26.7 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

USU Teliti Kasus Tamin Sukardi

IST
BERI KETERANGAN: Dr Edi Yunara memberikan keterangan kepada wartawan, Selasa (6/11).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus dugaan korupsi penjualan lahan eks HGU PTPN II di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Deliserdang yang dilakukan Tamin Sukardi, disebut ada kejanggalan. Sehingga perlu dilakukan penelitian secara ilmiah.

Kepala Laboratorium Fakultas Hukum USU, Dr Edi Yunara mengungkapkan, dalam proses hukum yang terjadi terhadap Tamin Sukardi cukup ganjil. Bila dikaji dalam teori, dalam prosesnya menerapkan Crime Control Model yang secara sederhana menekankan kepada asas praduga bersalah.

Artinya, kata Edi, asalkan administrasi sudah cukup maka bisa diproses untuk dilakukan penahanan dan diajukan sidang ke pengadilan. Padahal, lanjut Edi, seharusnya dalam hukum mengedepankan asas praduga tak bersalah.

Edi menyatakan, hal ini tidak lazim dalam peradilan kita. Sehingga perlu kajian mendalam tentang fakta hukum. “Kasus Tamin Sukardi cukup unik, karena yang melawan perbuatan hukum sebenarnya tidak diproses. Malahan, saksi yang dijadikan tersangka yaitu Tamin Sukardi,” ungkap Dr Edi Yunara saat memberikan keterangan pers kepada wartawan, Selasa (6/11).

Menurut dia, dalam perkara ini putusan hukum terhadap terdakwa bersumber dari dakwaan jaksa dinilai keliru. Sebagai contoh, pelakunya satu orang tetapi diterapkan Pasal 55 KUHP.

Hal ini jelas bertolak belakang, karena dalam penerapan pasal tersebut cenderung lebih dari satu orang pelakunya.

“Bisa dibilang kecelakaan hukum dalam dunia peradilan di Sumatera Utara. Kalau seperti ini kondisi hukum kita, tentu masyarakat akan takut menjadi saksi karena bakal terlibat lantaran mengetahui. Kondisi hukum seperti itu juga merupakan suatu kemunduran dan sangat bahaya,” sebutnya.

Diutarakan Edi, penelitian yang dilakukan ini merupakan inisiatif pihaknya. Karena melihat perkara itu cukup intens diberitakan media massa.

Oleh karenanya, segera dibentuk tim yang berjumlah lima hingga enam ahli hukum dengan latar belakang berbeda. Seperti hukum pidana, perdata, niaga hingga ekonomi.

“Yaitu Prof Syafruddin Kalo, Prof Budiman Ginting, Prof Hasyim Purba dan lainnya,” tuturnya.

“Hasik penelitian kami nantinya akan disampaikan ke publik paling lambat 10 hari ke depan,” sambungnya.

Edi menyatakan, penelitian yang dilakukan ini merupakan salah satu fungsi keberadaan perguruan tinggi selain pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat.

“Nantinya hasil dari penelitian ini jika memungkinkan, maka akan dimasukkan ke dalam jurnal internasional dan berdampak terhadap peringkat USU sendiri,” ucapnya.

Ia menambahkan, tidak ada maksud-maksud tertentu apalagi menggiring opini dan bahkan mempengaruhi putusan hakim dalam penelitian tersebut.

“Tujuannya tak lain untuk pembelajaran hukum di Sumatera Utara agar kedepannya lebih baik lagi,” pungkasnya.

Sebelumnya, kuasa hukum Tamin Sukardi, Fachruddin Rifai menyatakan, putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Medan yang memutuskan Tamin Sukardi bersalah melakukan tindak pidana korupsi penjualan lahan eks HGU PTPN II merupakan keliru besar.

Menurut Fachruddin, bagaimana mungkin Tamin Sukardi dinyatakan bersalah, sedangkan fakta-fakta dan saksi-saksi yang terkutip ditranskrip pengadilan menyatakan sebaliknya.(azw/ala)

IST
BERI KETERANGAN: Dr Edi Yunara memberikan keterangan kepada wartawan, Selasa (6/11).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus dugaan korupsi penjualan lahan eks HGU PTPN II di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Deliserdang yang dilakukan Tamin Sukardi, disebut ada kejanggalan. Sehingga perlu dilakukan penelitian secara ilmiah.

Kepala Laboratorium Fakultas Hukum USU, Dr Edi Yunara mengungkapkan, dalam proses hukum yang terjadi terhadap Tamin Sukardi cukup ganjil. Bila dikaji dalam teori, dalam prosesnya menerapkan Crime Control Model yang secara sederhana menekankan kepada asas praduga bersalah.

Artinya, kata Edi, asalkan administrasi sudah cukup maka bisa diproses untuk dilakukan penahanan dan diajukan sidang ke pengadilan. Padahal, lanjut Edi, seharusnya dalam hukum mengedepankan asas praduga tak bersalah.

Edi menyatakan, hal ini tidak lazim dalam peradilan kita. Sehingga perlu kajian mendalam tentang fakta hukum. “Kasus Tamin Sukardi cukup unik, karena yang melawan perbuatan hukum sebenarnya tidak diproses. Malahan, saksi yang dijadikan tersangka yaitu Tamin Sukardi,” ungkap Dr Edi Yunara saat memberikan keterangan pers kepada wartawan, Selasa (6/11).

Menurut dia, dalam perkara ini putusan hukum terhadap terdakwa bersumber dari dakwaan jaksa dinilai keliru. Sebagai contoh, pelakunya satu orang tetapi diterapkan Pasal 55 KUHP.

Hal ini jelas bertolak belakang, karena dalam penerapan pasal tersebut cenderung lebih dari satu orang pelakunya.

“Bisa dibilang kecelakaan hukum dalam dunia peradilan di Sumatera Utara. Kalau seperti ini kondisi hukum kita, tentu masyarakat akan takut menjadi saksi karena bakal terlibat lantaran mengetahui. Kondisi hukum seperti itu juga merupakan suatu kemunduran dan sangat bahaya,” sebutnya.

Diutarakan Edi, penelitian yang dilakukan ini merupakan inisiatif pihaknya. Karena melihat perkara itu cukup intens diberitakan media massa.

Oleh karenanya, segera dibentuk tim yang berjumlah lima hingga enam ahli hukum dengan latar belakang berbeda. Seperti hukum pidana, perdata, niaga hingga ekonomi.

“Yaitu Prof Syafruddin Kalo, Prof Budiman Ginting, Prof Hasyim Purba dan lainnya,” tuturnya.

“Hasik penelitian kami nantinya akan disampaikan ke publik paling lambat 10 hari ke depan,” sambungnya.

Edi menyatakan, penelitian yang dilakukan ini merupakan salah satu fungsi keberadaan perguruan tinggi selain pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat.

“Nantinya hasil dari penelitian ini jika memungkinkan, maka akan dimasukkan ke dalam jurnal internasional dan berdampak terhadap peringkat USU sendiri,” ucapnya.

Ia menambahkan, tidak ada maksud-maksud tertentu apalagi menggiring opini dan bahkan mempengaruhi putusan hakim dalam penelitian tersebut.

“Tujuannya tak lain untuk pembelajaran hukum di Sumatera Utara agar kedepannya lebih baik lagi,” pungkasnya.

Sebelumnya, kuasa hukum Tamin Sukardi, Fachruddin Rifai menyatakan, putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Medan yang memutuskan Tamin Sukardi bersalah melakukan tindak pidana korupsi penjualan lahan eks HGU PTPN II merupakan keliru besar.

Menurut Fachruddin, bagaimana mungkin Tamin Sukardi dinyatakan bersalah, sedangkan fakta-fakta dan saksi-saksi yang terkutip ditranskrip pengadilan menyatakan sebaliknya.(azw/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/