MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tak hanya H. Salman dan H. Supono yang kesal dengan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor PN Medan, Rabu (10/12), keluarga terdakwa juga menangis mendengarkan putusan tersebut. Sejumlah wanita berjilbab meneteskan air mata mendengar Salman (Sekwan DPRD Langkat) dan Supono (mantan Sekwan) dijatuhi hukuman masing-masing 12 bulan penjara. Plus denda Rp 50 juta dan subsider 1 bulan kurungan.
“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, dan menjatuhkan hukuman selama 1 tahun penjara, denda Rp 50 juta subsider 1 bulan,” terang majelis hakim yang diketuai oleh, Parlindungan Sinaga SH, di ruang Cakra Utama Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Medan, Rabu (10/12) pagi.
Kedua terdakwa pun dikenakan pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 30/1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. Putusan ini lebih rendah 6 bulan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang sebelumnya menuntut kedua terdakwa masing-masing 1 tahun dan 6 bulan penjara, denda Rp 50 juta subsider 3 bulan.
Kekesalan dan kekecewaan terpancar dari wajah Salman usai sidang. Dia tak terima kalau hanya Sekwan saja yang dihukum. “Kenapa hanya kami saja yang tidak mampu ini yang dihukum? Kenapa kami dijadikan tumbal seperti ini,” ungkapnya dengan mata yang berkaca-kaca.
Padahal menurutnya, dalam perjalanan tersebut seluruh anggota dewan dengan pimpinan ikut melakukan perjalanan. “Semua ’kan ikut dalam perjalanan tersebut, dan sebagian anggota dewan termasuk pimpinan RHB juga ada yang membeli tiket sendiri. Artinya mereka juga membeli tiket berarti terdapt selisih harga tiket. Tapi kenapa mereka tidak dimintai pertanggungjawaban? Kkenapa hanya kami berdua,” kesal pria yang berkumis tebal ini.
Menurutnya dalam LHP BPK No. 114/LHP/XVIII.Mdn/10/2013, 29 Oktober 2013, ditemukan biaya perjalanan dinas luar daerah sebesar Rp 1.688.119.964,- tidak sesuai peruntukan. Dan pada 27 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) diketahui bahwa realisasi perjalanan dinas 20 SKPD terindikasi merugikan keuangan daerah.
Pada perjalanan dinas TA 2012, sebesar Rp 666 juta. Terdapat perjalanan yang tidak dilaksanakan alias fiktif sebesar Rp 33,6 juta, yang berdasarkan LHP dilakukan oleh mantan Ketua DPRD Langkat, RHB dan David Helgood Pardede. Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil konfirmasi dari pihak maskapai PT Garuda Indonesia, ada beberapa nama RHB dengan nomor tiket 942897228xx, tujuan Medan-Jakarta, digantikan oleh, a.n. Betty.
Begitu juga dengan David, yang beberapa kali penerbangannya, namanya digantikan a.n. Ramjit Sing, dengan nomor tiket, 9429075639 dan Syukran dengn nomor tiket 9429082499. Berdasarkan hasil tersebut, kalau keduanya tidak melakukan perjalanan dinas. “Dari bukti itu kan kita sudah bisa tahu, kalau yang berangkat bukan yang punya tiket, tapi orang lain. Itu kan namanya perjalanan fiktif. Uang semua udah diambil tetapi tugas tidak dilakukan,” ujarnya.
Kemudian, RHB juga tidak pernah datang untuk mengklarifikasi hal tersebut kepada BPK dengan alasan rapat di DPR RI. “Kita kecewa dengan JPU, yang tidak bisa menghadirkan RHB di persidangan dengan alasan UU MD 3. Padahal di sini nasib saya dan keluarga saya yang dipertaruhkan,” kesalnya.
Hal yang sama dikatakan Supono. “Kecewa kali pasti, kenapa RHB tidak datang dan jaksa tak bisa menghadirkan. Karena alasan UU MD 3, terus kami ini apa, karena kami orang lemah makanya ditumbalkan,” ungkapnya. “Dari sinikan terlihat, kalau ternyata hukum dinegara kita tajamnya ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Orang-orang atas sama sekali tak tersentuh hukum, miris memang,” ungkapnya.
Sebelumnya, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Stabat mengatakan, pada Tahun Anggaran (TA) 2012, Pemkab Langkat mengalokasikan dana Rp27,1 miliar untuk biaya perjalanan dinas 50 anggota DPRD Langkat. Anggaran tersebut tertuang dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2012.
Dari jumlah itu, menurut jaksa, yang terealisasi hingga akhir 2012 sebesar Rp17,3 miliar. Biaya perjalanan dinas di antaranya untuk pembelian tiket pesawat Garuda Indonesia dan Lion Air itu telah dimark-up kedua terdakwa, yakni untuk Garuda Indonesia di mark-up Rp100 ribu per tiker dan Lion Air Rp80 ribu per tiket. “Terdakwa menaikkan harga tiket pesawat Garuda Indonesia dan Lion Air sebanyak 173 tiket,” kata jaksa.
Selain harga tiket dinaikkan, ada juga nama anggota dewan yang tercantum dalam database Garuda Indonesia dan Lion Air, namun tidak berangkat. Ada juga nomor tiket tetapi tidak ada dalam database di kedua maskapai tersebut. Meski begitu, tiket tetap dibayarkan. Akibat perbuatan kedua terdakwa tersebut, kata jaksa, negara dirugikan Rp665,9 juta. “Dari Juli-Desember 2012, kerugian negara sebesar Rp330,4 juta,” ujar jaksa. (bay/trg)