MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI periode 2014-2019 dari fraksi PPP Irgan Chairul Mahfiz dituntut pidana selama 4 tahun 6 bulan penjara. Dia dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama yakni menerima suap dari mantan Bupati Labuhanbatu Utara (Labura) Kharruddin Syah alias H Buyung.
Selain Irgan, Tim Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menuntut mantan Wakil Bendahara Umum (Wabendum) PPP, Puji Suhartono dengan pidana 4 tahun 6 bulan penjara, dalam sidang virtual di Ruang Cakra 2 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (7/6) sore.
Selain pidana penjara, JPU juga membebankan kedua terdakwa membayar denda sebesar Rp200 juta, subsider 3 bulan kurungan. “Perbuatan kedua terdakwa diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsisebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar Tim JPU Komisi Pemberantasan Korups (KPK) Budhi Sarumpaet.
Dalam perkara ini, JPU menyimpulkan hal yang memberatkan bagi terdakwa karena keduanya tidak mendukung program pemerintah dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi.
“Sementara yang meringankan terdakwa bersikap sopan dan kooperatif selama persidangan, terdakwa belum pernah dihukum dan terdakwa telah mengembalikan uang hasil tindak pidana,” ucapnya.
Menanggapi tuntutan itu, Hakim Ketua Sulhanuddin memberikan kesempatan selama 10 hari kepada para terdakwa mengajukan nota pembelaan (pledoi).
Pada sidang sebelumnya, jaksa menjelaskan bahwa kedua terdakwa diadili terkait perkara dugaan suap pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P 2017 dan APBN 2018 Untuk Kabupaten Labura.
Dalam berkas dakwaan disebutkan perkara keduanya bermula pada April 2017 lalu, saat Bupati Labura nonaktif Kharruddin Syah, meminta Agusman Sinaga dan Habibuddin Siregar mengurus perolehan DAK APBN-P TA 2017 dan pengajuan usulan DAK APBN TA 2018 Bidang Kesehatan untuk pembangunan lanjutan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aekkanopan, Kabupaten Labura di Kementerian Keuangan.
Pada 19 Februari 2018, saat Agusman Sinaga dan Yaya Purnomo melakukan pertemuan dengan Puji Suhartono, menyampaikan bahwa RKA DAK APBN TA 2018 Bidang Kesehatan untuk pembangunan lanjutan RSUD Aek Kanopan Kabupaten Labura, belum disetujui oleh Kementerian Kesehatan RI. Sehingga apabila sampai bulan Februari 2018 tidak disetujui, maka DAK APBN TA 2018 tersebut tidak akan dapat dicairkan.
Kemudian, Puji Suhartono meminta bantuan Irgan selaku Anggota DPR-RI Komisi IX, yang merupakan Mitra Kerja Kementerian Kesehatan RI untuk membantu menyelesaikan permasalahan RKA DAK APBN TA 2018 Bidang Kesehatan untuk pembangunan lanjutan RSUD Aekkanopan Kabupaten Labura yang belum disetujui, lalu, terdakwa Irgan pun menyampaikan bersedia untuk membantu menyelesaikan permasalahan tersebut.
Selanjutnya, pada 15 Maret 2018, Kementerian Keuangan RI mengumumkan DAK APBN TA 2018 Bidang Kesehatan, untuk pembangunan lanjutan RSUD Aekkanopan Kabupaten Labura disetujui oleh Kementerian Kesehatan RI dengan nilai sebesar Rp30 miliar.
Lalu, Chairul menghubungi Puji Suhartono meminta kekurangan uang sebesar Rp80 juta, atas bantuan pengurusan perolehan DAK APBN TA 2018 Bidang Kesehatan untuk pembangunan lanjutan RSUD Aekkanopan, yang telah disetujui oleh Kementerian Kesehatan RI dan Kementerian Keuangan RI. Kemudian Yaya Purnomo menghubungi Agusman Sinaga meminta mengirim uang untuk bagian Puji Suhartono sebesar Rp100 juta.
JPU mengatakan, pada perkara ini, kedua terdakwa mengetahui atau patut menduga, bahwa penerimaan hadiah berupa uang yang seluruhnya sejumlah Rp 200 juta, dari Bupati Labura Kharruddin Syah dan Agusman Sinaga.
Uang tersebut, diberikan untuk membantu pengurusan perolehan Dana Alokasi Khusus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018 (DAK APBN TA 2018) Bidang Kesehatan untuk Pembangunan Lanjutan RSUD Aekkanopan Kabupaten Labura agar disetujui oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (man/azw)