29 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Keluarga Kukuh Melapor ke Polisi

Agustiati Manda Sari (tengah) didampingi keluarganya, berencana mendatangi Kantor KPAID Sumut di Medan, sekaligus melaporkan kasus dugaan penganiayaan yang menewaskan Dimas Ardiansyah ke polisi.
Agustiati Manda Sari (tengah) didampingi keluarganya, berencana mendatangi Kantor KPAID Sumut di Medan, sekaligus melaporkan kasus dugaan penganiayaan yang menewaskan Dimas Ardiansyah ke polisi.

STABAT, SUMUTPOS.CO – Keluarga Agustiati Manda Sari (25) berencana mendatangi Kantor KPAID Sumut di Medan, sekaligus melaporkan kasus dugaan penganiayaan yang menewaskan Dimas Ardiansyah (4). Hal tersebut ditegaskan Beny (38) abang ipar Sari saat dihubungi kru koran ini, Kamis (17/7) siang.

“Kalau nggak ada kendala, besok kami berangkat ke Medan bang. Mungkin kami akan ke Kantor KPAID dulu baru ke kantor polisi. Pokoknya lihat besok gimanalah, yang mana harus didulukan,” ujarnya.

“Kalau jam berapa kami berangkatnya belum tau, mungkin pagi-pagi udah berangkat,” tambahnya seraya mengaku belum bisa memastikan. Beny yang saat dikontak berdampingan dengan Anisa mengaku pihaknya memang menjadwalkan ke Medan dari kemarin.

Dia menyangkal ucapan Diki, suami kedua Sari. Diki mengaku sempat melihat surat diagnosa soal penyakit Dimas dan surat itu dipegang Sari. Setengah berteriak, Beny memanggil Sari. “Masalah itu… bentar ya bang kutanyakan sama Sari, tapi setauku tidak ada bang,” jelas Beny.

Sembari menunggu Sari, Beny juga meyangkal Diki berulangkali menelepon istrinya dan keluarga mereka. “Nggak ada itu pak, nggak ada nelepon kami di sini, bohong dia itu. Memang hape Sari langsung saya ambil dan simpan begitu kejadian itu. Belakangan dia ada mengirim SMS kepada teman kami, katanya dia mau datang jemput istrinya, tapi sampai sekarang nggak ada dia datang,” ujar Beny. Tak lama, Sari akhirnya datang. Beny juga menyangkal pernyataan Diki yang saat di rumah sakit ada mengeluarkan surat keterangan hasil pemeriksaan atau diagnosa tentang penyakit Dimas.

“Surat yang dibilangkan ayah tiri Dimas itu nggak ada pak, yang ada sama saya surat keterangan kematian dari dokter. Cuma itu, nggak ada yang lain,” tegasnya meyakinkan. “Jadi surat inilah yang ada sama kami dari rumah sakit, surat keterangan,” katanya sambil membacakan isi surat itu. “Surat keterangan kematian. Saya yang bertanda tangan dibawah ini dr. Nurhasanah, jabatan dokter pada RSU Sufinah Aziz di Medan. Menerangkan dengan ini bahwa pada tanggal 9 Juli 2014 pukul 20.15, telah meninggal dunia di rumah sakit. Nama: Dimas Ardiansyah, jenis kelamin laki-laki, umur 4 tahun, agama islam, bangsa Indonesia.

Tempat tinggal Senembah Satu, Kelurahan Helvetia. Pengangkutan mayatnya tidak ada sesuatu yang keberatan, ditandatangani dr Nurhasanah Lubis.”. “Ya begitulah bunyi surat yang ada sama kami, kalau yang lain tidak ada,” tegas Sari lagi. Ditanya soal penuturan Diki menyangkal mengikat kaki Dimas setiap malamnya, juga dibantah Sari. “Pengakuanya bohong semua itu pak,” ungkap perempuan ini. Beny menimpali, mengaku mereka menungu tetangga dekat rumah Sari yang mau bersaksi atas musibah itu. “Ada tetangga mereka yang mau bersaksi masalah Dimas ini. Jadi kami janjinya besok, begitu juga dengan dokter yang merawat Dimas di rumah sakit. Ceritanya si Dimas mengaku dicubit sama bapaknya,” kata Beny. Sekedar mengingatkan, Dimas tewas dengan luka bekas setrika dan tapak sepatu di tubuhnya. Pihak keluarga curiga bocah periang itu tewas karena disiksa ayah tirinya, Diki.

 

DITAMPAR DI DEPAN MAYAT DIMAS

Setelah kematian Dimas, Diki kemudian menghubungi keluarga Sari yang berada di Sawit Seberang. Tapi, 3 kali dihubungi handphone tersebut tak kunjung diangkat. “Makanya, saya kemudian menghubungi kepala lorongnya untuk memberitahukan info tersebut. Lantaran keplornya itu keluarga Sari. Saat itu yang angkat istri keplornya bang. Dan saya minta dia memberitahukannya kepada keluarga Sari,” tukasnya. Kemudian, bebernya, Kamis (10/7) siang, keluarga Sari pun datang ke rumah duka. Saat itu, kakak Sari yang sempat mengurus Dimas langsung menampar Sari.

“Melihat itu, saya langsung memeluk Sari, dan saya bilang ke kakaknya kenapa memukulnya. Dan kakaknya bilang, ini semua gara-gara saya. Mendengar itu, saya langsung bilang bukannya ini karena suami kakak yang ngusir Dimas? Mendengar ucapan itu kakaknya diam,” ucapnya sembari mengatakan kalau Sari ditampar di depan mayat Dimas. Dikatakannya, kala keluarga Sari tiba di rumah duka, kondisi jenazah Dimas belum dimandikan. “Saat itu, keluarganya tidak ada menuding dianiaya. Seharusnya, jika memang mereka melihat keganjilan ya harus dikatakan saat itu.

Soalnya, warga sini semua melihat tidak ada keganjilan pada jenazahnya. Bahkan dari surat keterangan dokter menyebutkan kalau Dimas menderita sakit jantung dan paru-paru. Sayangnya itu surat itu sama Sari,” ucapnya. Kemudian, beber Diki, saat jenazah Dimas hendak dimakamkan di Jl. Karya Medan keluarga Sari tidak memberi izin. Padahal jenazah sudah siap dimandikan dan disalatkan. “Sempat ribut di sini. Para pelayat marah sama keluarganya. Kemudian, abangnya langsung menggendong mayat yang sudah dikafani ke dalam mobil Innova yang dibawa mereka. Begitu mau jalan, ambulan pun tiba dan kembali dioper lagi ke ambulan,” ucapnya. Sesampai di sana, beber Diki, dirinya sempat mengubungi Sari.

“Saat itu, keluarga Sari mengatakan kalau jenazahnya sudah dikebumikan. Dan saya menanyakan kapan Sari pulang. Dia bilang hari Kamis (17/7) dia pulang, tapi saya akan jemput dia. Soalnya, itu pas 7 harinya Dimas,” ungkapnya. Namun, tambah Diki, mulai Jumat (11/7) sekira pukul 19.00 WIB dan Sari tak ada berkomunikasi lagi. “Setiap saya telepon, handphonnya mati bang. Sampai sekarang saya tidak berkomunikasi sama dia. Saya yakin, dia ini diintervensi sama keluarganya,” pungkasnya. Hal yang sama juga diungkapkan Kepala Lingkungan XI, Ardi. Dikatakannya, warganya tersebut tidak pernah bertengkar.

“Tidak pernah bertengkar mereka. Memang saat mau dimakamkan di sini, keluarga Sari tetap ngotot membawa jenazah korban. Makanya sempat terjadi tegang urat saraf di sini. Dan saat itu juga, tidak ada keluarga Sari yang menuding adanya penganiayaan saat itu. Seharusnya kan mereka protes di situ,” ucapnya singkat. Sementara itu, warga sekeliling kediaman Diki juga mengaku sangat heran melihat ucapan Sari tersebut. “Tidak habis pikir saya dengan ucapannya yang seperti itu. Soalnya, mereka itu akur-akur aja. Heranlah saya mendengarnya,” ucap pria yang akrab disapa Ucok tersebut. (ind/deo)

Agustiati Manda Sari (tengah) didampingi keluarganya, berencana mendatangi Kantor KPAID Sumut di Medan, sekaligus melaporkan kasus dugaan penganiayaan yang menewaskan Dimas Ardiansyah ke polisi.
Agustiati Manda Sari (tengah) didampingi keluarganya, berencana mendatangi Kantor KPAID Sumut di Medan, sekaligus melaporkan kasus dugaan penganiayaan yang menewaskan Dimas Ardiansyah ke polisi.

STABAT, SUMUTPOS.CO – Keluarga Agustiati Manda Sari (25) berencana mendatangi Kantor KPAID Sumut di Medan, sekaligus melaporkan kasus dugaan penganiayaan yang menewaskan Dimas Ardiansyah (4). Hal tersebut ditegaskan Beny (38) abang ipar Sari saat dihubungi kru koran ini, Kamis (17/7) siang.

“Kalau nggak ada kendala, besok kami berangkat ke Medan bang. Mungkin kami akan ke Kantor KPAID dulu baru ke kantor polisi. Pokoknya lihat besok gimanalah, yang mana harus didulukan,” ujarnya.

“Kalau jam berapa kami berangkatnya belum tau, mungkin pagi-pagi udah berangkat,” tambahnya seraya mengaku belum bisa memastikan. Beny yang saat dikontak berdampingan dengan Anisa mengaku pihaknya memang menjadwalkan ke Medan dari kemarin.

Dia menyangkal ucapan Diki, suami kedua Sari. Diki mengaku sempat melihat surat diagnosa soal penyakit Dimas dan surat itu dipegang Sari. Setengah berteriak, Beny memanggil Sari. “Masalah itu… bentar ya bang kutanyakan sama Sari, tapi setauku tidak ada bang,” jelas Beny.

Sembari menunggu Sari, Beny juga meyangkal Diki berulangkali menelepon istrinya dan keluarga mereka. “Nggak ada itu pak, nggak ada nelepon kami di sini, bohong dia itu. Memang hape Sari langsung saya ambil dan simpan begitu kejadian itu. Belakangan dia ada mengirim SMS kepada teman kami, katanya dia mau datang jemput istrinya, tapi sampai sekarang nggak ada dia datang,” ujar Beny. Tak lama, Sari akhirnya datang. Beny juga menyangkal pernyataan Diki yang saat di rumah sakit ada mengeluarkan surat keterangan hasil pemeriksaan atau diagnosa tentang penyakit Dimas.

“Surat yang dibilangkan ayah tiri Dimas itu nggak ada pak, yang ada sama saya surat keterangan kematian dari dokter. Cuma itu, nggak ada yang lain,” tegasnya meyakinkan. “Jadi surat inilah yang ada sama kami dari rumah sakit, surat keterangan,” katanya sambil membacakan isi surat itu. “Surat keterangan kematian. Saya yang bertanda tangan dibawah ini dr. Nurhasanah, jabatan dokter pada RSU Sufinah Aziz di Medan. Menerangkan dengan ini bahwa pada tanggal 9 Juli 2014 pukul 20.15, telah meninggal dunia di rumah sakit. Nama: Dimas Ardiansyah, jenis kelamin laki-laki, umur 4 tahun, agama islam, bangsa Indonesia.

Tempat tinggal Senembah Satu, Kelurahan Helvetia. Pengangkutan mayatnya tidak ada sesuatu yang keberatan, ditandatangani dr Nurhasanah Lubis.”. “Ya begitulah bunyi surat yang ada sama kami, kalau yang lain tidak ada,” tegas Sari lagi. Ditanya soal penuturan Diki menyangkal mengikat kaki Dimas setiap malamnya, juga dibantah Sari. “Pengakuanya bohong semua itu pak,” ungkap perempuan ini. Beny menimpali, mengaku mereka menungu tetangga dekat rumah Sari yang mau bersaksi atas musibah itu. “Ada tetangga mereka yang mau bersaksi masalah Dimas ini. Jadi kami janjinya besok, begitu juga dengan dokter yang merawat Dimas di rumah sakit. Ceritanya si Dimas mengaku dicubit sama bapaknya,” kata Beny. Sekedar mengingatkan, Dimas tewas dengan luka bekas setrika dan tapak sepatu di tubuhnya. Pihak keluarga curiga bocah periang itu tewas karena disiksa ayah tirinya, Diki.

 

DITAMPAR DI DEPAN MAYAT DIMAS

Setelah kematian Dimas, Diki kemudian menghubungi keluarga Sari yang berada di Sawit Seberang. Tapi, 3 kali dihubungi handphone tersebut tak kunjung diangkat. “Makanya, saya kemudian menghubungi kepala lorongnya untuk memberitahukan info tersebut. Lantaran keplornya itu keluarga Sari. Saat itu yang angkat istri keplornya bang. Dan saya minta dia memberitahukannya kepada keluarga Sari,” tukasnya. Kemudian, bebernya, Kamis (10/7) siang, keluarga Sari pun datang ke rumah duka. Saat itu, kakak Sari yang sempat mengurus Dimas langsung menampar Sari.

“Melihat itu, saya langsung memeluk Sari, dan saya bilang ke kakaknya kenapa memukulnya. Dan kakaknya bilang, ini semua gara-gara saya. Mendengar itu, saya langsung bilang bukannya ini karena suami kakak yang ngusir Dimas? Mendengar ucapan itu kakaknya diam,” ucapnya sembari mengatakan kalau Sari ditampar di depan mayat Dimas. Dikatakannya, kala keluarga Sari tiba di rumah duka, kondisi jenazah Dimas belum dimandikan. “Saat itu, keluarganya tidak ada menuding dianiaya. Seharusnya, jika memang mereka melihat keganjilan ya harus dikatakan saat itu.

Soalnya, warga sini semua melihat tidak ada keganjilan pada jenazahnya. Bahkan dari surat keterangan dokter menyebutkan kalau Dimas menderita sakit jantung dan paru-paru. Sayangnya itu surat itu sama Sari,” ucapnya. Kemudian, beber Diki, saat jenazah Dimas hendak dimakamkan di Jl. Karya Medan keluarga Sari tidak memberi izin. Padahal jenazah sudah siap dimandikan dan disalatkan. “Sempat ribut di sini. Para pelayat marah sama keluarganya. Kemudian, abangnya langsung menggendong mayat yang sudah dikafani ke dalam mobil Innova yang dibawa mereka. Begitu mau jalan, ambulan pun tiba dan kembali dioper lagi ke ambulan,” ucapnya. Sesampai di sana, beber Diki, dirinya sempat mengubungi Sari.

“Saat itu, keluarga Sari mengatakan kalau jenazahnya sudah dikebumikan. Dan saya menanyakan kapan Sari pulang. Dia bilang hari Kamis (17/7) dia pulang, tapi saya akan jemput dia. Soalnya, itu pas 7 harinya Dimas,” ungkapnya. Namun, tambah Diki, mulai Jumat (11/7) sekira pukul 19.00 WIB dan Sari tak ada berkomunikasi lagi. “Setiap saya telepon, handphonnya mati bang. Sampai sekarang saya tidak berkomunikasi sama dia. Saya yakin, dia ini diintervensi sama keluarganya,” pungkasnya. Hal yang sama juga diungkapkan Kepala Lingkungan XI, Ardi. Dikatakannya, warganya tersebut tidak pernah bertengkar.

“Tidak pernah bertengkar mereka. Memang saat mau dimakamkan di sini, keluarga Sari tetap ngotot membawa jenazah korban. Makanya sempat terjadi tegang urat saraf di sini. Dan saat itu juga, tidak ada keluarga Sari yang menuding adanya penganiayaan saat itu. Seharusnya kan mereka protes di situ,” ucapnya singkat. Sementara itu, warga sekeliling kediaman Diki juga mengaku sangat heran melihat ucapan Sari tersebut. “Tidak habis pikir saya dengan ucapannya yang seperti itu. Soalnya, mereka itu akur-akur aja. Heranlah saya mendengarnya,” ucap pria yang akrab disapa Ucok tersebut. (ind/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/