30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Sidang Kasus Suap Eks Bupati Labuhanbatu, Pangonal Dituntut 8 Tahun, Hak Dipilih Dicabut

SIDANG:
Eks Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Medan, Senin (11/3). Dia dituntut 8 tahun penjara dan dicabut hak dipilihnya.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap (49) dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan. Dia juga dikenakan hukuman uang pengganti sebesar Rp42,28 miliar dan SGD 218.000. Jika tidak dibayar dan harta bendanya tidak mencukupi menutupi kerugian negara itu, maka diganti dengan hukuman satu tahun penjara.

Tuntutan terhadap mantan orang nomor satu di Kabupaten Labuhanbatu itu, dibacakan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan yang digelar di ruang utama Pengadilan Tipikor Medan, Senin (11/3). JPU KPK menilai, Pangonal bersalah menerima suap sebesar Rp42,28 miliar dan SGD 218.000 dari pengusaha Asiong.

Pangonal dijerat dengan Pasal 12 huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. “Meminta agar majelis hakim yang menyidangkan perkara ini menyatakan, terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” ucap Dody Sukmono, salah seorang penuntut di hadapan majelis hakim yang diketuai Irwan Effendi.

Selain hukuman pidana dan uang pengganti, Jaksa KPK juga meminta agar terdakwa diberikan hukuman tambahan berupa dicabut hak pilihnya. “Untuk menghindari Indonesia dipimpin orang yang pernah melakukan tindak pidana korupsi, maka dipandang perlu memberi hukuman tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak dipilih selama 3 tahun 6 bulan,” urai penuntut umum.

Dalam nota tuntutan, jaksa juga mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa. Adapun hal yang memberatkan terdakwa tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas KKN. “Sedangkan hal yang meringankan terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya,” sebut penuntut umum.

Dalam dakwaannya, penuntut memaparkan, Pangonal sebagai Bupati Labuhanbatu, telah melakukan beberapa perbuatan berlanjut, yakni menerima hadiah berupa uang yang seluruhnya Rp42.280.000.000 serta SGD 218.000 dari pengusaha Efendy Sahputra alias Asiong. Pemberian uang itu berlangsung sejak 2016 hingga 2018 dan diberikan melalui Thamrin Ritonga, Umar Ritonga (DPO), Baikandi Harahap, Abu Yazid Anshori Hasibuan.

Penuntut umum menyatakan, patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.

Uang Rp42,28 miliar dan SGD 218.000 itu diberikan Asiong agar terdakwa memberikan beberapa paket pekerjaan di Kabupaten Labuhan Batu pada Tahun Anggaran 2016, 2017 dan 2018 kepadanya. Dan, terdakwa pun memang memerintahkan jajarannya untuk memberikan proyek kepada perusahaan Asiong.

Selama pembacaan nota tuntutan, Pangonal yang mengenakan kaca mata dan mengenakan kemeja batik bermotif merah ini didampingi empat orang kuasa hukumnya. Dia hanya tampak hanya tertunduk sembari meremas kedua tangannya.

Seusai mendengarkan nota tuntutan, majelis hakim menunda persidangan ini hingga pekan depan untuk memberi kesempatan terdakwa menyampaikan pembelaan.

Pangonal yang duduk di kursi terdakwa setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Jakarta dan Labuhan Batu, Sumut, Selasa (17/7). Dia diringkus di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, karena diduga menerima suap. (man)

SIDANG:
Eks Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Medan, Senin (11/3). Dia dituntut 8 tahun penjara dan dicabut hak dipilihnya.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap (49) dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan. Dia juga dikenakan hukuman uang pengganti sebesar Rp42,28 miliar dan SGD 218.000. Jika tidak dibayar dan harta bendanya tidak mencukupi menutupi kerugian negara itu, maka diganti dengan hukuman satu tahun penjara.

Tuntutan terhadap mantan orang nomor satu di Kabupaten Labuhanbatu itu, dibacakan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan yang digelar di ruang utama Pengadilan Tipikor Medan, Senin (11/3). JPU KPK menilai, Pangonal bersalah menerima suap sebesar Rp42,28 miliar dan SGD 218.000 dari pengusaha Asiong.

Pangonal dijerat dengan Pasal 12 huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. “Meminta agar majelis hakim yang menyidangkan perkara ini menyatakan, terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” ucap Dody Sukmono, salah seorang penuntut di hadapan majelis hakim yang diketuai Irwan Effendi.

Selain hukuman pidana dan uang pengganti, Jaksa KPK juga meminta agar terdakwa diberikan hukuman tambahan berupa dicabut hak pilihnya. “Untuk menghindari Indonesia dipimpin orang yang pernah melakukan tindak pidana korupsi, maka dipandang perlu memberi hukuman tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak dipilih selama 3 tahun 6 bulan,” urai penuntut umum.

Dalam nota tuntutan, jaksa juga mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa. Adapun hal yang memberatkan terdakwa tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas KKN. “Sedangkan hal yang meringankan terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya,” sebut penuntut umum.

Dalam dakwaannya, penuntut memaparkan, Pangonal sebagai Bupati Labuhanbatu, telah melakukan beberapa perbuatan berlanjut, yakni menerima hadiah berupa uang yang seluruhnya Rp42.280.000.000 serta SGD 218.000 dari pengusaha Efendy Sahputra alias Asiong. Pemberian uang itu berlangsung sejak 2016 hingga 2018 dan diberikan melalui Thamrin Ritonga, Umar Ritonga (DPO), Baikandi Harahap, Abu Yazid Anshori Hasibuan.

Penuntut umum menyatakan, patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.

Uang Rp42,28 miliar dan SGD 218.000 itu diberikan Asiong agar terdakwa memberikan beberapa paket pekerjaan di Kabupaten Labuhan Batu pada Tahun Anggaran 2016, 2017 dan 2018 kepadanya. Dan, terdakwa pun memang memerintahkan jajarannya untuk memberikan proyek kepada perusahaan Asiong.

Selama pembacaan nota tuntutan, Pangonal yang mengenakan kaca mata dan mengenakan kemeja batik bermotif merah ini didampingi empat orang kuasa hukumnya. Dia hanya tampak hanya tertunduk sembari meremas kedua tangannya.

Seusai mendengarkan nota tuntutan, majelis hakim menunda persidangan ini hingga pekan depan untuk memberi kesempatan terdakwa menyampaikan pembelaan.

Pangonal yang duduk di kursi terdakwa setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Jakarta dan Labuhan Batu, Sumut, Selasa (17/7). Dia diringkus di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, karena diduga menerima suap. (man)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/