MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepala Pos Lantas Hinai Pasar 10 Tanjung Beringin, Simpang Padang Tualang, Aiptu S yang kabur saat tim khusus (Timsus) bentukan Bid Propam melakukan Operasi Pemberantasan Pungli (OPP), hingga kini belum juga dihadirkan oleh Kapolsek Hinai.
Bahkan, Aiptu S yang merupakan anggota Lantas Polsek Hinai ini tak pernah masuk kantor pascatim melakukan OPP pada 14 Oktober 2016 lalu. “Kapos Lantas Hinai belum dihadirkan. Kemarin kita sudah meminta kepada Kapolsek-nya untuk menghadirkan. Tapi informasinya, dia enggak ada di kantor,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Sumut, Kombes Pol Rina Sari Gintin ketika dikonfirmasi tadi malam.
Menurut Rina, Brigadir R Surbakti yang tengah bersama Aiptu S, yang diboyong ke Mapolda Sumut untuk pemeriksaan lebih lanjut. Rina menambahkan, ketujuh anggota Polri yang terjaring OPP itu masih dalam pemeriksaan dan melengkapi berkas untuk menjalani sidang.
“Nanti tergantung daripada saran pendapat Kabid Hukum dikembalikan ke ankum. Lalu ankum minta saran pendapat ke Kabid Kum Polda. Nanti Kabid Hukum Polda yang menjawab. Setelah itu dilaksanakan sidang,” ujar mantan Kapolres Binjai ini.
Jika melanggar hal berat, tentunya oknum anggota Polri itu akan menjalani sidang kode etik. Kata Rina, sanksi paling berat dari kode etik adalah pemecatan.
Saat disinggung apa hasil pemeriksaan Brigadir R Surbakti terkait Aiptu S, Rina belum dapat menjelaskannya. “Materi penyidikan belum dapat. Itu yang pemeriksa yang tahu,” ujar Rina.
Menurut Rina, pihaknya tak memberikan tenggat waktu kepada Kapolsek Hinai maupun Kapolres Langkat untuk menghadirkan Aiptu S agar dapat diperiksa. Begitupun, kata Rina, jika memang Aiptu S tak kunjung hadir, pihaknya akan melakukan pencarian. “Saya kira, Kapolsek enggak bisa hadirkan, pasti tim dari Propam akan melakukan pencarian,” ujar Rina.
Kepada masyarakat, Rina menghimbau untuk tidak terlibat dalam aksi pungutan liar. Baik itu sebagai pemberi maupun perantara. Sebab, keduanya akan mendapat sanksi hukum.
“Tolong kepada masyarakat juga kita himbau, jangan berikan kesempatan kepada petugas untuk melakukan pungli,” ujar Rina.
Menurut dia, praktik pungli atau suap merupakan simbiosis mutualisme. Artinya, kedua belah pihak saling diuntungkan untuk kepentingannya masing. Pungli tidak akan terjadi, jika tidak ada yang memberi dan menerima.
Padahal, tegas Rina, dalam persoalan pungli, pemberi dan penerima akan ditindak serta diberi sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Ya, itukan simbiosis mutualisme. Jadi, si pemberi dan penerimanya juga akan dihukum,” tegas Rina.