25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Hasil Pemeriksaan Komnas HAM, Indikasi “Obstruction of Justice” Menguat

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komnas HAM menyatakan, adanya dugaan “obstruction of justice” atau tindakan yang menghalang-halangi proses hukum dalam penangan perkara pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, menguat. Hal ini terungkap berdasarkan dari hasil pemeriksaan tempat kejadian perkara (TKP) yang dilakukan Komnas HAM di rumah dinas Ferdy Sambo.

Hasil dari pemeriksaan TKP di rumah dinas Ferdy Sambo, mengerucut pada dugaan terjadinya obstraction of justice yang menjerat Sambo dan 31 personel polisi yang ikut terlibat dalam kasus pembunuhan dan keterangan palsu kematian Brigadir J. “Obstruction of justice sejak awal kami bilang ada indikasi kuat, ketika kami cek di TKP indikasi itu semakin menguat,” ujarnya kepada wartawan di rumah dinas Sambo, Senin (15/8).

Anam menyampaikan, semua hasil temuannya di TKP sudah sesuai dengan hasil yang sebelumnya sudah didapatkan Komnas HAM dari dokumen dan foto-foto. “Kami menguji semua yang sudah kami dapatkan, beberapa foto sebelum-sebelumnya yang kami dapatkan dari kelacakan kami di siber. Kami cek, apakah betul ruangannya dan sebagainya, dan ternyata betul,” paparnya.

Anam pun mengatakan, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E yang jadi tersangka penembakan Brigadir J juga diduga kuat terlibat dalam obstruction of justice. “Mulai dari kisah Magelang, Saguling, dan TKP. Kita uji dengan dokumen-dokumen foto yang kami dapat, percakapan yang kami dapat, semakin kuat adanya dugaan pelanggaran HAM terkait obstruction of justice,” ucapnya.

Ia menegaskan, Komnas HAM akan segera menyusun simpulan dari temuan-temuan di TKP maupun melalui dokumen dan foto yang didapatkan sebelumnya di minggu ini. “Mulai besok (hari ini), Komnas HAM mau menyusun temuan-temuan kami. Artinya, kalau tanya apa hasilnya, ya tentu belum bisa kami umumkan sekarang,” jelasnya.

Dia menyebut beberapa hal yang bakal ditulis dalam laporan itu, yakni terkait “obstruction of justice” atau upaya penghambatan penegakan hukum dan konstruksi peristiwa. Selanjutnya, kata Anam, Komnas HAM akan menyusun sejumlah rekomendasi terkait kasus tersebut. “Minggu ini kami menyiapkan draf yang nantinya akan kami diskusikan secara mendalam di internal tim dan menyiapkan juga sejumlah rekomendasi yang dibutuhkan segera,” jelasnya lagi.

Menurutnya, hingga saat ini pengusutan kasus pembunuhan Brigadir J yang dilakukan oleh Komnas HAM semakin jelas usai dilakukan cek TKP. “Proses ini itu membuat kami juga peristiwanya semakin terang benderang,” tandasnya.

Untuk diketahui, obstruction of justice merupakan bentuk pelanggaran pidana karena telah mencoba menghalangi proses hukum. Obstruction of justice juga termuat dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Pasal 221 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus AT Napitupulu menyampaikan, dugaan obstruction of justice dalam kasus pembunuhan Brigadir Jharus diusut tuntas. “ICJR sejak awal menyerukan pengusutan terhadap dugaan tindak pidana menghalang-halangi proses penyidikan,” ungkap Eras kepada awak media di Jakarta.

Menurut Eras, hal tersebut patut dicurigai setelah diketahui ada upaya menghilangkan bukti rekaman CCTV. Hal tersebut menurutnya jelas merupakan upaya menghalang-halangi penyidikan dan tidak boleh diabaikan. “Pasal 221 KUHP telah secara jelas mengatur ancaman pidana terhadap pihak-pihak yang menghilangkan atau menyembunyikan bukti-bukti,” imbuhnya.

Sementara, komisioner Komnas HAM lainnya, Beka Ulung Hapsara mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil autopsi kedua Brigadir Yoshua untuk menyimpulkan soal dugaan penyiksaan terhadap almarhum sebelum tewas. Autopsi ulang terhadap jenazah Brigadir J sebelumnya dilakukan pada 27 Juli 2022 di RSUD Sungai Bahar, Jambi. “Nanti kesimpulannya apa, seperti yang disampaikan Pak Anam, secara resmi kita akan menunggu apapun hasil dari tim autopsi independen gabungan di situ,” ucap Beka Ulung.

Namun, Beka mengatakan, berdasarkan rekaman CCTV, sejauh ini belum ditemukan indikasi penganiayaan terhadap Brigadir J. Karena itu, Komnas HAM belum bisa membuat kesimpulan. “Kan isunya penganiayaan itu dari Magelang, kan begitu, nah konteksnya di sana. Jadi dilihat dari CCTV itu belum ada indikasi penganiayaan,” ucapnya.

Sementara, Tim Kepolisian juga melakukan penyelidikan di rumah singgah milik mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo di Residence Cempaka, Dusun Saragan, Desa Banyurojo, Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (15/8). Tim dengan menggunakan 10 mobil memasuki pintu gerbang perumahan elite Residence Cempaka sekitar pukul 15.30 WIB.

Sejumlah mobil yang masuk tersebut, antara lain, Ditlabfor Polda Jateng, Inafis Polda Jateng, dan Polsek Mertoyudan.

Dalam rombongan mobil Polsek Mertoyudan juga ikut Ketua RT 07/RW 08, Dusun Saragan, Desa Banyurojo, Mertoyudan, Joko Sutarman, 70. Sutarman sebelumnya diberi tahu dari pihak kepolisian akan ke rumah Irjen Pol Ferdy Sambo. “Pada Minggu (14/8) sore, kami diberi tahu bahwa polisi mau datang. Keperluannya apa? Kami tidak tahu,” kata Sutarman.

Sementara itu, pengamanan di perumahan Residence Cempaka sejak Senin (15/8) pagi dijaga ketat petugas keamanan. Setiap pengunjung yang masuk diperiksa. Setelah tim polisi masuk perumahan, pintu gerbang ditutup rapat. Dari informasi yang beredar, pada hari ini (15/8) petugas Bareskrim Mabes Polri berencana menyelidiki rumah tersebut guna mengetahui pemicu kemarahan Ferdy Sambo.

Dua Jam Bharada E

Diperiksa Komnas HAM

Komnas HAM rampung melakukan pemeriksaan ulang terhadap Bharada Richard Eliezer alias Bharada E terkait kasus pembunuhan Brigadir Yoshua di Rutan Bareskrim Polri selama dua jam, Senin (15/8). Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, kondisi Bharada E terpantau dalam keadaan baik. Bharada E juga lancar menjawab pertanyaan yang diajukan Komnas HAM terkait kasus yang didalangi oleh mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

“Selama kurang lebih 1 jam kami meminta keterangan terkait dengan TKP (di Duren Tiga), terus kemudian keterangan terhadap Bharada E sekitar dua jam, kurang lebih,” kata Beka di Kantor Komnas HAM di Jakarta Pusat, Senin (15/8).

Pemeriksaan ulang dilakukan Komnas HAM usai Bharada E mengubah keterangan terkait kasus pembunuhan Brigadir J. Terbaru, Bharada E mengakui telah menembak Brigadir J karena mendapat instruksi dari Sambo. “Kondisi Bharada E sehat, terus kemudian sangat baik dan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan Komnas HAM dengan lancar,” imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menambahkan, agenda pemeriksaan ulang terhadap Bharada E dilakukan dengan menyandingkan keterangan tersangka terhadap bukti-bukti yang diperoleh Komnas HAM, seperti foto, dokumen, dan percakapan.

Anam menyampaikan bahwa dugaan obstruction of justice atau upaya penghambatan penegakan hukum semakin kuat usai pihaknya memeriksa TKP dan mendapatkan keterangan ulang dari Bharada E. “Indikasi adanya obstruction of justice semakin lama semakin terang benderang,” ujar Anam.

Dalam pusaran tragedi kematian Brigadir J, sejauh ini kepolisian telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka yang jadi tersangka antara lain Irjen Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka RR, dan asisten rumah tangga berinisial K. Polri memastikan tidak ada kejadian tembak-menembak antara Bharada E dan Brigadir J seperti yang sebelumnya disampaikan.

Bharada E dijerat dengan Pasal 338 Jo 55 dan 56 KUHP. Sementara, Ferdy Sambo dan dua tersangka lainnya dikenakan Pasal 340 Sub 338 Jo Pasal 55 dan 56 KUHP. (jpc/cnni/adz)

 

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komnas HAM menyatakan, adanya dugaan “obstruction of justice” atau tindakan yang menghalang-halangi proses hukum dalam penangan perkara pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, menguat. Hal ini terungkap berdasarkan dari hasil pemeriksaan tempat kejadian perkara (TKP) yang dilakukan Komnas HAM di rumah dinas Ferdy Sambo.

Hasil dari pemeriksaan TKP di rumah dinas Ferdy Sambo, mengerucut pada dugaan terjadinya obstraction of justice yang menjerat Sambo dan 31 personel polisi yang ikut terlibat dalam kasus pembunuhan dan keterangan palsu kematian Brigadir J. “Obstruction of justice sejak awal kami bilang ada indikasi kuat, ketika kami cek di TKP indikasi itu semakin menguat,” ujarnya kepada wartawan di rumah dinas Sambo, Senin (15/8).

Anam menyampaikan, semua hasil temuannya di TKP sudah sesuai dengan hasil yang sebelumnya sudah didapatkan Komnas HAM dari dokumen dan foto-foto. “Kami menguji semua yang sudah kami dapatkan, beberapa foto sebelum-sebelumnya yang kami dapatkan dari kelacakan kami di siber. Kami cek, apakah betul ruangannya dan sebagainya, dan ternyata betul,” paparnya.

Anam pun mengatakan, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E yang jadi tersangka penembakan Brigadir J juga diduga kuat terlibat dalam obstruction of justice. “Mulai dari kisah Magelang, Saguling, dan TKP. Kita uji dengan dokumen-dokumen foto yang kami dapat, percakapan yang kami dapat, semakin kuat adanya dugaan pelanggaran HAM terkait obstruction of justice,” ucapnya.

Ia menegaskan, Komnas HAM akan segera menyusun simpulan dari temuan-temuan di TKP maupun melalui dokumen dan foto yang didapatkan sebelumnya di minggu ini. “Mulai besok (hari ini), Komnas HAM mau menyusun temuan-temuan kami. Artinya, kalau tanya apa hasilnya, ya tentu belum bisa kami umumkan sekarang,” jelasnya.

Dia menyebut beberapa hal yang bakal ditulis dalam laporan itu, yakni terkait “obstruction of justice” atau upaya penghambatan penegakan hukum dan konstruksi peristiwa. Selanjutnya, kata Anam, Komnas HAM akan menyusun sejumlah rekomendasi terkait kasus tersebut. “Minggu ini kami menyiapkan draf yang nantinya akan kami diskusikan secara mendalam di internal tim dan menyiapkan juga sejumlah rekomendasi yang dibutuhkan segera,” jelasnya lagi.

Menurutnya, hingga saat ini pengusutan kasus pembunuhan Brigadir J yang dilakukan oleh Komnas HAM semakin jelas usai dilakukan cek TKP. “Proses ini itu membuat kami juga peristiwanya semakin terang benderang,” tandasnya.

Untuk diketahui, obstruction of justice merupakan bentuk pelanggaran pidana karena telah mencoba menghalangi proses hukum. Obstruction of justice juga termuat dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Pasal 221 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus AT Napitupulu menyampaikan, dugaan obstruction of justice dalam kasus pembunuhan Brigadir Jharus diusut tuntas. “ICJR sejak awal menyerukan pengusutan terhadap dugaan tindak pidana menghalang-halangi proses penyidikan,” ungkap Eras kepada awak media di Jakarta.

Menurut Eras, hal tersebut patut dicurigai setelah diketahui ada upaya menghilangkan bukti rekaman CCTV. Hal tersebut menurutnya jelas merupakan upaya menghalang-halangi penyidikan dan tidak boleh diabaikan. “Pasal 221 KUHP telah secara jelas mengatur ancaman pidana terhadap pihak-pihak yang menghilangkan atau menyembunyikan bukti-bukti,” imbuhnya.

Sementara, komisioner Komnas HAM lainnya, Beka Ulung Hapsara mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil autopsi kedua Brigadir Yoshua untuk menyimpulkan soal dugaan penyiksaan terhadap almarhum sebelum tewas. Autopsi ulang terhadap jenazah Brigadir J sebelumnya dilakukan pada 27 Juli 2022 di RSUD Sungai Bahar, Jambi. “Nanti kesimpulannya apa, seperti yang disampaikan Pak Anam, secara resmi kita akan menunggu apapun hasil dari tim autopsi independen gabungan di situ,” ucap Beka Ulung.

Namun, Beka mengatakan, berdasarkan rekaman CCTV, sejauh ini belum ditemukan indikasi penganiayaan terhadap Brigadir J. Karena itu, Komnas HAM belum bisa membuat kesimpulan. “Kan isunya penganiayaan itu dari Magelang, kan begitu, nah konteksnya di sana. Jadi dilihat dari CCTV itu belum ada indikasi penganiayaan,” ucapnya.

Sementara, Tim Kepolisian juga melakukan penyelidikan di rumah singgah milik mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo di Residence Cempaka, Dusun Saragan, Desa Banyurojo, Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (15/8). Tim dengan menggunakan 10 mobil memasuki pintu gerbang perumahan elite Residence Cempaka sekitar pukul 15.30 WIB.

Sejumlah mobil yang masuk tersebut, antara lain, Ditlabfor Polda Jateng, Inafis Polda Jateng, dan Polsek Mertoyudan.

Dalam rombongan mobil Polsek Mertoyudan juga ikut Ketua RT 07/RW 08, Dusun Saragan, Desa Banyurojo, Mertoyudan, Joko Sutarman, 70. Sutarman sebelumnya diberi tahu dari pihak kepolisian akan ke rumah Irjen Pol Ferdy Sambo. “Pada Minggu (14/8) sore, kami diberi tahu bahwa polisi mau datang. Keperluannya apa? Kami tidak tahu,” kata Sutarman.

Sementara itu, pengamanan di perumahan Residence Cempaka sejak Senin (15/8) pagi dijaga ketat petugas keamanan. Setiap pengunjung yang masuk diperiksa. Setelah tim polisi masuk perumahan, pintu gerbang ditutup rapat. Dari informasi yang beredar, pada hari ini (15/8) petugas Bareskrim Mabes Polri berencana menyelidiki rumah tersebut guna mengetahui pemicu kemarahan Ferdy Sambo.

Dua Jam Bharada E

Diperiksa Komnas HAM

Komnas HAM rampung melakukan pemeriksaan ulang terhadap Bharada Richard Eliezer alias Bharada E terkait kasus pembunuhan Brigadir Yoshua di Rutan Bareskrim Polri selama dua jam, Senin (15/8). Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, kondisi Bharada E terpantau dalam keadaan baik. Bharada E juga lancar menjawab pertanyaan yang diajukan Komnas HAM terkait kasus yang didalangi oleh mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

“Selama kurang lebih 1 jam kami meminta keterangan terkait dengan TKP (di Duren Tiga), terus kemudian keterangan terhadap Bharada E sekitar dua jam, kurang lebih,” kata Beka di Kantor Komnas HAM di Jakarta Pusat, Senin (15/8).

Pemeriksaan ulang dilakukan Komnas HAM usai Bharada E mengubah keterangan terkait kasus pembunuhan Brigadir J. Terbaru, Bharada E mengakui telah menembak Brigadir J karena mendapat instruksi dari Sambo. “Kondisi Bharada E sehat, terus kemudian sangat baik dan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan Komnas HAM dengan lancar,” imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menambahkan, agenda pemeriksaan ulang terhadap Bharada E dilakukan dengan menyandingkan keterangan tersangka terhadap bukti-bukti yang diperoleh Komnas HAM, seperti foto, dokumen, dan percakapan.

Anam menyampaikan bahwa dugaan obstruction of justice atau upaya penghambatan penegakan hukum semakin kuat usai pihaknya memeriksa TKP dan mendapatkan keterangan ulang dari Bharada E. “Indikasi adanya obstruction of justice semakin lama semakin terang benderang,” ujar Anam.

Dalam pusaran tragedi kematian Brigadir J, sejauh ini kepolisian telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka yang jadi tersangka antara lain Irjen Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka RR, dan asisten rumah tangga berinisial K. Polri memastikan tidak ada kejadian tembak-menembak antara Bharada E dan Brigadir J seperti yang sebelumnya disampaikan.

Bharada E dijerat dengan Pasal 338 Jo 55 dan 56 KUHP. Sementara, Ferdy Sambo dan dua tersangka lainnya dikenakan Pasal 340 Sub 338 Jo Pasal 55 dan 56 KUHP. (jpc/cnni/adz)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/