belum ada kelanjutan. Penyidik terkesan mengulur-ulur waktu, masih laporan awal saja,” ujar Sarpan memulai pembicaraan saat ditanya mengenai perkembangan kasus penganiayaan yang dialaminya.
Karena itu, ia berharap ada keadilan hukum terhadap kasusnya. Dengan kata lain, kepastian hukum yang jelas. “Tidak ada kepastian hukum (pidananya) sampai sekarang, padahal sudah satu bulan lebih. Jangan dibiarkan berlarut-larut laporan saya sampai habis masa waktunya, kalau seperti itu ini jelas bentuk ketidakadilan hukum,” ucapnya.
Sarpan mengaku belum juga di berkas acara pemeriksaan (BAP) oleh penyidik, pasca membuat laporan secara resmi di Polrestabes Medan.
“Terakhir kali saya disuruh datang setelah membuat pengaduan, tapi setelah ketemu dengan penyidiknya, pemeriksaanpun tertunda lagi karena pada saat itu penyidik harus pergi ke Polda Sumut. Untuk itu, saya berharap agar oknum polisi yang terlibat melakukan penyiksaan terhadap saya bisa segera diberikan sanksi pidana,” cetus dia.
Diceritakan Sarpan, penganiayaan terhadapnya terjadi saat diamankan oleh Polsek Percut Sei Tuan, terkait peristiwa pembunuhan Dodi Somanto di rumah Jalan Sidumolyo, Gang Gelatik, Pasar 9, Desa Sei Rotan, Kecamatan Percut Seituan, pada 2 Juli 2020. Setelah kejadian pembunuhan itu, Sarpan dimintai keterangannya oleh penyidik Polsek tersebut selama beberapa hari.
“Mata saya dilakban, terus disuruh jongkok dan dengkul saya dikasih kayu. Lalu, ditanya siapa pelaku pembunuhnya (Dodi Somanto alias Andika)? Kemudian, langsung saya jawab Anzar. Itulah ditendang dada saya sampai terlentang ke belakang. Pas di belakang, saya dibangunkan sama orang yang ada di belakang saya dan ditanya lagi dengan pertanyaan yang sama (siapa pelaku pembunuhnya)? Lantas, saya jawab Anzar dan ditendang ke depan,” ungkap Sarpan.
“Selanjutnya, disuruh mengangkat kedua tangan lalu dihajar pakai kayu broti tulang rusuk sebelah kiri. Spontan, langsung meminta ampun berkali-kali sembari mengucap la ilaha illallah. Tapi, tetap juga dihajar lagi pakai rotan di bagian punggung. Kejadian itu pada Jumat malam (3/7),” tambahnya.
Tak berhenti sampai di situ, sambung Sarpan, pagi harinya sekitar pukul 05.30 WIB, Sabtu (4/7), ia dihajar lagi oleh oknum perwira polisi di Polsek Percut. Saat itu, kondisinya lakban di mata sudah dilepas tetapi tangan diborgol. “Leher saya disetrum oleh oknum perwira polisi itu dua kali, dengan posisi terlentang dan dia jongkok mengangkangi tubuh saya. Sewaktu disetrum, dia tanya lagi siapa pelaku pembunuhan sebenarnya? Lalu, saya jawab si Anzar,” paparnya.
Selama menjawab pelaku pembunuhan Dodi Somanto alias Andika adalah Anzar, penyiksaan terhadap Sarpan semakin kejam dan sadis. “Mereka seolah memaksa saya mengakui turut terlibat dalam pembunuhan itu. Parahnya lagi, saya dituding berselingkuh dengan ibunya Anjar,” tutur Sarpan.

Bukan hanya dianiaya oleh oknum polisi, kata Sarpan, ia juga dianiaya oleh para tahanan yang diduga atas perintah oknum perwira polisi. Penganiayaan yang dilakukan tahanan pada Jumat malam itu juga. “Saya dimasukkan ke ruangan tahanan sementara. Di situ saya dipukuli lagi sama para tahanan yang jumlahnya sekitar 20 orang,” bebernya.
Awalnya, kata Sarpan, ia duduk di ruang penyidik dan kemudian disuruh masuk ke ruangan tahanan sementara. Setelah masuk, disuruh cuci kaki di kamar mandi. “Setelah cuci kaki dan mengeringkan air menggunakan kain lap, baru setengah berdiri tiba-tiba dipeluk oleh salah satu tahanan dari belakang. Lalu, tangan dan kaki saya diikat, mata ditutup pakai kain dan mulut disumpal. Kemudian, disuruh jalan jongkok dan saat itulah saya ditendang sampai tersungkur.
Selanjutnya, disuruh terlentang menghadap ke dinding lalu dihajar dari berbagai penjuru. Bahkan, dibenturkan kepala ke dinding dan diinjak-injak bagian perut serta bagian tubuh lainnya. “Saya hanya bisa pasrah menahan sakit, sembari mengucap Allahu akbar. Saat dipukuli, para tahanan bertanya kepada saya layaknya seorang penyidik. Ditanyanya, siapa pelaku pembunuhannya? Enggak mungkin si Anjar,” jelasnya.

Usai dihajar para tahanan, dengan kondisi babak belur Sarpan dibawa kembali ke ruang penyidik dan duduk di kursi. Namun, posisinya harus menghadap ke dinding supaya orang tidak tahu kondisi wajahnya yang terluka dan memar. Bahkan, ketika istrinya mau bertemu tidak dibolehkan, dan makanan yang hendak diberikan Sarpan wajib dititipkan.
Lantaran tidak dibolehkan bertemu padahal hanya berstatus saksi, istri Sarpan curiga ada yang tidak beres. Oleh sebab itu, istrinya berpikir dan menyusun siasat untuk masuk ke ruang penyidik. “Kebetulan saat itu ada seorang perempuan yang hendak masuk ke ruang penyidik, dan istri saya mengikuti dari belakang seolah keluarganya. Setelah berhasil masuk, istri saya beberapa kali panggil saya. Karena tak asing dengan suaranya, lalu saya menoleh ke belakang dan akhirnya bertemu,” terang Sarpan.
Ketika bertemu, istri Sarpan langsung terkejut dan menangis histeris sembari memeluk tubuh suaminya. Sebab, melihat wajah suaminya penuh luka, bengkak dan lebam. “Kok mukanya kayak gini bang, ini bukan abang lagi. Abangkan sebagai saksi, tapi kok diginikan (dipukuli),” kata Sarpan menirukan perkataan istrinya.
Beranjak dari situ, istri Sarpan pulang ke rumah dan menceritakan kepada putranya. Lalu, meminta bantuan kepada masyarakat hingga akhirnya melakukan aksi unjuk rasa pada Senin (6/7) siang menjelang sore. “Memang sudah diberi jalan oleh Allah. Saya akhirnya bisa bebas sekitar pukul 18.00 WIB lewat pintu belakang, diantar oleh polisi dari Polda Sumut. Saya langsung dipeluk istri dan anak serta keluarga maupun warga,” jabarnya.
Lebih lanjut Sarpan mengatakan, akibat penyiksaan itu sampai sekarang masih terasa sakit pada tulang rusuk sebelah kiri. Bahkan, pandangan mata kiri kabur dan alat kelamin tak normal lagi. “Saya berharap mendapat keadilan dari penegak hukum di negeri ini. Selain itu, juga mendapat ganti rugi karena akibat peristiwa tersebut karena saya tidak bisa lagi bekerja sebagai buruh bangunan untuk menafkahi istri dan anak saya,” pungkasnya.
Diketahui, pascapembunuhan Dodi Somanto pada Kamis (2/7) sore, Sarpan diamankan Polsek Percut Seituan untuk diperiksa lantaran berada di lokasi. Namun, hingga Senin (6/7) siang tak juga dibebaskan.
Lantaran ditahan sampai 5 hari masih berstatus saksi, hari itu juga keluarga Sarpan bersama seratusan warga Jalan Sidumolyo Gang Gelatik Pasar 9 berunjuk rasa di Mapolsek Percut Seituan. Terlebih, selama ditahan Sarpan mendapatkan perlakuan yang tidak baik.

Warga pun meminta Sarpan dibebaskan. Tak hanya itu, dengan membawa spanduk mereka meminta agar Kapolsek Percut Seituan dan Kanit Reskrimnya dicopot dari jabatannya. Setelah berorasi dan dialog, sore hari Sarpan akhirnya dibebaskan dalam kondisi tubuh dan wajah lebam. Malam hari, Sarpan membuat pengaduan di Polrestabes Medan.
Sementara, kejadian pembunuhan terhadap Dodi Somanto terjadi saat korban bersama Sarpan sedang bekerja merenovasi rumah milik Nurdiana Dalimunte di Jalan Sidumolyo Gang Gelatik, Pasar 9, Desa Sei Rotan, Kecamatan Percut Seituan.
Tiba-tiba, Anzar (24), anak pemilik rumah datang mengambil cangkul dan mengayunkannya ke arah belakang kepala korban. Sarpan yang mengetahui kejadian itu langsung berusaha menyelamatkan diri lantaran pelaku mengayunkan cangkul ke arahnya juga. Tak berapa lama, datang Polsek Percut Seituan ke lokasi dan melakukan penyelidikan. Sejumlah saksi diperiksa termasuk Sarpan. (ris/azw)

Sarpan, saksi kasus pembunuhan yang diduga dianiaya polisi menceritakan kejadian dialaminya di Warkop Jurnalis Medan, Rabu (5/8) sore.

MEDAN Sumutpos.co-Sarpan (57), saksi kasus pembunuhan Dodi Somanto alias Andika (41) mendadak mengunjungi Warung Kopi (Warkop) Jurnalis Medan, Jalan KH Agus Salim, Medan Polonia, Rabu (5/8) sore. Dengan jalan tergopoh-gopoh dipapah oleh anaknya, Sarpan pun bertemu para jurnalis untuk meminta bantuan agar kasus penganiayaan yang dialaminya diekspos ke media massa.
Sebab, hingga kini kasus penganiayaan yang diduga dilakukan oknum Polsek Percut Seituan dan telah dilaporkan secara resmi ke Polrestabes Medan dengan nomor: LP/STTP/1643/VII/2020/SPKT Restabes Medan tertanggal Senin 6 Juli 2020, tak diketahui kelanjutan progres pidananya.
“Masih proses begitu aja kasusnya, belum ada kelanjutan. Penyidik terkesan mengulur-ulur waktu, masih laporan awal saja,” ujar Sarpan memulai pembicaraan saat ditanya mengenai perkembangan kasus penganiayaan yang dialaminya.
Karena itu, ia berharap ada keadilan hukum terhadap kasusnya. Dengan kata lain, kepastian hukum yang jelas. “Tidak ada kepastian hukum (pidananya) sampai sekarang, padahal sudah satu bulan lebih. Jangan dibiarkan berlarut-larut laporan saya sampai habis masa waktunya, kalau seperti itu ini jelas bentuk ketidakadilan hukum,” ucapnya.
Sarpan mengaku belum juga di berkas acara pemeriksaan (BAP) oleh penyidik, pasca membuat laporan secara resmi di Polrestabes Medan.
“Terakhir kali saya disuruh datang setelah membuat pengaduan, tapi setelah ketemu dengan penyidiknya, pemeriksaanpun tertunda lagi karena pada saat itu penyidik harus pergi ke Polda Sumut. Untuk itu, saya berharap agar oknum polisi yang terlibat melakukan penyiksaan terhadap saya bisa segera diberikan sanksi pidana,” cetus dia.
Diceritakan Sarpan, penganiayaan terhadapnya terjadi saat diamankan oleh Polsek Percut Sei Tuan, terkait peristiwa pembunuhan Dodi Somanto di rumah Jalan Sidumolyo, Gang Gelatik, Pasar 9, Desa Sei Rotan, Kecamatan Percut Seituan, pada 2 Juli 2020. Setelah kejadian pembunuhan itu, Sarpan dimintai keterangannya oleh penyidik Polsek tersebut selama beberapa hari.
“Mata saya dilakban, terus disuruh jongkok dan dengkul saya dikasih kayu. Lalu, ditanya siapa pelaku pembunuhnya (Dodi Somanto alias Andika)? Kemudian, langsung saya jawab Anzar. Itulah ditendang dada saya sampai terlentang ke belakang. Pas di belakang, saya dibangunkan sama orang yang ada di belakang saya dan ditanya lagi dengan pertanyaan yang sama (siapa pelaku pembunuhnya)? Lantas, saya jawab Anzar dan ditendang ke depan,” ungkap Sarpan.
“Selanjutnya, disuruh mengangkat kedua tangan lalu dihajar pakai kayu broti tulang rusuk sebelah kiri. Spontan, langsung meminta ampun berkali-kali sembari mengucap la ilaha illallah. Tapi, tetap juga dihajar lagi pakai rotan di bagian punggung. Kejadian itu pada Jumat malam (3/7),” tambahnya.
Tak berhenti sampai di situ, sambung Sarpan, pagi harinya sekitar pukul 05.30 WIB, Sabtu (4/7), ia dihajar lagi oleh oknum perwira polisi di Polsek Percut. Saat itu, kondisinya lakban di mata sudah dilepas tetapi tangan diborgol. “Leher saya disetrum oleh oknum perwira polisi itu dua kali, dengan posisi terlentang dan dia jongkok mengangkangi tubuh saya. Sewaktu disetrum, dia tanya lagi siapa pelaku pembunuhan sebenarnya? Lalu, saya jawab si Anzar,” paparnya.
Selama menjawab pelaku pembunuhan Dodi Somanto alias Andika adalah Anzar, penyiksaan terhadap Sarpan semakin kejam dan sadis. “Mereka seolah memaksa saya mengakui turut terlibat dalam pembunuhan itu. Parahnya lagi, saya dituding berselingkuh dengan ibunya Anjar,” tutur Sarpan.

Bukan hanya dianiaya oleh oknum polisi, kata Sarpan, ia juga dianiaya oleh para tahanan yang diduga atas perintah oknum perwira polisi. Penganiayaan yang dilakukan tahanan pada Jumat malam itu juga. “Saya dimasukkan ke ruangan tahanan sementara. Di situ saya dipukuli lagi sama para tahanan yang jumlahnya sekitar 20 orang,” bebernya.
Awalnya, kata Sarpan, ia duduk di ruang penyidik dan kemudian disuruh masuk ke ruangan tahanan sementara. Setelah masuk, disuruh cuci kaki di kamar mandi. “Setelah cuci kaki dan mengeringkan air menggunakan kain lap, baru setengah berdiri tiba-tiba dipeluk oleh salah satu tahanan dari belakang. Lalu, tangan dan kaki saya diikat, mata ditutup pakai kain dan mulut disumpal. Kemudian, disuruh jalan jongkok dan saat itulah saya ditendang sampai tersungkur.
Selanjutnya, disuruh terlentang menghadap ke dinding lalu dihajar dari berbagai penjuru. Bahkan, dibenturkan kepala ke dinding dan diinjak-injak bagian perut serta bagian tubuh lainnya. “Saya hanya bisa pasrah menahan sakit, sembari mengucap Allahu akbar. Saat dipukuli, para tahanan bertanya kepada saya layaknya seorang penyidik. Ditanyanya, siapa pelaku pembunuhannya? Enggak mungkin si Anjar,” jelasnya.

Usai dihajar para tahanan, dengan kondisi babak belur Sarpan dibawa kembali ke ruang penyidik dan duduk di kursi. Namun, posisinya harus menghadap ke dinding supaya orang tidak tahu kondisi wajahnya yang terluka dan memar. Bahkan, ketika istrinya mau bertemu tidak dibolehkan, dan makanan yang hendak diberikan Sarpan wajib dititipkan.
Lantaran tidak dibolehkan bertemu padahal hanya berstatus saksi, istri Sarpan curiga ada yang tidak beres. Oleh sebab itu, istrinya berpikir dan menyusun siasat untuk masuk ke ruang penyidik. “Kebetulan saat itu ada seorang perempuan yang hendak masuk ke ruang penyidik, dan istri saya mengikuti dari belakang seolah keluarganya. Setelah berhasil masuk, istri saya beberapa kali panggil saya. Karena tak asing dengan suaranya, lalu saya menoleh ke belakang dan akhirnya bertemu,” terang Sarpan.
Ketika bertemu, istri Sarpan langsung terkejut dan menangis histeris sembari memeluk tubuh suaminya. Sebab, melihat wajah suaminya penuh luka, bengkak dan lebam. “Kok mukanya kayak gini bang, ini bukan abang lagi. Abangkan sebagai saksi, tapi kok diginikan (dipukuli),” kata Sarpan menirukan perkataan istrinya.
Beranjak dari situ, istri Sarpan pulang ke rumah dan menceritakan kepada putranya. Lalu, meminta bantuan kepada masyarakat hingga akhirnya melakukan aksi unjuk rasa pada Senin (6/7) siang menjelang sore. “Memang sudah diberi jalan oleh Allah. Saya akhirnya bisa bebas sekitar pukul 18.00 WIB lewat pintu belakang, diantar oleh polisi dari Polda Sumut. Saya langsung dipeluk istri dan anak serta keluarga maupun warga,” jabarnya.
Lebih lanjut Sarpan mengatakan, akibat penyiksaan itu sampai sekarang masih terasa sakit pada tulang rusuk sebelah kiri. Bahkan, pandangan mata kiri kabur dan alat kelamin tak normal lagi. “Saya berharap mendapat keadilan dari penegak hukum di negeri ini. Selain itu, juga mendapat ganti rugi karena akibat peristiwa tersebut karena saya tidak bisa lagi bekerja sebagai buruh bangunan untuk menafkahi istri dan anak saya,” pungkasnya.
Diketahui, pascapembunuhan Dodi Somanto pada Kamis (2/7) sore, Sarpan diamankan Polsek Percut Seituan untuk diperiksa lantaran berada di lokasi. Namun, hingga Senin (6/7) siang tak juga dibebaskan.
Lantaran ditahan sampai 5 hari masih berstatus saksi, hari itu juga keluarga Sarpan bersama seratusan warga Jalan Sidumolyo Gang Gelatik Pasar 9 berunjuk rasa di Mapolsek Percut Seituan. Terlebih, selama ditahan Sarpan mendapatkan perlakuan yang tidak baik.

Warga pun meminta Sarpan dibebaskan. Tak hanya itu, dengan membawa spanduk mereka meminta agar Kapolsek Percut Seituan dan Kanit Reskrimnya dicopot dari jabatannya. Setelah berorasi dan dialog, sore hari Sarpan akhirnya dibebaskan dalam kondisi tubuh dan wajah lebam. Malam hari, Sarpan membuat pengaduan di Polrestabes Medan.
Sementara, kejadian pembunuhan terhadap Dodi Somanto terjadi saat korban bersama Sarpan sedang bekerja merenovasi rumah milik Nurdiana Dalimunte di Jalan Sidumolyo Gang Gelatik, Pasar 9, Desa Sei Rotan, Kecamatan Percut Seituan.
Tiba-tiba, Anzar (24), anak pemilik rumah datang mengambil cangkul dan mengayunkannya ke arah belakang kepala korban. Sarpan yang mengetahui kejadian itu langsung berusaha menyelamatkan diri lantaran pelaku mengayunkan cangkul ke arahnya juga. Tak berapa lama, datang Polsek Percut Seituan ke lokasi dan melakukan penyelidikan. Sejumlah saksi diperiksa termasuk Sarpan. (ris/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/