25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Keluarga Bidan Dewi Ngadu ke Mahkamah Agung

PK IDAWATI TIDAK SAH
Praktisi Hukum, Muslim Muis,SH mengatakan Peninjauan Kembali (PK) adalah penunjukkan bukti (novum) baru yang dalam kasus pidana tidak memiliki batas waktu. Tapi menurutnya PK yang diajukan dapat dilakukan setelah putusan tersebut inkrah atau berkekuatan hukum tetap. “PK itu kan menunjukkan novum atau bukti baru yang harus diuji dalam persidangan. Memang kalau dalam perkara pidana pengajuan PK tidak ada batas waktu. Akan tetapi putusan tersebut harus sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap,” jelasnya.

Lanjut Direktur Pusat Studi Hukum Pembaharuan dan Peradilan Sumut ini, putusan tersebut inkrah jika terdakwanya sudah dieksekusi. Tetapi jika belum dilakukan eksekusi maka pengajuan PK tidak dapat dilakukan. “Maksud dari inkrah disini, kalau terdakwanya tersebut sudah dieksekusi. Tetapi dalam perkara ini kan tidak, terdakwanya belum dieksekusi, jadi kenapa kok bisa PK, dan seharusnya itu tidak sah,” jelasnya. Menurutnya dalam hal ini pengajuan PK dapat diajukan oleh terdakwa, tetapi dapat dilakukan oleh kuasa hukumnya atas pernyataan oleh terdakwa. Namun jika dalam persidangan, terdakwa harus dihadirkan.

“Terdakwanya itu harus dihadirkan. Karena bagaimana untuk membuktikan novum baru itu, sementara terdakwa tidak ada,” ujarnya. Jika pengajuan PK ini tetap dilanjutkan, majelis hakim yang menyidangkan perkara ini sudah melampaui batas kewenangannya.

“Kalaupun tetap disidangkan, majelis hakim harus mempertimbangkan ketidakhadiran dari terdakwa. Dan majelis hakim sudah melampaui batas kewenangannya sebagai hakim,” ungkapnya. Secara logika, dirinya mengatakan kalau pihak kejaksaan dapat mencari keberadaan Idawati melalui orang atau kuasa hukum yang mengajukan PK atau novum tersebut.

“Ini kan belum inkrah karena belum dilakukan eksekusi. Seharusnya ini menjadi jalan bagi kejaksaan untuk mencari keberadaan Idawati, melalui pemberi Novum baru itu. Secara logika, orang atau kuasa hukum yang mengajukan PK, pasti berkomunikasi dengan Idawati. Tidaklah mungkin pengajuan tersebut dibuat sendiri tanpa diketahui oleh terdakwanya. Orangnya buronan kok bisa ngajukan PK,” ungkapnya.

Dirinya juga menambahkan kalau dalam hal ini pihak kejaksaan harus dapat mencari keberadaan Idawati. “Ini harusnya udah menjadi jalan, jangan-jangan selama ini Idawati menjadi ATM berjalan dan masih di sini juga orangnya. Masak bisa PK, disini seharusnya bisa celah untuk eksekusi terdakwa,” tandasnya. (man/bay/deo)

PK IDAWATI TIDAK SAH
Praktisi Hukum, Muslim Muis,SH mengatakan Peninjauan Kembali (PK) adalah penunjukkan bukti (novum) baru yang dalam kasus pidana tidak memiliki batas waktu. Tapi menurutnya PK yang diajukan dapat dilakukan setelah putusan tersebut inkrah atau berkekuatan hukum tetap. “PK itu kan menunjukkan novum atau bukti baru yang harus diuji dalam persidangan. Memang kalau dalam perkara pidana pengajuan PK tidak ada batas waktu. Akan tetapi putusan tersebut harus sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap,” jelasnya.

Lanjut Direktur Pusat Studi Hukum Pembaharuan dan Peradilan Sumut ini, putusan tersebut inkrah jika terdakwanya sudah dieksekusi. Tetapi jika belum dilakukan eksekusi maka pengajuan PK tidak dapat dilakukan. “Maksud dari inkrah disini, kalau terdakwanya tersebut sudah dieksekusi. Tetapi dalam perkara ini kan tidak, terdakwanya belum dieksekusi, jadi kenapa kok bisa PK, dan seharusnya itu tidak sah,” jelasnya. Menurutnya dalam hal ini pengajuan PK dapat diajukan oleh terdakwa, tetapi dapat dilakukan oleh kuasa hukumnya atas pernyataan oleh terdakwa. Namun jika dalam persidangan, terdakwa harus dihadirkan.

“Terdakwanya itu harus dihadirkan. Karena bagaimana untuk membuktikan novum baru itu, sementara terdakwa tidak ada,” ujarnya. Jika pengajuan PK ini tetap dilanjutkan, majelis hakim yang menyidangkan perkara ini sudah melampaui batas kewenangannya.

“Kalaupun tetap disidangkan, majelis hakim harus mempertimbangkan ketidakhadiran dari terdakwa. Dan majelis hakim sudah melampaui batas kewenangannya sebagai hakim,” ungkapnya. Secara logika, dirinya mengatakan kalau pihak kejaksaan dapat mencari keberadaan Idawati melalui orang atau kuasa hukum yang mengajukan PK atau novum tersebut.

“Ini kan belum inkrah karena belum dilakukan eksekusi. Seharusnya ini menjadi jalan bagi kejaksaan untuk mencari keberadaan Idawati, melalui pemberi Novum baru itu. Secara logika, orang atau kuasa hukum yang mengajukan PK, pasti berkomunikasi dengan Idawati. Tidaklah mungkin pengajuan tersebut dibuat sendiri tanpa diketahui oleh terdakwanya. Orangnya buronan kok bisa ngajukan PK,” ungkapnya.

Dirinya juga menambahkan kalau dalam hal ini pihak kejaksaan harus dapat mencari keberadaan Idawati. “Ini harusnya udah menjadi jalan, jangan-jangan selama ini Idawati menjadi ATM berjalan dan masih di sini juga orangnya. Masak bisa PK, disini seharusnya bisa celah untuk eksekusi terdakwa,” tandasnya. (man/bay/deo)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/