MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan mesin Gas Turbin (GT) 2.1 dan 2.2 PT PLN Sumbagut, dengan terdakwa mantan Manajer Sektor Belawan PLN Pembangkit Sumatera Bagian Utara (Kitsbu), Rodi Cahyawan, mantan Direktur Utama PT NTP, Supra Dekanto, dan Direktur Operasional Mapna Indonesia M Bahalwan, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Medan, Selasa (19/8) siang.
Dalam persidangan tersebut, Direktur Operasional PT Mapna Co, M Bahalwan curhat, kalau dia tengah digugat cerai istri yang telah dinikahinya puluhan tahun akibat tak mampu lagi memberi nafkah.
“Sebenarnya saya lagi sakit pak. Saya sangat sedih pak, karena saya digugat cerai istri saya karena tidak mampu menafkahinya lagi,” jelasnya kepada majelis hakim yangg diketuai oleh, SB Hutagalung, SH.
Dirinya juga meminta hakim agar mempercepat sidang, sebab ingin menghadiri sidang perdana gugatan cerai istrinya di Jakarta pada 17 September.
“Pak saya berharap sidang ini cepat selesai dan saya bisa mengadiri sidang perdana gugatan cerai istri saya pak,” ujarnya.
Sebelumnya Bahalwan juga harus menerima kenyataan tidak bisa menghirup udara bebas walau sekadar menjadi tahanan kota, sehingga dia tidak bisa menghadiri pernikahan anaknya di Jakarta, hingga orangtuanya yang sakit parah.
“Rumah saya saya disita, semua habis harta saya, bahkan tidak bisa menghadiri pernikahan anak saya, orangtua saya sakit keras, kini harus digugat cerai istri saya yang telah saya nikahi puluhan tahun,” ungkap Bahalwan dengan lemas.
Sementara itu, Bob Hasan selaku Penasehat Hukum, M Bahalwan mengatakan, akan mengusahan surat izin Bahalwan untuk menghadiri sidang perdana gugatan cerai istri mudanya tersebut walau hanya sekadar 1 hari saja.
“Jika sidang berlarut hingga 17 September, maka kita akan upayakan untuk izin sehari saja, Jakarta-Medan, Medan-Jakarta akan kita tempuh dalam sehari, karena ini sudah miris sekali, di tengah-tengah masalah ini ada lagi masalah baru,” katanya usai persidangan.
Dalam persidangan yang menghadirkan saksi mahkota staf ahli PLN, Suryadharma, Muhammad Ali dan Chris Leo Manggala, juga mengungkap bahwa Suryadharma cukup menerima tekanan dan tuntutan dari preman dan rongrongan dari masyarakat atas masalah kelistrikan yang terjadi di kota Medan ini.
“Saya menerima tugas ini dengan harapan dapat memberikan kebaikan untuk masyarakat, jika saja proyek ini tidak kami laksanakan, maka mati lampu sehari sekali bisa saja tujuh kali dalam sehari. Di sini kami tidak ada menikmati harta seperti yang didakwakan, kami ini didakwa karena melakukan hal yang tidak benar,” ungkap Suryadharma.
Menurutnya, pihak PLN dan Mapna Indonesia tidak menyalahi kontrak dan aturan, malah menguntungkan negara sehingga Direktur Utama PLN, Nur Pamudji memanggil Chris Leo ke Jawa untuk diberikan selamat atas kesuksesannya berhasil menggunakan anggaran secara efisiensi dan terbuka.
“Bapak Chris Leo dipuji dan disanjung karena menerapkan kebijakan pak Nur Pamudji dengan menerapkan efisiensi dan keterbukaan, pak Chris disanjung sehingga mendapat sanjungan oleh pak Nurpamudji di depan para general manajer se Indonesia,” tambahnya.
Sebelumnya, dalam dakwaannya, JPU menyatakan ketiga terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi pada pengadaan peralatan pada pekerjaan Life Time Extention (LTE) Major Overhouls Gas Turbine (GT) 2.1 dan GT 2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Sektor Belawan.
Terdakwa merekayasa pekerjaan sehingga tidak sesuai kontrak. Terdakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain.
Di antara rekayasa itu, dalam kontrak disebutkan pekerjaan LTE itu dilakukan Konsorsium Mapna Co. Namun, pembayaran diterima PT Mapna Indonesia yang dipimpin Bahalwan.
Jaksa menilai perbuatan para terdakwa telah merugikan negara, dalam hal ini PT PLN Persero, sekitar Rp2.344.777.441.537. Rinciannya, kerugian fisik dalam proyek ini berkisar Rp 337,4 miliar ditambah kerugian dalam bentuk energi yang seharusnya menjadi pendapatan PLN sekitar Rp 2,007 triliun lebih. (bay)