30 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Picu Aksi Demo Omnibus Law, Ketua KAMI Medan Dihukum 1 Tahun Penjara

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan, Ir Khairi Amri, divonis 1 tahun penjara, dalam persidangan yang digelar virtual di ruang Cakra 9, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (19/5).

SIDANG PUTUSAN: Ketua KAMI Medan, Ir Khairi Amri dan Wahyu Rasasi Putri menjalani sidang putusan secara virtual, Rabu (19/5).agusman/sumut pos.

Majelis hakim yang diketuai T Oyong, menyatakan dalam amar putusannya, Khairi Amri dinilai terbukti bersalah melakukan penghasutan dalam unjukrasa tolak UU Omnibus Law. Terdakwa terbukti sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 160 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

“Menjatuhkan terdakwa Ir Khairi Amri oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 tahun,” ujarnya.

Menurut majelis hakim, hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa sudah memicu timbulnya tindak pidana lain, dan tidak mengakui perbuatannya. “Sedangkan yang meringankan, terdakwa berprilaku sopan dalam persidangan dan mempunyai tanggungan keluarga,” urai hakim.

Sedangkan rekannya, yakni Wahyu Rasasi Putri divonis divonis lebih ringan, yakni 7 bulan dan 10 hari penjara. Wahyu terbukti bersalah melakukan tindak pidana Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yakni dengan sengaja menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 45A ayat (2) UU ITE jo pasal 28 ayat 2 UU RI No 19 tahun 2016.

Dalam amar putusan hakim, juga memerintahkan penuntut umum agar membebaskan terdakwa dari tahanan sejak putusan diucapkan, mengingat masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa telah berakhir.

Sebelumnya, jaksa telah menuntut terdakwa Khairi Amri dengan pidana 2 tahun penjara. Sedangkan terdakwa Wahyu Rasasi Putri sebelumnya dituntut pidana selama 1 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 2 bulan penjara.

Atas putusan itu, Mahmud Irsad Lubis selaku ketua tim hukum kedua terdakwa mengapresiasi putusan majelis hakim. “Untuk sekarang kami masih pikir-pikir, tapi kami mengapresiasi putusan majelis hakim untuk terdakwa Wahyu,” tandasnya. Sementara, tim JPU dari Kejari Medan juga menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut.

Sebagaimana diketahui, kasus yang menjerat para terdakwa diketahui saat mereka ditangkap polisi terkait aksi demo menolak Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law di Medan, pada September 2020 lalu. Terdakwa Khairi disangkakan melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Terdakwa didakwa jaksa telah melakukan ujaran kebencian terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Dalam dakwaannya, jaksa menjelaskan, Khairi Amri telah menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.

Kemudian lewat kuasa hukumnya dari Korps Advokat Alumni UMSU (KAUM) terdakwa sempat mengajukan permohonan Prapid ke PN Medan. Permohonan prapid ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia yakni Kapolri dan Kapolrestabes Medan.

Alasan prapid itu, dikarenakan penangkapan Khairi Amri, dinilai cacat hukum dan tidak cukup dua alat bukti untuk menetapkannya sebagai tersangka. Namun, pada 11 Oktober 2020 Hakim Tunggal Syafril Batubara menolak permohonan prapid. (man/han)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan, Ir Khairi Amri, divonis 1 tahun penjara, dalam persidangan yang digelar virtual di ruang Cakra 9, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (19/5).

SIDANG PUTUSAN: Ketua KAMI Medan, Ir Khairi Amri dan Wahyu Rasasi Putri menjalani sidang putusan secara virtual, Rabu (19/5).agusman/sumut pos.

Majelis hakim yang diketuai T Oyong, menyatakan dalam amar putusannya, Khairi Amri dinilai terbukti bersalah melakukan penghasutan dalam unjukrasa tolak UU Omnibus Law. Terdakwa terbukti sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 160 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

“Menjatuhkan terdakwa Ir Khairi Amri oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 tahun,” ujarnya.

Menurut majelis hakim, hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa sudah memicu timbulnya tindak pidana lain, dan tidak mengakui perbuatannya. “Sedangkan yang meringankan, terdakwa berprilaku sopan dalam persidangan dan mempunyai tanggungan keluarga,” urai hakim.

Sedangkan rekannya, yakni Wahyu Rasasi Putri divonis divonis lebih ringan, yakni 7 bulan dan 10 hari penjara. Wahyu terbukti bersalah melakukan tindak pidana Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yakni dengan sengaja menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 45A ayat (2) UU ITE jo pasal 28 ayat 2 UU RI No 19 tahun 2016.

Dalam amar putusan hakim, juga memerintahkan penuntut umum agar membebaskan terdakwa dari tahanan sejak putusan diucapkan, mengingat masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa telah berakhir.

Sebelumnya, jaksa telah menuntut terdakwa Khairi Amri dengan pidana 2 tahun penjara. Sedangkan terdakwa Wahyu Rasasi Putri sebelumnya dituntut pidana selama 1 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 2 bulan penjara.

Atas putusan itu, Mahmud Irsad Lubis selaku ketua tim hukum kedua terdakwa mengapresiasi putusan majelis hakim. “Untuk sekarang kami masih pikir-pikir, tapi kami mengapresiasi putusan majelis hakim untuk terdakwa Wahyu,” tandasnya. Sementara, tim JPU dari Kejari Medan juga menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut.

Sebagaimana diketahui, kasus yang menjerat para terdakwa diketahui saat mereka ditangkap polisi terkait aksi demo menolak Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law di Medan, pada September 2020 lalu. Terdakwa Khairi disangkakan melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Terdakwa didakwa jaksa telah melakukan ujaran kebencian terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Dalam dakwaannya, jaksa menjelaskan, Khairi Amri telah menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.

Kemudian lewat kuasa hukumnya dari Korps Advokat Alumni UMSU (KAUM) terdakwa sempat mengajukan permohonan Prapid ke PN Medan. Permohonan prapid ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia yakni Kapolri dan Kapolrestabes Medan.

Alasan prapid itu, dikarenakan penangkapan Khairi Amri, dinilai cacat hukum dan tidak cukup dua alat bukti untuk menetapkannya sebagai tersangka. Namun, pada 11 Oktober 2020 Hakim Tunggal Syafril Batubara menolak permohonan prapid. (man/han)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/