29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Dugaan Penggelembungan Suara Pileg 2024, Hakim Tolak Eksepsi 3 PPK Medan Timur

MEDAN, SUMUTPOS.CO-Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan menolak seluruh nota keberatan (eksepsi) yang diajukan 3 oknum Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Medan Timur. Dengan demikian, sidang tersebut berlanjut dengan pemeriksaan saksi.

Ketiga oknum PPK tersebut di antaranya, Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut (25), Junaidi Machmud (48) dan Muhammad Rachwi Ritonga (28). Sebelumnya, ketiga oknum PPK itu didakwa melakukan penggelembungan suara pada pemilu 2024.

Dalam putusan selanya, majelis hakim yang diketuai As’ad Rahim Lubis menyatakan bahwa Pengadilan Negeri (PN) Medan berwenang mengadili kasus penggelembungan suara tersebut.

“Mengadili, menyatakan keberatan PH para terdakwa tersebut tidak dapat diterima. Menyatakan PN Medan berwenang mengadili perkara ini,” tegasnya dalam sidang di ruang Cakra Utama PN Medan, Rabu (15/5).

Lebih lanjut, Hakim pun memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melanjutkan persidangan dengan agenda pembuktian hingga putusan akhir.

“Memerintahkan JPU untuk melanjutkan pemeriksaan perkara ini. Serta, menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir,” tambahnya.

Hakim menilai eksepsi yang diajukan penasehat hukum para terdakwa telah memasuki pokok perkara, sehingga harus dinyatakan ditolak dan tidak dapat diterima.

Selain itu, hakim juga menyebutkan surat dakwaan JPU telah lengkap, jelas, dan tidak cacat formil, sehingga eksepsi yang diajukan PH para terdakwa tidak beralasan hukum.

Setelah membacakan putusan sela tersebut, majelis hakim menunda persidangan hingga Kamis (16/5) ini, dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.

Diketahui, dalam dakwaan, JPU menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada 14 Februari 2024. Saat itu, ketiga terdakwa bertindak sebagai PPK. Selanjutnya, pada 16 Februari hingga 1 Maret 2024 terdakwa Muhammad Rachwi Ritonga selaku Ketua PPK Medan Timur bersama kedua terdakwa lainnya bertugas melakukan penghitungan rekapitulasi suara pemilu 2024.

Di mana saat itu, ketiga terdakwa memperoleh data C Plano dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) melalui Panitia Pemungutan Suara (PPS), untuk suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Kelurahan Glugur Darat I, Kelurahan Glugur Darat II, dan Kelurahan Pulo Brayan Darat I.

Kemudian, pada 2 Maret 2024 para saksi dari partai yang menyaksikan perhitungan rekapitulasi suara meminta kepada ketiga terdakwa untuk segera memberikan data hasil perhitungan rekapitulasi suara yang dituangkan ke dalam D Hasil.

Namun, karena hasil perhitungan rekapitulasi suara belum selesai dilakukan, maka selanjutnya terdakwa Muhammad Rachwi Ritonga meminta terdakwa Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut untuk memindahkan suara dari Partai Buruh dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Kemudian, terdakwa Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut atas persetujuan terdakwa Muhammad Rachwi Ritonga meminta kode Aplikasi Sirekap di tingkat kecamatan kepada terdakwa Junaidi Machmud beserta password dan kode OTP.

Setelah itu, terdakwa Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut pun membuka Aplikasi Sirekap tersebut dan memindahkan suara dari Partai Buruh dan PKN ke PKB.

Di mana pada saat itu sedang berlangsung rekapitulasi suara untuk seluruh partai peserta pemilu pada tingkat Kecamatan yang dilakukan oleh seluruh anggota PPK dan dihadiri oleh para saksi yang diutus oleh partai peserta pemilu dengan sistem penghitungan suara atau rekapitulasi suara, yaitu dengan cara menayangkan C Plano dengan menggunakan alat proyektor.

Sementara, terdakwa Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut menginput rekapitulasi suara ke dalam Microsoft Excel yang hasilnya akan dibagikan kepada para saksi dari partai peserta pemilu.

Setelah rekapitulasi suara selesai dilakukan oleh ketiga terdakwa, kemudian pada 2 Maret 2024 saksi partai meminta hasil Berita Acara Penghitungan Suara atau D Hasil, karena belum finalisasi.

Sehingga, ketiga terdakwa memberikan dan membagikan rekapitulasi penghitungan suara dalam bentuk Microsoft Excel kepada para saksi peserta pemilu yang salah satunya adalah saksi dari PKB, Partai Gerindra, Partai Buruh, dan PKN.

Ternyata, hasil rekapitulasi suara yang dilakukan ketiga terdakwa terdapat perbedaan jumlah suara antara C Plano yang dibuat oleh KPPS dengan D Hasil yang dibuat oleh PPK Medan Timur.

Di mana hal tersebut dikarenakan adanya pemindahan suara dari PKN dan Partai Buruh ke PKB. Sehingga, PKB memperoleh tambahan suara dari kedua partai tersebut.

Selanjutnya, pada 4 Maret 2024, PPK Medan Timur memberikan D Hasil kepada seluruh saksi partai yang ditandatangani oleh ketiga terdakwa dan para saksi peserta partai pemilu.

Kemudian, keesokan harinya tepatnya 5 Maret 2024, seluruh kotak dan surat suara beserta C Plano atau C Hasil dan juga D Hasil didistribusikan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Medan dan pihak KPU Medan mengesahkan D Hasil yang dikeluarkan PPK Medan Timur dengan mekanisme Rapat Pleno.

Kemudian, pada 5 Maret 2024 sekira pukul 05.00 WIB, saksi Sarmak Hasbi Sidqi Hasibuan sebagai Komisioner Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Medan Timur telah mengetahui adanya penggelembungan suara.

Keesokan harinya, pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Medan menerima informasi awal secara tertulis dari Pengacara Netty Yuniati Siregar yang merupakan Calon Legislatif (Caleg) Kota Medan dari Partai Gerindra terkait adanya penggelembungan suara.

Selanjutnya, Bawaslu Medan membuat laporan atau temuan adanya penggelembungan suara yang dilakukan tingkat PPK ke KPU Medan, akan tetapi tidak diindahkan setelah sampai penetapan pada 12 Maret 2024.

Kemudian, dengan adanya penambahan suara ke PKB, Netty Yuniati Siregar pun merasa dirugikan atas hal tersebut. Sehingga, jumlah suara yang diperoleh Partai Gerindra tidak masuk untuk mendapatkan kursi ke-12 sesuai dengan pembagian dari KPU Kota Medan.

Atas perbuatan tersebut, ketiga terdakwa diancam pidana dalam dakwaan primer, yaitu Pasal 532 Jo Pasal 554 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu, ketiga terdakwa juga didakwa dengan dakwaan subsider, yaitu Pasal 551 dan Pasal 505 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (man/han)

MEDAN, SUMUTPOS.CO-Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan menolak seluruh nota keberatan (eksepsi) yang diajukan 3 oknum Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Medan Timur. Dengan demikian, sidang tersebut berlanjut dengan pemeriksaan saksi.

Ketiga oknum PPK tersebut di antaranya, Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut (25), Junaidi Machmud (48) dan Muhammad Rachwi Ritonga (28). Sebelumnya, ketiga oknum PPK itu didakwa melakukan penggelembungan suara pada pemilu 2024.

Dalam putusan selanya, majelis hakim yang diketuai As’ad Rahim Lubis menyatakan bahwa Pengadilan Negeri (PN) Medan berwenang mengadili kasus penggelembungan suara tersebut.

“Mengadili, menyatakan keberatan PH para terdakwa tersebut tidak dapat diterima. Menyatakan PN Medan berwenang mengadili perkara ini,” tegasnya dalam sidang di ruang Cakra Utama PN Medan, Rabu (15/5).

Lebih lanjut, Hakim pun memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melanjutkan persidangan dengan agenda pembuktian hingga putusan akhir.

“Memerintahkan JPU untuk melanjutkan pemeriksaan perkara ini. Serta, menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir,” tambahnya.

Hakim menilai eksepsi yang diajukan penasehat hukum para terdakwa telah memasuki pokok perkara, sehingga harus dinyatakan ditolak dan tidak dapat diterima.

Selain itu, hakim juga menyebutkan surat dakwaan JPU telah lengkap, jelas, dan tidak cacat formil, sehingga eksepsi yang diajukan PH para terdakwa tidak beralasan hukum.

Setelah membacakan putusan sela tersebut, majelis hakim menunda persidangan hingga Kamis (16/5) ini, dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.

Diketahui, dalam dakwaan, JPU menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada 14 Februari 2024. Saat itu, ketiga terdakwa bertindak sebagai PPK. Selanjutnya, pada 16 Februari hingga 1 Maret 2024 terdakwa Muhammad Rachwi Ritonga selaku Ketua PPK Medan Timur bersama kedua terdakwa lainnya bertugas melakukan penghitungan rekapitulasi suara pemilu 2024.

Di mana saat itu, ketiga terdakwa memperoleh data C Plano dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) melalui Panitia Pemungutan Suara (PPS), untuk suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Kelurahan Glugur Darat I, Kelurahan Glugur Darat II, dan Kelurahan Pulo Brayan Darat I.

Kemudian, pada 2 Maret 2024 para saksi dari partai yang menyaksikan perhitungan rekapitulasi suara meminta kepada ketiga terdakwa untuk segera memberikan data hasil perhitungan rekapitulasi suara yang dituangkan ke dalam D Hasil.

Namun, karena hasil perhitungan rekapitulasi suara belum selesai dilakukan, maka selanjutnya terdakwa Muhammad Rachwi Ritonga meminta terdakwa Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut untuk memindahkan suara dari Partai Buruh dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Kemudian, terdakwa Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut atas persetujuan terdakwa Muhammad Rachwi Ritonga meminta kode Aplikasi Sirekap di tingkat kecamatan kepada terdakwa Junaidi Machmud beserta password dan kode OTP.

Setelah itu, terdakwa Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut pun membuka Aplikasi Sirekap tersebut dan memindahkan suara dari Partai Buruh dan PKN ke PKB.

Di mana pada saat itu sedang berlangsung rekapitulasi suara untuk seluruh partai peserta pemilu pada tingkat Kecamatan yang dilakukan oleh seluruh anggota PPK dan dihadiri oleh para saksi yang diutus oleh partai peserta pemilu dengan sistem penghitungan suara atau rekapitulasi suara, yaitu dengan cara menayangkan C Plano dengan menggunakan alat proyektor.

Sementara, terdakwa Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut menginput rekapitulasi suara ke dalam Microsoft Excel yang hasilnya akan dibagikan kepada para saksi dari partai peserta pemilu.

Setelah rekapitulasi suara selesai dilakukan oleh ketiga terdakwa, kemudian pada 2 Maret 2024 saksi partai meminta hasil Berita Acara Penghitungan Suara atau D Hasil, karena belum finalisasi.

Sehingga, ketiga terdakwa memberikan dan membagikan rekapitulasi penghitungan suara dalam bentuk Microsoft Excel kepada para saksi peserta pemilu yang salah satunya adalah saksi dari PKB, Partai Gerindra, Partai Buruh, dan PKN.

Ternyata, hasil rekapitulasi suara yang dilakukan ketiga terdakwa terdapat perbedaan jumlah suara antara C Plano yang dibuat oleh KPPS dengan D Hasil yang dibuat oleh PPK Medan Timur.

Di mana hal tersebut dikarenakan adanya pemindahan suara dari PKN dan Partai Buruh ke PKB. Sehingga, PKB memperoleh tambahan suara dari kedua partai tersebut.

Selanjutnya, pada 4 Maret 2024, PPK Medan Timur memberikan D Hasil kepada seluruh saksi partai yang ditandatangani oleh ketiga terdakwa dan para saksi peserta partai pemilu.

Kemudian, keesokan harinya tepatnya 5 Maret 2024, seluruh kotak dan surat suara beserta C Plano atau C Hasil dan juga D Hasil didistribusikan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Medan dan pihak KPU Medan mengesahkan D Hasil yang dikeluarkan PPK Medan Timur dengan mekanisme Rapat Pleno.

Kemudian, pada 5 Maret 2024 sekira pukul 05.00 WIB, saksi Sarmak Hasbi Sidqi Hasibuan sebagai Komisioner Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Medan Timur telah mengetahui adanya penggelembungan suara.

Keesokan harinya, pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Medan menerima informasi awal secara tertulis dari Pengacara Netty Yuniati Siregar yang merupakan Calon Legislatif (Caleg) Kota Medan dari Partai Gerindra terkait adanya penggelembungan suara.

Selanjutnya, Bawaslu Medan membuat laporan atau temuan adanya penggelembungan suara yang dilakukan tingkat PPK ke KPU Medan, akan tetapi tidak diindahkan setelah sampai penetapan pada 12 Maret 2024.

Kemudian, dengan adanya penambahan suara ke PKB, Netty Yuniati Siregar pun merasa dirugikan atas hal tersebut. Sehingga, jumlah suara yang diperoleh Partai Gerindra tidak masuk untuk mendapatkan kursi ke-12 sesuai dengan pembagian dari KPU Kota Medan.

Atas perbuatan tersebut, ketiga terdakwa diancam pidana dalam dakwaan primer, yaitu Pasal 532 Jo Pasal 554 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu, ketiga terdakwa juga didakwa dengan dakwaan subsider, yaitu Pasal 551 dan Pasal 505 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (man/han)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/