31.8 C
Medan
Friday, December 6, 2024
spot_img

Terkait Uang Penangguhan Ganti Rugi Rp20 Miliar, Ketua PN Pematang Siantar Dilaporkan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kuasa Hukum PTPN IV Regional I dari Kantor Hukum Hasrul Benny Harahap & Rekan, Jefri MT Sipahutar SH, MKn melaporkan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Pematangsiantar pada Jumat (8/11/2024).

Laporan tersebut dilayangkan kepada Ketua Komisi Yudisial RI dengan Surat Nomor 638/HBH-L/XI/2024 Tanggal 6 November 2024 dan Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI dengan Surat Nomor 639/HBH-L/XI/2024 Tanggal 6 November 2024.

Pelaporan tersebut atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yaitu dugaan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar berinisial RLM atas penangguhan uang ganti rugi oleh pihak yang berhak dalam hal ini PTPN IV Regional I yang merupakan perusahaan negara yang dikonsinyasikan di Pengadilan Negeri Pematang Siantar sebesar Rp20.235.346.960 (dua puluh miliar dua ratus tiga puluh lima juta tiga ratus empat puluh enam ribu sembilan ratus enam puluh rupiah) berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht van gewijsde).

“Berbagai tahapan dan upaya telah kami lakukan termasuk melakukan komunikasi dan konsultasi kepada Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar, namun tidak memberikan solusi bahkan terkesan memberikan argumen yang tidak berdasarkan ketentuan hukum, dimana Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar menerbitkan 3 (tiga) surat yang disampaikan merespon surat kami dengan isi yang sama, yang pada intinya Pengadilan Negeri Pematang Siantar menunda pembayaran uang ganti rugi yang dikonsinyasikan dikarenakan adanya upaya peninjauan kembali atas Perkara Tata Usaha Negara yang dalam seluruh tahapan telah dimenangkan oleh PTPN IV Regional I,” ujar Jefri.

Menurutnya, bahwa tindakan dari Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar berinisial RLM diduga dilakukan oleh karena adanya tendensi tertentu sehingga pihaknya menduga ada tindakan yang melanggar kode etik serta profesionalisme demi kepentingan tertentu terkait dengan konsinyasi uang milik Negara cq. PTPN IV Regional I yang dititipkan di salah satu Bank di Kota Pematang Siantar sebesar Rp20.235.346.960 atas objek tanah penghapusbukuan dan pemindahtanganan milik PTPN IV Regional I untuk Pembangunan jalan tol Tebing Tinggi-Parapat-Sibolga dengan total luasan + 198.481 M2.

Jefri Sipahutar menyatakan, sebagai Kuasa Hukum yang bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Milik Negara PTPN IV Regional I, tindakan tersebut wajib segera diperiksa oleh Ketua Komisi Yudisial RI dan Ketua Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, mengingat seharusnya tidak ada alasan sebagaimana Undang-Undang dan Peraturan yang berlaku bagi Ketua Pengadilan Negeri Siantar untuk tidak melakukan pembayaran kepada PTPN IV Regional I.

Diantaranya, sebagaimana Pasal 94 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 32 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2016 yang pada intinya menyatakan bahwa ganti kerugian dapat diambil oleh pihak yang berhak di Kepaniteraan Pengadilan setelah terdapat Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. “Serta argumentasi yang secara umum diketahui bahwa Peninjauan Kembali tidak dapat menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan dari Putusan Pengadilan sebagaimana Pasal 66 ayat 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung,” tegas Jefri.

Jefri Sipahutar menilai, seharusnya di tengah kondisi perilaku hakim yang saat ini marak menjadi perbincangan publik seharusnya Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar lebih berhati-hati serta lebih profesional dalam bertindak. “Sehingga tidak menimbulkan permasalahan seperti ini yang sangat merugikan klien kami yang adalah Perusahaan Negara,” kata Jefri.

Dr Christian Orchard Perangin-Angin SH, MKn, CLA selaku Kepala Bagian Sekretariat & Hukum PTPN IV Regional I Medan saat di konfirmasi awak media membenarkan hal tersebut.

“Kami sebagai Perusahaan Negara menyesali tindakan dari Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar karena menurut pendapat kami seharusnya Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar berperilaku arif, bijaksana, berintegritas dan profesional, mengingat yang kami mohonkan adalah murni demi dan untuk kepentingan Negara, bukan untuk kepentingan pribadi apalagi saat ini PTPN IV Regional I merupakan Perusahaan Negara yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional sebagaimana Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2023,” kata Christian.

Sebab, lanjutnya, seluruh biaya tersebut nantinya juga langsung ditransfer ke Kas Negara berdasarkan mekanisme sesuai ketentuan Perundang-Undangan sehingga seharusnya tidak ada kekhawatiran Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar untuk melaksanakannya.

“Kami berharap laporan dari Kuasa Hukum kami segera ditindaklanjuti oleh Ketua Komisi Yudisial RI dan Ketua Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI sehingga Keputusan Bersama Ketua Komisi Yudisial RI dan Ketua Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 & 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dapat memberi keadilan bagi kami sebagai Perusahaan Negara,” harap Christian. (ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kuasa Hukum PTPN IV Regional I dari Kantor Hukum Hasrul Benny Harahap & Rekan, Jefri MT Sipahutar SH, MKn melaporkan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Pematangsiantar pada Jumat (8/11/2024).

Laporan tersebut dilayangkan kepada Ketua Komisi Yudisial RI dengan Surat Nomor 638/HBH-L/XI/2024 Tanggal 6 November 2024 dan Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI dengan Surat Nomor 639/HBH-L/XI/2024 Tanggal 6 November 2024.

Pelaporan tersebut atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yaitu dugaan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar berinisial RLM atas penangguhan uang ganti rugi oleh pihak yang berhak dalam hal ini PTPN IV Regional I yang merupakan perusahaan negara yang dikonsinyasikan di Pengadilan Negeri Pematang Siantar sebesar Rp20.235.346.960 (dua puluh miliar dua ratus tiga puluh lima juta tiga ratus empat puluh enam ribu sembilan ratus enam puluh rupiah) berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht van gewijsde).

“Berbagai tahapan dan upaya telah kami lakukan termasuk melakukan komunikasi dan konsultasi kepada Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar, namun tidak memberikan solusi bahkan terkesan memberikan argumen yang tidak berdasarkan ketentuan hukum, dimana Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar menerbitkan 3 (tiga) surat yang disampaikan merespon surat kami dengan isi yang sama, yang pada intinya Pengadilan Negeri Pematang Siantar menunda pembayaran uang ganti rugi yang dikonsinyasikan dikarenakan adanya upaya peninjauan kembali atas Perkara Tata Usaha Negara yang dalam seluruh tahapan telah dimenangkan oleh PTPN IV Regional I,” ujar Jefri.

Menurutnya, bahwa tindakan dari Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar berinisial RLM diduga dilakukan oleh karena adanya tendensi tertentu sehingga pihaknya menduga ada tindakan yang melanggar kode etik serta profesionalisme demi kepentingan tertentu terkait dengan konsinyasi uang milik Negara cq. PTPN IV Regional I yang dititipkan di salah satu Bank di Kota Pematang Siantar sebesar Rp20.235.346.960 atas objek tanah penghapusbukuan dan pemindahtanganan milik PTPN IV Regional I untuk Pembangunan jalan tol Tebing Tinggi-Parapat-Sibolga dengan total luasan + 198.481 M2.

Jefri Sipahutar menyatakan, sebagai Kuasa Hukum yang bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Milik Negara PTPN IV Regional I, tindakan tersebut wajib segera diperiksa oleh Ketua Komisi Yudisial RI dan Ketua Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, mengingat seharusnya tidak ada alasan sebagaimana Undang-Undang dan Peraturan yang berlaku bagi Ketua Pengadilan Negeri Siantar untuk tidak melakukan pembayaran kepada PTPN IV Regional I.

Diantaranya, sebagaimana Pasal 94 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 32 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2016 yang pada intinya menyatakan bahwa ganti kerugian dapat diambil oleh pihak yang berhak di Kepaniteraan Pengadilan setelah terdapat Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. “Serta argumentasi yang secara umum diketahui bahwa Peninjauan Kembali tidak dapat menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan dari Putusan Pengadilan sebagaimana Pasal 66 ayat 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung,” tegas Jefri.

Jefri Sipahutar menilai, seharusnya di tengah kondisi perilaku hakim yang saat ini marak menjadi perbincangan publik seharusnya Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar lebih berhati-hati serta lebih profesional dalam bertindak. “Sehingga tidak menimbulkan permasalahan seperti ini yang sangat merugikan klien kami yang adalah Perusahaan Negara,” kata Jefri.

Dr Christian Orchard Perangin-Angin SH, MKn, CLA selaku Kepala Bagian Sekretariat & Hukum PTPN IV Regional I Medan saat di konfirmasi awak media membenarkan hal tersebut.

“Kami sebagai Perusahaan Negara menyesali tindakan dari Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar karena menurut pendapat kami seharusnya Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar berperilaku arif, bijaksana, berintegritas dan profesional, mengingat yang kami mohonkan adalah murni demi dan untuk kepentingan Negara, bukan untuk kepentingan pribadi apalagi saat ini PTPN IV Regional I merupakan Perusahaan Negara yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional sebagaimana Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2023,” kata Christian.

Sebab, lanjutnya, seluruh biaya tersebut nantinya juga langsung ditransfer ke Kas Negara berdasarkan mekanisme sesuai ketentuan Perundang-Undangan sehingga seharusnya tidak ada kekhawatiran Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar untuk melaksanakannya.

“Kami berharap laporan dari Kuasa Hukum kami segera ditindaklanjuti oleh Ketua Komisi Yudisial RI dan Ketua Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI sehingga Keputusan Bersama Ketua Komisi Yudisial RI dan Ketua Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 & 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dapat memberi keadilan bagi kami sebagai Perusahaan Negara,” harap Christian. (ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/