30 C
Medan
Thursday, June 27, 2024

Kejatisu Rawan Suap

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Keberhasilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meringkus Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Praya Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Subri (SUB), semakin menunjukkan tak ada lagi perangkat hukum yang suci. Suap telah begitu menjerat hingga hakim dan jaksa terlibat. Bagaimana dengan oknum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu)? Ternyata, potensi suap di Kejatisu juga cukup tinggi.

BUKTI: Penyidik KPK menunjukan barang bukti uang pecahan Rupiah didampingi Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (kanan) dan Jubir KPK Johan Budi (tengah) hasil OTT kasus dugaan suap di wilayah Lombok Tengah di Auditorium KPK, Jakarta, kemarin (15/12). //Angger Bondan/Jawa Pos/jpnn
BUKTI: Penyidik KPK menunjukan barang bukti uang pecahan Rupiah didampingi Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (kanan) dan Jubir KPK Johan Budi (tengah) hasil OTT kasus dugaan suap di wilayah Lombok Tengah di Auditorium KPK, Jakarta, kemarin (15/12). //Angger Bondan/Jawa Pos/jpnn

Dari informasi yang diterima Sumut Pos, banyak kasus yang hingga kini belum selesai di Kejatisu. Seorang informan Sumut Pos yang merupakan jaksa di Kejatisu secara terbuka mengaku kalau praktik suap bukanlah hal baru. Menurutnya, ciri-ciri adanya dugaan suap adalah ketika suatu kasus mengendap alias dipetieskan.

Cukup banyak contoh kasus yang mengendap di Kejatisu. Beberapa kasus besar yang Sumut Pos catat adalah kasus dugaan korupsi penyimpangan pengalihan tanah kosong jadi lahan pertanian yang dilakukan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan. Penyidik telah menetapkan empat orang tersangka pada 12 April 2013 di antaranya Syahrul Harahap selaku mantan Kadispenda (Kepala Dinas Pendapatan Daerah) Kota Medan, M Thoriq (MT) selaku Kepala BPN Kota Medan tahun 2011, Edison selaku Kasi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah BPN Medan, serta Gunawan dari pihak swasta. Namun, penyidik tak kunjung melakukan penahanan terhadap para tersangka. Bahkan kasus itu tak juga dilimpahkan ke Pengadilan.

Kasus lain yang diduga dipetieskan adalah dugaan korupsi pembangunan rumah dinas kantor bupati dan jamborai serta pembebasan tanah di Nias Selatan (Nisel) yang berasal dari APBD 2007-2010, dengan total pengerjaan sebesar Rp4,4 miliar. Penyidik menetapkan Ketua DPRD Nias Selatan Effendi alias Seng Hian sebagai tersangka pada 26 Maret 2013. Selain itu, dugaan korupsi penggunaan dana Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI) dan Operasional di Sekwan (Sekretaris DPRD) Sumut pada masa bakti Tahun 2004-2009 yang diduga merugikan negara Rp4 miliar. Penyidik menetapkan tersangka Ridwan Bustam selaku bekas Sekwan Provinsi Sumut pada 31 Januari 2013. Kemudian, dugaan korupsi pengalihan aset Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yakni lahan sirkuit IMI Sumut yang berlokasi di Jalan Pancing/Willem Iskandar Medan Desa Medan Estate, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang. Penyidik menetapkan dua orang tersangka diantaranya Daryatno selaku mantan Dirut PT Pembangunan Perumahan dan Supriadi selaku mantan Kepala Cabang Sumut PT Pembangunan Perumahan.

“Saya akui memang ada kasus yang mengendap. Ya proses nya gimana, itu kan tim penyidiknya. Tapi sebenarnya nggak ada alasan itu, penyidik harusnya mengejar. Saya juga bingung, mau komentar gimana ya, saya juga sebagai institusi panas juga. Harusnya penyidik bisa ambil sikap. Itukan masa depan orang dan masyarakat juga menunggu kepastian penyelesaian kasus itu,” ucap jaksa tersebut meminta namanya tak dicantumkan.

Dia pun mengaku heran banyak kasus yang tak kunjung dilimpahkan ke Pengadilan. Bahkan, dia pun mengeluhkan Kajati selaku pimpinan tak bisa berbuat banyak dengan kasus-kasus yang diduga sengaja diendapkan itu. “Begitu transisi pimpinan kenapa jadi seperti ini, melempam lagi kasus itu. Kalau mengendap iya, tapi kalau SP3 saya pikir tidak. Kalau kasus itu kurang bukti, ya penyidik harus nyari buktinya lah. Kalau kurang keterangan, ya dipanggillah saksi nya, jadi ambil sikap, jangan melempem. Capeklah saya, awak yang mengibarkan bendera, tiba-tiba kasus nya begini. Kita juga capek didemo terus,” terangnya.

Dia juga meminta agar masyarakat mengawal kasus yang ditangani penyidik Kejatisu. “Kalau soal penahanan itukan alasan penyidik. Yang penting kelanjutan itu yang harus dipantau masyarakat dan media. Kalau yang lain itu, saya tidak bisa komentar, karena bukan saya penyidik nya. Itu semua Andi Faisal (kini jadi Kajari Binjai, Red) itu yang megang perkaranya, nggak jelas itu. Ya memang banyak kasus yang mengendap, saya pun nggak tahu lagi mau ngomong apa. Tapi demi Tuhan, bukan saya yang menangani kasus-kasus itu,” ucapnya.

Namun, pernyataan berbeda disampaikan Kasi Penkum Kejatisu Chandra Purnama. Dia membantah banyak nya kasus yang mengendap. “Itukan orang yang berkomentar. Mana ada yang mengendap. Kan masih proses penyidikan, kita kan cari alat bukti. Jadi jangan dibilang mengendap. Terpenting kasus masih penyidikan, kalau ada perkembangan pasti kita sampaikan lah. Artinya kita juga menunggu perhitungan kerugian negara,” ucapnya.

Saat ditanyakan kenapa banyak kasus yang tak kunjung dilimpahkan ke Pengadilan, Chandra mengaku perkara yang ditangani memang membutuhkan waktu cukup lama. “Penyidikan itukan memeriksa lalu disusun BAP, berkas itu dilimpahkan ke penuntutan diteliti, kalau sudah P-21, ya dilimpahkan ke pengadilan. Untuk jangka waktunya, nggak ada. Kalau alat buktinya susah didapat, ya lama juga. Tapi kalau tersangkanya ditahan, berarti ada batas waktunya, kita harus segera mengejar kasus itu, agar masa tahanan tersangka ini tidak habis,” bebernya. (far/rbb)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Keberhasilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meringkus Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Praya Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Subri (SUB), semakin menunjukkan tak ada lagi perangkat hukum yang suci. Suap telah begitu menjerat hingga hakim dan jaksa terlibat. Bagaimana dengan oknum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu)? Ternyata, potensi suap di Kejatisu juga cukup tinggi.

BUKTI: Penyidik KPK menunjukan barang bukti uang pecahan Rupiah didampingi Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (kanan) dan Jubir KPK Johan Budi (tengah) hasil OTT kasus dugaan suap di wilayah Lombok Tengah di Auditorium KPK, Jakarta, kemarin (15/12). //Angger Bondan/Jawa Pos/jpnn
BUKTI: Penyidik KPK menunjukan barang bukti uang pecahan Rupiah didampingi Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (kanan) dan Jubir KPK Johan Budi (tengah) hasil OTT kasus dugaan suap di wilayah Lombok Tengah di Auditorium KPK, Jakarta, kemarin (15/12). //Angger Bondan/Jawa Pos/jpnn

Dari informasi yang diterima Sumut Pos, banyak kasus yang hingga kini belum selesai di Kejatisu. Seorang informan Sumut Pos yang merupakan jaksa di Kejatisu secara terbuka mengaku kalau praktik suap bukanlah hal baru. Menurutnya, ciri-ciri adanya dugaan suap adalah ketika suatu kasus mengendap alias dipetieskan.

Cukup banyak contoh kasus yang mengendap di Kejatisu. Beberapa kasus besar yang Sumut Pos catat adalah kasus dugaan korupsi penyimpangan pengalihan tanah kosong jadi lahan pertanian yang dilakukan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan. Penyidik telah menetapkan empat orang tersangka pada 12 April 2013 di antaranya Syahrul Harahap selaku mantan Kadispenda (Kepala Dinas Pendapatan Daerah) Kota Medan, M Thoriq (MT) selaku Kepala BPN Kota Medan tahun 2011, Edison selaku Kasi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah BPN Medan, serta Gunawan dari pihak swasta. Namun, penyidik tak kunjung melakukan penahanan terhadap para tersangka. Bahkan kasus itu tak juga dilimpahkan ke Pengadilan.

Kasus lain yang diduga dipetieskan adalah dugaan korupsi pembangunan rumah dinas kantor bupati dan jamborai serta pembebasan tanah di Nias Selatan (Nisel) yang berasal dari APBD 2007-2010, dengan total pengerjaan sebesar Rp4,4 miliar. Penyidik menetapkan Ketua DPRD Nias Selatan Effendi alias Seng Hian sebagai tersangka pada 26 Maret 2013. Selain itu, dugaan korupsi penggunaan dana Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI) dan Operasional di Sekwan (Sekretaris DPRD) Sumut pada masa bakti Tahun 2004-2009 yang diduga merugikan negara Rp4 miliar. Penyidik menetapkan tersangka Ridwan Bustam selaku bekas Sekwan Provinsi Sumut pada 31 Januari 2013. Kemudian, dugaan korupsi pengalihan aset Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yakni lahan sirkuit IMI Sumut yang berlokasi di Jalan Pancing/Willem Iskandar Medan Desa Medan Estate, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang. Penyidik menetapkan dua orang tersangka diantaranya Daryatno selaku mantan Dirut PT Pembangunan Perumahan dan Supriadi selaku mantan Kepala Cabang Sumut PT Pembangunan Perumahan.

“Saya akui memang ada kasus yang mengendap. Ya proses nya gimana, itu kan tim penyidiknya. Tapi sebenarnya nggak ada alasan itu, penyidik harusnya mengejar. Saya juga bingung, mau komentar gimana ya, saya juga sebagai institusi panas juga. Harusnya penyidik bisa ambil sikap. Itukan masa depan orang dan masyarakat juga menunggu kepastian penyelesaian kasus itu,” ucap jaksa tersebut meminta namanya tak dicantumkan.

Dia pun mengaku heran banyak kasus yang tak kunjung dilimpahkan ke Pengadilan. Bahkan, dia pun mengeluhkan Kajati selaku pimpinan tak bisa berbuat banyak dengan kasus-kasus yang diduga sengaja diendapkan itu. “Begitu transisi pimpinan kenapa jadi seperti ini, melempam lagi kasus itu. Kalau mengendap iya, tapi kalau SP3 saya pikir tidak. Kalau kasus itu kurang bukti, ya penyidik harus nyari buktinya lah. Kalau kurang keterangan, ya dipanggillah saksi nya, jadi ambil sikap, jangan melempem. Capeklah saya, awak yang mengibarkan bendera, tiba-tiba kasus nya begini. Kita juga capek didemo terus,” terangnya.

Dia juga meminta agar masyarakat mengawal kasus yang ditangani penyidik Kejatisu. “Kalau soal penahanan itukan alasan penyidik. Yang penting kelanjutan itu yang harus dipantau masyarakat dan media. Kalau yang lain itu, saya tidak bisa komentar, karena bukan saya penyidik nya. Itu semua Andi Faisal (kini jadi Kajari Binjai, Red) itu yang megang perkaranya, nggak jelas itu. Ya memang banyak kasus yang mengendap, saya pun nggak tahu lagi mau ngomong apa. Tapi demi Tuhan, bukan saya yang menangani kasus-kasus itu,” ucapnya.

Namun, pernyataan berbeda disampaikan Kasi Penkum Kejatisu Chandra Purnama. Dia membantah banyak nya kasus yang mengendap. “Itukan orang yang berkomentar. Mana ada yang mengendap. Kan masih proses penyidikan, kita kan cari alat bukti. Jadi jangan dibilang mengendap. Terpenting kasus masih penyidikan, kalau ada perkembangan pasti kita sampaikan lah. Artinya kita juga menunggu perhitungan kerugian negara,” ucapnya.

Saat ditanyakan kenapa banyak kasus yang tak kunjung dilimpahkan ke Pengadilan, Chandra mengaku perkara yang ditangani memang membutuhkan waktu cukup lama. “Penyidikan itukan memeriksa lalu disusun BAP, berkas itu dilimpahkan ke penuntutan diteliti, kalau sudah P-21, ya dilimpahkan ke pengadilan. Untuk jangka waktunya, nggak ada. Kalau alat buktinya susah didapat, ya lama juga. Tapi kalau tersangkanya ditahan, berarti ada batas waktunya, kita harus segera mengejar kasus itu, agar masa tahanan tersangka ini tidak habis,” bebernya. (far/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/