25 C
Medan
Sunday, July 7, 2024

Menyoal SKPP Penipuan Tanah Timbun Rp3,5 Miliar, Kejatisu Seakan-akan Bermain dengan Kasus Mujianto

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
DIABADIKAN: Mujianto alias Anam (tengah) diabadikan, beberapa waktu lalu bersama para kerabat.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penghentian penuntutan kasus Mujianto alias Anam dan rekannya Rosihan Anwar oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), menuai berbagai kecaman praktisi hukum. Pasalnya, Kejatisu dinilai salah menganggap kasus penipuan Mujianto tidak layak untuk disidangkan.

“KALAU memang tak cukup bukti, kalau tak lengkap ngapain P21 bahkan sampai P22. Inikan jungkir balik logika hukum kita dibuatnya. Saya pikir dengan permasalahan ini, seakan-akan ada permainan. Jadi penanganan perkara tersebut menunjukkan bahwa kejaksaan tidak profesional,” ucap Julheri Sinaga yang ditemui Sumut Pos di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (13/3).

Julheri menegaskan, keputusan Kejatisu yang menghentikan penuntutan kasus Mujianto merupakan kesalahan dan preseden buruk penegakan hukum.

“Salah. Kenapa dibuat P21, P22 tau-tau dihentikan juga inikan ‘banci’ namanya. Kalau saran saya kepada pengacara gugat praperadilan,” kata pengacara berambut kuncir ini.

Julheri juga mengomentari kasus pidana Mujianto yang berubah menjadi perdata. Menurutnya, Kejatisu telah melangkahi pengadilan dengan memutuskan sebuah kasus pidana berubah menjadi perdata tanpa proses persidangan.

“Biarkan keputusan pengadilan yang memutuskan itu. Kan bisa onslag (bukan suatu tindak pidana), jangan tak dihargai pengadilan. Macam dikangkakangi pengadilan dalam perkara ini, seakan-akan pengadilan itu tidak ada artinya. Bahkan mereka (Kejatisu) menjadi sebuah pengadilan jadinya,” katanya.

Dia menguraikan, kasus Mujianto ini telah berjalan lama yang melalui tahapan-tahapan sesuai prosedur yang berlaku. Dimulai dari penyelidikan kepolisian, penyidikan hingga rekam jejak tersangka yang sempat masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

“Yang jadi persoalan, apakah koordinasi antara kepolisian dan kejaksaan ini tidak ada? Inikan jadi kacau penegakan hukum kita. Kita minta Kejaksaan Agung mengevaluasi lah,” pungkas Julheri.

Sebelumnya, Arizal selaku kuasa hukum dari korban Armen Lubis sempat mengatakan akan menempuh jalur hukum dengan mempraperadilankan Kejatisu yang menghentikan penuntutan Mujianto.

“Tapi kalau itu benar terjadi, secara hukum kan korban mempunyai hak untuk menguji ke absahannya itu. Bisa saja kita melalui praperadilan dan bisa saja kita uji ke ranah PTUN. Tapipun itu nanti kita diskusikan kepada klien, karena kan kita hanya dapat memberikan aktis hukum,” katanya.

Sebagaimana diketahui, Kejatisu mengajukan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) untuk kasus penipuan senilai Rp3,5 miliar yang melibatkan pengusaha properti Medan, Mujianto dan bawahannya Rosihan Anwar. Kejatisu menilai, perkara itu tidak layak masuk ke persidangan.

Hal itu disampaikan Kepala Kejatisu, Fahkruddin kepada wartawan, Rabu (6/3). Fakhruddin menyampaikan pengajuan SKPP atas kasus tersebut karena menilai kasus ini tidak layak disidangkan.

“Ya itu kan ada ketentuan di kita sebelum ke pengadilan kita teliti dulu layak apa nggak untuk diajukan (persidangan). Kami berpendapat belum layak. Maka kami mengajukan ke pusat untuk menunggu dari pusat persetujuan untuk di SKPP,” ucap Fakhruddin.

Kasus ini berawal dari laporan Armen Lubis ke Mapolda Sumut dengan nomor STTLP/509/IV/2017 SPKT “II” tertanggal 28 April 2017.

Dalam pengaduannya, Armen mengaku sudah ditipu oleh Mujianto dan Rosihan Anwar dalam persoalan tanah timbun.

Armen Lubis mengaku sudah merugi Rp3,5 miliar karena aksi Mujianto dan Rosihan Anwar. (man/ala)

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
DIABADIKAN: Mujianto alias Anam (tengah) diabadikan, beberapa waktu lalu bersama para kerabat.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penghentian penuntutan kasus Mujianto alias Anam dan rekannya Rosihan Anwar oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), menuai berbagai kecaman praktisi hukum. Pasalnya, Kejatisu dinilai salah menganggap kasus penipuan Mujianto tidak layak untuk disidangkan.

“KALAU memang tak cukup bukti, kalau tak lengkap ngapain P21 bahkan sampai P22. Inikan jungkir balik logika hukum kita dibuatnya. Saya pikir dengan permasalahan ini, seakan-akan ada permainan. Jadi penanganan perkara tersebut menunjukkan bahwa kejaksaan tidak profesional,” ucap Julheri Sinaga yang ditemui Sumut Pos di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (13/3).

Julheri menegaskan, keputusan Kejatisu yang menghentikan penuntutan kasus Mujianto merupakan kesalahan dan preseden buruk penegakan hukum.

“Salah. Kenapa dibuat P21, P22 tau-tau dihentikan juga inikan ‘banci’ namanya. Kalau saran saya kepada pengacara gugat praperadilan,” kata pengacara berambut kuncir ini.

Julheri juga mengomentari kasus pidana Mujianto yang berubah menjadi perdata. Menurutnya, Kejatisu telah melangkahi pengadilan dengan memutuskan sebuah kasus pidana berubah menjadi perdata tanpa proses persidangan.

“Biarkan keputusan pengadilan yang memutuskan itu. Kan bisa onslag (bukan suatu tindak pidana), jangan tak dihargai pengadilan. Macam dikangkakangi pengadilan dalam perkara ini, seakan-akan pengadilan itu tidak ada artinya. Bahkan mereka (Kejatisu) menjadi sebuah pengadilan jadinya,” katanya.

Dia menguraikan, kasus Mujianto ini telah berjalan lama yang melalui tahapan-tahapan sesuai prosedur yang berlaku. Dimulai dari penyelidikan kepolisian, penyidikan hingga rekam jejak tersangka yang sempat masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

“Yang jadi persoalan, apakah koordinasi antara kepolisian dan kejaksaan ini tidak ada? Inikan jadi kacau penegakan hukum kita. Kita minta Kejaksaan Agung mengevaluasi lah,” pungkas Julheri.

Sebelumnya, Arizal selaku kuasa hukum dari korban Armen Lubis sempat mengatakan akan menempuh jalur hukum dengan mempraperadilankan Kejatisu yang menghentikan penuntutan Mujianto.

“Tapi kalau itu benar terjadi, secara hukum kan korban mempunyai hak untuk menguji ke absahannya itu. Bisa saja kita melalui praperadilan dan bisa saja kita uji ke ranah PTUN. Tapipun itu nanti kita diskusikan kepada klien, karena kan kita hanya dapat memberikan aktis hukum,” katanya.

Sebagaimana diketahui, Kejatisu mengajukan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) untuk kasus penipuan senilai Rp3,5 miliar yang melibatkan pengusaha properti Medan, Mujianto dan bawahannya Rosihan Anwar. Kejatisu menilai, perkara itu tidak layak masuk ke persidangan.

Hal itu disampaikan Kepala Kejatisu, Fahkruddin kepada wartawan, Rabu (6/3). Fakhruddin menyampaikan pengajuan SKPP atas kasus tersebut karena menilai kasus ini tidak layak disidangkan.

“Ya itu kan ada ketentuan di kita sebelum ke pengadilan kita teliti dulu layak apa nggak untuk diajukan (persidangan). Kami berpendapat belum layak. Maka kami mengajukan ke pusat untuk menunggu dari pusat persetujuan untuk di SKPP,” ucap Fakhruddin.

Kasus ini berawal dari laporan Armen Lubis ke Mapolda Sumut dengan nomor STTLP/509/IV/2017 SPKT “II” tertanggal 28 April 2017.

Dalam pengaduannya, Armen mengaku sudah ditipu oleh Mujianto dan Rosihan Anwar dalam persoalan tanah timbun.

Armen Lubis mengaku sudah merugi Rp3,5 miliar karena aksi Mujianto dan Rosihan Anwar. (man/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/