30 C
Medan
Monday, September 23, 2024

Ayah Tiri: Ia Kejang Sebelum Tewas

Foto: Indra/PM Diki, ayah tiri Dimas, yang dituding keluarga istrinya menganiaya anak tirinya hingga tewas.
Foto: Indra/PM
Diki, ayah tiri Dimas, yang dituding keluarga istrinya menganiaya anak tirinya hingga tewas.

SUMUTPOS.CO – Menurut Diki, ayam tiri korban, sehari sebelum meninggal, tubuh Dimas sempat panas dingin. “Panas dingin badannya sehari sebelum dia meninggal. Terus, besoknya dia minum 2 ceret air putih pas ditinggal mamaknya yang sedang ngayun adiknya, Dirga Pebrian. Itu dikasih tau Sari setelah saya pulang. Dan Sari juga bilang kalau Dimas sempat melepehkan air minumnya,” ucapnya. Karena melihat Dimas seperti sakit perut, Diki mengaku kalau orangtuanya membelikan obat Antangin anak.

“Kemudian saya minumkan ke dia. Siap itu, gak sakit lagi perutnya setelah saya kasih itu. Gak berapa lama Sari nyulangin Dimas. Tapi, Dimas tidak mau dan dia selalu bilang emoh setiap Sari menyuapkan makanan ke mulutnya. Karena itu, Sari kemudian marah-marah dan terus memaksa. Melihat itu, saya pun membujuk Dimas untuk makan,” ucapnya.

Setelah mendengar bujukan Diki tersebut, barulah Dimas mau makan. “Tapi disuapan ke 3, Dimas melepehnya. Dan dia minta minum,” ucapnya. Setelah menghabiskan air setengah cangkir tersebut, Dimas pun kemudian muntah dan buang air besar.

“Kemudian, saya pun membawanya ke kamar mandi dan menyebokinya. Sesudah saya cebokin dan mengganti pakaiannya, dia pun lemas seperti tak berdaya gitu. Itu kejadiannya hari Rabu jam setengah 3 sore,” ungkapnya. Melihat kondisi Dimas yang lemas tersebut, Saripun menyarankan untuk membawa Dimas ke rumah sakit. “Awalnya saya membawanya ke klinik Bersalin Gina yang berada di Jl Karya. Tapi, karena dokternya tidak ada, perawatnya menyarankan untuk membawa ke rumah sakit. Itulah makanya dibawa ke RS Sufina Aziz,” ucapnya.

Kemudian, lanjut Diki, disaat dirinya sibuk mengambil pakaian Dimas, dokter yang menangani Dimas sempat berbincang dengan Sari. “Sesudah itu, saya lihat surat keterangan kalau dia punya penyakit jantung dan luka pada paru-parunya lama kambuh lagi. Setelah melihat itu, sayapun kemudian permisi ke Sari untuk kembali kerja lagi. Pasalnya, pas kejadian itu saya sedang kerja,” ungkapnya.

Selanjutnya, sekira pukul 17.00 WIB, Diki kembali mendatangi rumah sakit untuk melihat Dimas yang sudah dirawat di ruang anak. Saat dirinya datang tersebut, Sari mengatakan kepadanya kalau Dimas lasak kali hingga 3 kali infusnya copot.

“Itu dikatakan Sari sembari dia memegangi tangan Dimas. Kemudian, saya disuruh Sari untuk nyuapi Dimas makan. Tapi dia gak mau, dan saat Sari yang nyuapi dia tidak mau. Namun, saat bulek saya, Atik yang nyuapin, dia mau walaupun makannya sikit-sikit. Trus saya pulang sama istri saya untuk mandi,” ungkapnya. Namun lantaran adik Dimas tidak bisa ditinggal, Sari pun kemudian tetap berada di rumah. Sedangkan Diki, kemudian mendatangi RS Sufina Aziz untuk kembali melihat Dimas.

“Pas saya lihat, dia sudah lasak dan main-main di tempat tidur walaupun diinfus. Dan saat itu, infusnya bulak-balik gak jalan,” ucapnya. Setelah itu, tambah Diki, karena Dima kepanasan dia pun pulang ngambil kipas. Namun, begitu dirinya tiba Dimas sudah di luar ruangan.

“Saat itu, saya lihat dia sudah tidur di kursi luar. Saya sempat nanyakan itu ke bulek, dan bulek bilang dia kepanasan dan menangis minta keluar. Namun, tiba-tiba saja saya liat nafasnya cengap-cengap. Dan saya angkat kembali keruangan sembari saya panggil perawat dan perawat sarankan membawanya ke ICU. Sambil pun kembali berlari menggendongnya ke ICU. Dan saya keluar dan mau memberi tau bapak saya kalau penyakit Dimas kambuh lagi. Ditengah perjalanan, saya jumpa orangtua saya,” ungkapnya.

Setelah bertemu sama orangtuanya tersebut, Diki dan orangtuanya pun kembali ke rumah sakit. Namun sayang, setiba di rumah sakit dokter mengatakan kalau Dimas sudah meninggal. “Saya tidak percaya dan dibawalah Dimas ke ruang ICU yang alat detak jantung itu. Dan memang benar dia sudah tidak ada lagi,” kenangnya.

 

DITAMPAR DI DEPAN MAYAT DIMAS

Setelah kematian Dimas, Diki kemudian menghubungi keluarga Sari yang berada di Sawit Seberang. Tapi, 3 kali dihubungi handphone tersebut tak kunjung diangkat.

“Makanya, saya kemudian menghubungi kepala lorongnya untuk memberitahukan info tersebut. Lantaran keplornya itu keluarga Sari. Saat itu yang angkat istri keplornya bang. Dan saya minta dia memberitahukannya kepada keluarga Sari,” tukasnya. Kemudian, bebernya, Kamis (10/7) siang, keluarga Sari pun datang ke rumah duka. Saat itu, kakak Sari yang sempat mengurus Dimas langsung menampar Sari.

“Melihat itu, saya langsung memeluk Sari, dan saya bilang ke kakaknya kenapa memukulnya. Dan kakaknya bilang, ini semua gara-gara saya. Mendengar itu, saya langsung bilang bukannya ini karena suami kakak yang ngusir Dimas? Mendengar ucapan itu kakaknya diam,” ucapnya sembari mengatakan kalau Sari ditampar di depan mayat Dimas.

Dikatakannya, kala keluarga Sari tiba di rumah duka, kondisi jenazah Dimas belum dimandikan. “Saat itu, keluarganya tidak ada menuding dianiaya. Seharusnya, jika memang mereka melihat keganjilan ya harus dikatakan saat itu. Soalnya, warga sini semua melihat tidak ada keganjilan pada jenazahnya. Bahkan dari surat keterangan dokter menyebutkan kalau Dimas menderita sakit jantung dan paru-paru. Sayangnya itu surat itu sama Sari,” ucapnya.

Kemudian, beber Diki, saat jenazah Dimas hendak dimakamkan di Jl. Karya Medan keluarga Sari tidak memberi izin. Padahal jenazah sudah siap dimandikan dan disalatkan. “Sempat ribut di sini. Para pelayat marah sama keluarganya. Kemudian, abangnya langsung menggendong mayat yang sudah dikafani ke dalam mobil Innova yang dibawa mereka. Begitu mau jalan, ambulan pun tiba dan kembali dioper lagi ke ambulans,” ucapnya.

Sesampai di sana, beber Diki, dirinya sempat menghubungi Sari.

“Saat itu, keluarga Sari mengatakan kalau jenazahnya sudah dikebumikan. Dan saya menanyakan kapan Sari pulang. Dia bilang hari Kamis (17/7) dia pulang, tapi saya akan jemput dia. Soalnya, itu pas 7 harinya Dimas,” ungkapnya.

Namun, tambah Diki, mulai Jumat (11/7) sekira pukul 19.00 WIB dan Sari tak ada berkomunikasi lagi. “Setiap saya telepon, handphonnya mati bang. Sampai sekarang saya tidak berkomunikasi sama dia. Saya yakin, dia ini diintervensi sama keluarganya,” pungkasnya. Hal yang sama juga diungkapkan Kepala Lingkungan XI, Ardi. Dikatakannya, warganya tersebut tidak pernah bertengkar.

“Tidak pernah bertengkar mereka. Memang saat mau dimakamkan di sini, keluarga Sari tetap ngotot membawa jenazah korban. Makanya sempat terjadi tegang urat saraf di sini. Dan saat itu juga, tidak ada keluarga Sari yang menuding adanya penganiayaan saat itu. Seharusnya kan mereka protes di situ,” ucapnya singkat.

Sementara itu, warga sekeliling kediaman Diki juga mengaku sangat heran melihat ucapan Sari tersebut. “Tidak habis pikir saya dengan ucapannya yang seperti itu. Soalnya, mereka itu akur-akur aja. Heranlah saya mendengarnya,” ucap pria yang akrab disapa Ucok tersebut. (ind/deo)

Foto: Indra/PM Diki, ayah tiri Dimas, yang dituding keluarga istrinya menganiaya anak tirinya hingga tewas.
Foto: Indra/PM
Diki, ayah tiri Dimas, yang dituding keluarga istrinya menganiaya anak tirinya hingga tewas.

SUMUTPOS.CO – Menurut Diki, ayam tiri korban, sehari sebelum meninggal, tubuh Dimas sempat panas dingin. “Panas dingin badannya sehari sebelum dia meninggal. Terus, besoknya dia minum 2 ceret air putih pas ditinggal mamaknya yang sedang ngayun adiknya, Dirga Pebrian. Itu dikasih tau Sari setelah saya pulang. Dan Sari juga bilang kalau Dimas sempat melepehkan air minumnya,” ucapnya. Karena melihat Dimas seperti sakit perut, Diki mengaku kalau orangtuanya membelikan obat Antangin anak.

“Kemudian saya minumkan ke dia. Siap itu, gak sakit lagi perutnya setelah saya kasih itu. Gak berapa lama Sari nyulangin Dimas. Tapi, Dimas tidak mau dan dia selalu bilang emoh setiap Sari menyuapkan makanan ke mulutnya. Karena itu, Sari kemudian marah-marah dan terus memaksa. Melihat itu, saya pun membujuk Dimas untuk makan,” ucapnya.

Setelah mendengar bujukan Diki tersebut, barulah Dimas mau makan. “Tapi disuapan ke 3, Dimas melepehnya. Dan dia minta minum,” ucapnya. Setelah menghabiskan air setengah cangkir tersebut, Dimas pun kemudian muntah dan buang air besar.

“Kemudian, saya pun membawanya ke kamar mandi dan menyebokinya. Sesudah saya cebokin dan mengganti pakaiannya, dia pun lemas seperti tak berdaya gitu. Itu kejadiannya hari Rabu jam setengah 3 sore,” ungkapnya. Melihat kondisi Dimas yang lemas tersebut, Saripun menyarankan untuk membawa Dimas ke rumah sakit. “Awalnya saya membawanya ke klinik Bersalin Gina yang berada di Jl Karya. Tapi, karena dokternya tidak ada, perawatnya menyarankan untuk membawa ke rumah sakit. Itulah makanya dibawa ke RS Sufina Aziz,” ucapnya.

Kemudian, lanjut Diki, disaat dirinya sibuk mengambil pakaian Dimas, dokter yang menangani Dimas sempat berbincang dengan Sari. “Sesudah itu, saya lihat surat keterangan kalau dia punya penyakit jantung dan luka pada paru-parunya lama kambuh lagi. Setelah melihat itu, sayapun kemudian permisi ke Sari untuk kembali kerja lagi. Pasalnya, pas kejadian itu saya sedang kerja,” ungkapnya.

Selanjutnya, sekira pukul 17.00 WIB, Diki kembali mendatangi rumah sakit untuk melihat Dimas yang sudah dirawat di ruang anak. Saat dirinya datang tersebut, Sari mengatakan kepadanya kalau Dimas lasak kali hingga 3 kali infusnya copot.

“Itu dikatakan Sari sembari dia memegangi tangan Dimas. Kemudian, saya disuruh Sari untuk nyuapi Dimas makan. Tapi dia gak mau, dan saat Sari yang nyuapi dia tidak mau. Namun, saat bulek saya, Atik yang nyuapin, dia mau walaupun makannya sikit-sikit. Trus saya pulang sama istri saya untuk mandi,” ungkapnya. Namun lantaran adik Dimas tidak bisa ditinggal, Sari pun kemudian tetap berada di rumah. Sedangkan Diki, kemudian mendatangi RS Sufina Aziz untuk kembali melihat Dimas.

“Pas saya lihat, dia sudah lasak dan main-main di tempat tidur walaupun diinfus. Dan saat itu, infusnya bulak-balik gak jalan,” ucapnya. Setelah itu, tambah Diki, karena Dima kepanasan dia pun pulang ngambil kipas. Namun, begitu dirinya tiba Dimas sudah di luar ruangan.

“Saat itu, saya lihat dia sudah tidur di kursi luar. Saya sempat nanyakan itu ke bulek, dan bulek bilang dia kepanasan dan menangis minta keluar. Namun, tiba-tiba saja saya liat nafasnya cengap-cengap. Dan saya angkat kembali keruangan sembari saya panggil perawat dan perawat sarankan membawanya ke ICU. Sambil pun kembali berlari menggendongnya ke ICU. Dan saya keluar dan mau memberi tau bapak saya kalau penyakit Dimas kambuh lagi. Ditengah perjalanan, saya jumpa orangtua saya,” ungkapnya.

Setelah bertemu sama orangtuanya tersebut, Diki dan orangtuanya pun kembali ke rumah sakit. Namun sayang, setiba di rumah sakit dokter mengatakan kalau Dimas sudah meninggal. “Saya tidak percaya dan dibawalah Dimas ke ruang ICU yang alat detak jantung itu. Dan memang benar dia sudah tidak ada lagi,” kenangnya.

 

DITAMPAR DI DEPAN MAYAT DIMAS

Setelah kematian Dimas, Diki kemudian menghubungi keluarga Sari yang berada di Sawit Seberang. Tapi, 3 kali dihubungi handphone tersebut tak kunjung diangkat.

“Makanya, saya kemudian menghubungi kepala lorongnya untuk memberitahukan info tersebut. Lantaran keplornya itu keluarga Sari. Saat itu yang angkat istri keplornya bang. Dan saya minta dia memberitahukannya kepada keluarga Sari,” tukasnya. Kemudian, bebernya, Kamis (10/7) siang, keluarga Sari pun datang ke rumah duka. Saat itu, kakak Sari yang sempat mengurus Dimas langsung menampar Sari.

“Melihat itu, saya langsung memeluk Sari, dan saya bilang ke kakaknya kenapa memukulnya. Dan kakaknya bilang, ini semua gara-gara saya. Mendengar itu, saya langsung bilang bukannya ini karena suami kakak yang ngusir Dimas? Mendengar ucapan itu kakaknya diam,” ucapnya sembari mengatakan kalau Sari ditampar di depan mayat Dimas.

Dikatakannya, kala keluarga Sari tiba di rumah duka, kondisi jenazah Dimas belum dimandikan. “Saat itu, keluarganya tidak ada menuding dianiaya. Seharusnya, jika memang mereka melihat keganjilan ya harus dikatakan saat itu. Soalnya, warga sini semua melihat tidak ada keganjilan pada jenazahnya. Bahkan dari surat keterangan dokter menyebutkan kalau Dimas menderita sakit jantung dan paru-paru. Sayangnya itu surat itu sama Sari,” ucapnya.

Kemudian, beber Diki, saat jenazah Dimas hendak dimakamkan di Jl. Karya Medan keluarga Sari tidak memberi izin. Padahal jenazah sudah siap dimandikan dan disalatkan. “Sempat ribut di sini. Para pelayat marah sama keluarganya. Kemudian, abangnya langsung menggendong mayat yang sudah dikafani ke dalam mobil Innova yang dibawa mereka. Begitu mau jalan, ambulan pun tiba dan kembali dioper lagi ke ambulans,” ucapnya.

Sesampai di sana, beber Diki, dirinya sempat menghubungi Sari.

“Saat itu, keluarga Sari mengatakan kalau jenazahnya sudah dikebumikan. Dan saya menanyakan kapan Sari pulang. Dia bilang hari Kamis (17/7) dia pulang, tapi saya akan jemput dia. Soalnya, itu pas 7 harinya Dimas,” ungkapnya.

Namun, tambah Diki, mulai Jumat (11/7) sekira pukul 19.00 WIB dan Sari tak ada berkomunikasi lagi. “Setiap saya telepon, handphonnya mati bang. Sampai sekarang saya tidak berkomunikasi sama dia. Saya yakin, dia ini diintervensi sama keluarganya,” pungkasnya. Hal yang sama juga diungkapkan Kepala Lingkungan XI, Ardi. Dikatakannya, warganya tersebut tidak pernah bertengkar.

“Tidak pernah bertengkar mereka. Memang saat mau dimakamkan di sini, keluarga Sari tetap ngotot membawa jenazah korban. Makanya sempat terjadi tegang urat saraf di sini. Dan saat itu juga, tidak ada keluarga Sari yang menuding adanya penganiayaan saat itu. Seharusnya kan mereka protes di situ,” ucapnya singkat.

Sementara itu, warga sekeliling kediaman Diki juga mengaku sangat heran melihat ucapan Sari tersebut. “Tidak habis pikir saya dengan ucapannya yang seperti itu. Soalnya, mereka itu akur-akur aja. Heranlah saya mendengarnya,” ucap pria yang akrab disapa Ucok tersebut. (ind/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/