MEDAN, SUMUTPOS.CO – Junaidi Matondang, pengacara Albert Pangaribuan dan Ferdinand Ritonga selaku mantan General Manager (GM) dan Panitia Pemeriksa Mutu dan Barang PT PLN KITSBU Belawan, mengaku telah menyusun ancang-ancang untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Sumut.
“Untuk hasil persidangannya saya nilai sudah subjektif, dan kami sudah menyatakan banding. Namun kami masih menunggu salinan putusan dulu dari Pengadilan Tipikor Medan paling lama 7 hari. Disitu mau kita lihat halaman berapa, kita mau lihat dan merujuk kesana. Kita juga sudah buat ancang-ancang ke Pengadilan Tinggi,” tegasnya saat dihubungi, Selasa (11/3) siang.
Selain itu, Junaidi juga menilai hakim yang sempat beda pendapat dalam mengambil putusan (disennting opinion) tak terbukti. Apalagi dalam persidangan tak ada fakta yang menyebutkan kasus ini telah berdampak pada pemadaman listrik secara bergilir, hingga menyebabkan kebakaran dan menimbulkan korban jiwa.
“Tidak ada kaitannya antara kasus ini dengan pemadaman listrik. Kebetulan saja waktunya berbarengan, karena PLN tengah melakukan perbaikan mesin di Belawan, Sibolga, dan Langkat. Itu hanya asumsi saja, dan memang kebetulan saja waktunya dengan pemadaman listrik bersamaan dengan sidangnya,” ungkapnya.
Ia mengatakan kasus itu bukan karena kesalahan mesin, melainkan kesalahan manusianya yang tak ada melakukan perawatan. “Pembelian flame tube itu benar adanya, dan pada saat dibeli keadaannya bagus, tapi tidak dilakukan perawatan. Kalau sesuai peraturannya, mesin itu harus dapat perawatan tiap 6.000 jam sekali. Tapi selama 32 bulan mesin itu tak mendapat perawatan. Hal inilah yang kita sebut sebagai human error-nya,” beber Junaidi lagi.
Apakah mereka tak takut hukuman akan lebih berat di Pengadilan Tinggi? Ditanya begitu, Junaidi mengaku pihaknya sudah siap menerima resiko.
“Semalam kami sudah berembuk, mereka semuanya siap menghadapi kemungkinan yang ada, meskipun ujungnya tak seperti yang diharapkan. Di sini kan terjadi kesalahan persepsi. Rusaknya itu bukan teknik error, bukan mesinnya yang salah, mesin itu rusak karena tidak ada perawatan. Ketika dibeli mesin itu bagus, kemudian tidak dilakukan perawatan, makanya mesin itu rusak. Walaupun begitu, kami tetap berusaha agar majelis hakim PT yang akan menyidangkan kasus ini dapat melihat fakta-fakta yang benar,” harapnya.
Sementara itu, pasca divonis 44 tahun (edisi sebelumnya 34 tahun), kelima terdakwa langsung dijebloskan ke penjara. Hal ini diakui Kepala Rumah Tahanan Tanjung Gusta Medan, Tony Nainggolan saat dihubungi kru koran ini, Selasa (11/3) siang. “Semalam sudah kami terima kembali kelima terdakwa, dan mereka ditahan di ruangan khusus tahanan tipikor di blok A. Jadi bergabunglah mereka dengan tahanan-tahanan kasus korupsi lainnya,” jelas Tony.
Saat ditanyai bagaimana kondisi terakhir kelima terdakwa? Tony mengaku pada saat serah terima  kelimanya dalam keadaan sehat-sehat saja. “Semalam pas serah terima kelimanya dalam keadaan sehat, ya biasanya itu kalau agak ngedrop sedikit setelah vonis, tapi semua sehat saja,” ungkapnya.
Namun saat ditanyai apakah ada yang menjenguk kelimanya mulai dari semalam hingga siang tadi, ia mengaku belum mengetahui lantaran sedang berada di Jakarta. “Kalau soal yang menjenguk belum saya ketahui, soalnya saya lagi berada di Jakarta ada tugas,” terangnya.
KY PUSAT APRESIASI HAKIM
Komisi Yudisial Pusat mengapresiasi ketiga hakim yang telah menjatuhkan hukuman berat pada kelima mantan bos PT PLN itu. Apalagai, perbuatan para terdakwa dianggap sudah sangat merugikan masyarakat luas “KY Pusat memberikan apresiasi dan menghormati putusan hakim yang telah berani dan benar menjatuhkan vonis. Karena dampak dari korupsi ini sangat tidak signifikan dengan kesejahteraan masyarakat,” ungkap terdakwa Eman Suparman.
Lebih lanjut, Eman menilai hakim lebih lebih peka dan membela masyarakat dengan memberikan pertimbangan tersebut.
“Karena dampaknya sudah sangat dirasakan masyarakat. Hakimnya memiliki progres dan berpikir kedepan mengapa kelima terdakwa itu dijatuhi hukuman yang berat. Karena mereka bukan hanya memperkaya diri sendiri atau orang lain, tetapi memiliki implikasi-implikasi dan efek domino menyebabkan kesengsaraan terhadap masyarakat. Jadi sah-sah saja kalau hakim mengambil pertimbangan seperti itu. Karena dilihat dari fisiologisnya dampak dari pengadaan alat-alat listrik yang tidak sesuai ini sangat buruk,” pungkasnya. (bay/deo)