MEDAN, SUMUTPOS.CO – Majelis hakim tinggi Pengadilan Tinggi (PT) Medan, menetapkan perintah penahanan terhadap Ermawan Arif Budiman –mantan Kepala Sektor PT PLN Pembangkit Sumatera Bagian Utara (Kitsbu) Sektor Belawan–, dalam tingkat banding kasus korupsi pengadaan flame tube GT 1.2 yang merugikan negara Rp23,6 miliar.
Sebelumnya, Ermawan divonis 3 tahun penjara oleh majelis hakim oleh Pengadilan Tipikor Medan pada (24/7). Atas putusan itu, Ermawan mengajukan banding. Dan selama persidangan di tingkat pertama, Ermawan berstatus tahanan kota.
Namun setelah perkaranya ditangani oleh hakim tinggi PT Medan di tingkat banding, Majelis Hakim Tinggi yang diketuai Pudjiwahono justru mengeluarkan perintah penahanan terhadap Ermawan, di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Tanjung Gusta Klas I Medan.
Menurut Juru Bicara PT Medan, Bantu Ginting, mengatakan kalau surat penetapan penahanan itu sudah keluar sejak 6 Oktober lalu dan suratnya itu juga sudah disampaikan ke kejaksaan dan tinggal menunggu eksekusi.
“Surat penahanannya sudah dikeluarkan, dan sekarang tinggal menunggu eksekusi, terdakwa ini harus ditahan setelah surat itu dikeluarkan hakim,” terangnya, Selasa (14/10) sore.
Terpisah, Plt Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Medan, Ferdinan Girsang mengatakan, pihaknya memang sudah menerima salinan penetapan penahanan untuk terdakwa Ermawan. Namun menurutnya, salinan surat penahanan tersebut baru mereka terima pada tanggal 10 Oktober lalu. Kini, surat tersebut sudah dipelajari Pidsus Kejari Medan untuk selanjutnya melakukan eksekusi.
“Suratnya sudah kita terima dan sedang kita pelajari. Jika surat penahanan ini sudah ada, tentu memang akan dilakukan eksekusi,” terangnya.
Meski surat penahanan Ermawan sudah keluar, pihaknya memang tidak bisa langsung mendatangi kediaman Ermawan atau kantor PLN untuk melakukan eksekusi. Akan tetapi, Kejari Medan terlebih dahulu menyurati Ermawan agar datang menghadap penyidik.
“Jadi kita harus ambil langkah persuasif dulu dengan menyuratinya. Tidak bisa langsung datang kemudian tangkap dan tahan. Tetapi dengan langkah ini, kita tentu berharap agar Ermawan ini kooperatif. Akan tetapi jika setelah dipanggil tidak hadir juga, tentu memang akan ada eksekusi paksa,” jelasnya.
Dirinya mengatakan, selama Ermawan memang menjadi tahanan kota dengan
penjaminan beberapa pejabat PLN. Jika setelah dipanggil, ternyata Ermawan tidak datang atau melarikan diri, maka para penjamin tersebut akan diminta tanggung jawabnya. “Jadi jika setelah dipanggil yang bersangkutan tidak datang atau malah melarikan diri maka penanggung jawabnya lah yang harus bertanggung jawab.
Sekadar diketahui, sebagai terdakwa, Ermawan sebelumnya memang berstatus tahanan kota karena adanya jaminan dari pihak PLN. Bahkan, pihak PLN juga memberikan jaminan berupa uang sebesar Rp23,9 miliar agar Ermawan tidak dipenjara.
Di Pengadilan Tipikor Medan, Ermawan divonis 3 tahun penjara. Vonis tersebut memang jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dimana JPU menuntutnya agar dipenjara selama 9 tahun.
Dalam putusannya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan yang diketuai, Jonner Manik, SH, menyatakan Ermawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (bay/bd)