30 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Aswas Kejatisu Janji Usut Permainan Jaksa Sani

Foto: Bayu/PM/JPNN Keempat oknum Polsek Medan Timur disidang kasus pemerasan di PN Medan.
Foto: Bayu/PM/JPNN
Keempat oknum Polsek Medan Timur disidang kasus pemerasan di PN Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Asisten Pengawas (Aswas) Kejatisu, Surung Aritonang berjanji akan segera memeriksa Jaksa Sani Siaturi yang diduga ‘menggelapkan’ Pasal 368 KUHPidana dalam dakwaanya, hingga 4 polisi yang memeras bandar sabu itu cuma divonis masing-masing 3 bulan penjara.

Hal ini ditegaskan Surung saat ditemui, Kamis (20/2) siang. “Kita masih memeriksa jaksa dan kasusnya. Apakah Pasal 368-nya sengaja dihilangkan atau tidak terbukti, atau mengambil dakwaan kedua Pasal 335 yang lebih kuat sesuai fakta di persidangan,” ujarnya.

Selain itu, pihaknya juga akan menyelidiki keseriusan sang jaksa dalam menangani perkara ini. “Kita juga akan selidiki keseriusan dan keprofesionalan jaksa dalam menangani kasus ini. Apakah jaksanya sungguh-sungguh menjalankannya, atau hanya mencari jalan aman dengan tidak memperkuat bukti-bukti yang ada, dalam hal ini pasal pemerasannya,” ungkapnya.

Surung juga sedikit bingung dengan kasus ini, karena menurutnya tak ada kaitan dakwaan yang dibuat antara Pasal 368 KUHPidana tentang pemerasan dengan Pasal 335 KUHPidana, tentang perbuatan tak menyenangkan.

“Kalau sepintas, tidak ada kaitannya antara Pasal 368 dengan 335 KUHPidana. Kita pelajari lagi, patutkah Pasal 335 itu diambil. Masih kita periksa dan akan diklarifikasi lagi,” tandasnya.

Terpisah, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Medan, Dwi Agus Hariyanto yang ditemui di ruang kerjanya justru menyebutkan pasal pemerasan dan perbuatan tak menyenangkan hanya beda tipis. “Kedua pasal ini beda tipis saja, dalam dakwaan jaksanya ada 2 pasal, dakwaan primer Pasal 368 tentang pemerasan dan dakwaan kedua Pasal 335 tentang perbuatan tak menyenangkan. Dan di sini kalau Pasal 368-nya tak terbukti dan tidak kuat dengan alasan kalau tidak ada kekerasan didalamnya, sesuai fakta di persidangan,” jelasnya.

Ia mengatakan Pasal 335 KUHPidanya yang diangkat karenan ke empat terdakwa itu hanya mengancam korbannya namun tidak disertai dengan kekerasan. “Kan ceritanya gini, keempat terdakwa ini minta uang pada korban dengan ancaman, kalau tak dikasih, kasusnya akan dinaikkan. Tetapi di sini korban memberikannya begitu saja, dan tidak menggunakan kekerasan hanya mengancam,” dalihnya. Namun saat ditanyai mengenai barang bukti uang Rp96 juta yang dibawa ke persidangan dan telah dikembalikan kepada korban, Dwi terlihat gugup dan langsung mengaku kalau terdakwa dan korban sudah membuat surat perdamaian.

“Karena antara pihak terdakwa dengan korban sudah melakukan perdamaian. Pada saat Rentut (rencana tuntutan), jaksanya melampirkan surat perdamaian itu,” ujarnya mengalihkan pembicaraan.

Saat ditanyai mengenai Pasal 335 KUHPidana yang tuntutannya dibawah 5 tahun yang terdakwanya tidak harus ditahan, Dwi kembali berkelit, penahanan itu dilakukan karena dakwaan primernya Pasal 368 KUHPidana dengan hukuman diatas 5 tahun. “Kemarin makanya keempat terdakwa ditahan, karena dakwaan primernyakan Pasal 368 KUHPidana dengan ancaman di atas 5 tahun,” pungkasnya.

Menanggapi hal ini, Direktur Pusat Studi Hukum dan Peradilan Sumut (PUSHPA), Muslim Muis menganjurkan agar Kasipidum Kejari Medan belajar KUHAP lagi, karena kasus ini sudah jelas merupakan pemerasan. “Kalau alasan Kasipidum masalah ini bukan pemerasan, suruh saja dia belajar KUHAP lagi. Namanya meminta uang, itu udah pemerasan, kalau ancaman itu seperti kubunuh kau, kumatikan kau, itu baru namanya pengancaman,” geramnya.

Karena ada dugaan permainan dalam kasus itu, Muslim juga mendesak Aswas Kejagung juga memeriksa Kasipidum Kejari Medan. “Kalau sudah begini, bukan jaksa dan hakim saja yang diperiksa, tetapi Kasipidumnya pun perlu diperiksa. Karena sudah nggak betul ini ceritanya, pemerasan kok jadi perbuatan tak menyenangkan,” tegasnya.

Muslim juga mengkritik kinerja Kejaksaan yang sangat rentan dengan korupsi. “Jaksa oh jaksa , kita duga ada permainan disini. Seharusnya jaksa dapat mempelajari BAP yang diberikan polisi dan menguatkan unsur pemerasaannya, bukan tindakan tidak menyenangkan. Manalah mungkin jaksa tidak bisa mengetahui unsur pemerasan sementara saksi korban ada meskipun dilaporkannya. Jaksa yang bersangkutan juga harus diperiksa oleh pengawasan atau dilaporkan ke Kejagung, sehingga jaksa-jaksa lain tidak main-main dengan tuntutannya,”ucap mantan Wadir LBH Medan itu.

Lantas bagaimana dengan Hakim yang memvonis? Muslim menegaskan bahwa majelis hakim juga harus dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) karena paling bertanggung jawab dengan putusan ini.

“Ya, kalau hakim pastilah tau yang dikerjakannya. Kita juga menduga hakim ikut ‘main mata’ dengan jaksa dan para terdakwa. Tapi, itu semua kembali kepada masyarakat dan media yang menilai, apakah putusan dan tuntutan itu benar? Tapi, kalau saya menilai, perjalanan kasus ini sangat rancu dan harus dimainkan lagi,”pungkas aktivis hukum itu.

sebelumnya Brigadir Indra Pramono, Briptu Tuhu Mike Bancin, Briptu Budi Harsono dan Briptu M Hardianto, ke empat anggota Polsek Medan Timur yang didakwa memeras bandar sabu itu divonis hakim Indra Cahya SH masing-masing 3 bulan penjara karena terbukti melakukan perbuatan tak menyenangkan. Vonis ini lebih ringan 2 bulan dari tuntutan jaksa. (bay/gib/deo)

Foto: Bayu/PM/JPNN Keempat oknum Polsek Medan Timur disidang kasus pemerasan di PN Medan.
Foto: Bayu/PM/JPNN
Keempat oknum Polsek Medan Timur disidang kasus pemerasan di PN Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Asisten Pengawas (Aswas) Kejatisu, Surung Aritonang berjanji akan segera memeriksa Jaksa Sani Siaturi yang diduga ‘menggelapkan’ Pasal 368 KUHPidana dalam dakwaanya, hingga 4 polisi yang memeras bandar sabu itu cuma divonis masing-masing 3 bulan penjara.

Hal ini ditegaskan Surung saat ditemui, Kamis (20/2) siang. “Kita masih memeriksa jaksa dan kasusnya. Apakah Pasal 368-nya sengaja dihilangkan atau tidak terbukti, atau mengambil dakwaan kedua Pasal 335 yang lebih kuat sesuai fakta di persidangan,” ujarnya.

Selain itu, pihaknya juga akan menyelidiki keseriusan sang jaksa dalam menangani perkara ini. “Kita juga akan selidiki keseriusan dan keprofesionalan jaksa dalam menangani kasus ini. Apakah jaksanya sungguh-sungguh menjalankannya, atau hanya mencari jalan aman dengan tidak memperkuat bukti-bukti yang ada, dalam hal ini pasal pemerasannya,” ungkapnya.

Surung juga sedikit bingung dengan kasus ini, karena menurutnya tak ada kaitan dakwaan yang dibuat antara Pasal 368 KUHPidana tentang pemerasan dengan Pasal 335 KUHPidana, tentang perbuatan tak menyenangkan.

“Kalau sepintas, tidak ada kaitannya antara Pasal 368 dengan 335 KUHPidana. Kita pelajari lagi, patutkah Pasal 335 itu diambil. Masih kita periksa dan akan diklarifikasi lagi,” tandasnya.

Terpisah, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Medan, Dwi Agus Hariyanto yang ditemui di ruang kerjanya justru menyebutkan pasal pemerasan dan perbuatan tak menyenangkan hanya beda tipis. “Kedua pasal ini beda tipis saja, dalam dakwaan jaksanya ada 2 pasal, dakwaan primer Pasal 368 tentang pemerasan dan dakwaan kedua Pasal 335 tentang perbuatan tak menyenangkan. Dan di sini kalau Pasal 368-nya tak terbukti dan tidak kuat dengan alasan kalau tidak ada kekerasan didalamnya, sesuai fakta di persidangan,” jelasnya.

Ia mengatakan Pasal 335 KUHPidanya yang diangkat karenan ke empat terdakwa itu hanya mengancam korbannya namun tidak disertai dengan kekerasan. “Kan ceritanya gini, keempat terdakwa ini minta uang pada korban dengan ancaman, kalau tak dikasih, kasusnya akan dinaikkan. Tetapi di sini korban memberikannya begitu saja, dan tidak menggunakan kekerasan hanya mengancam,” dalihnya. Namun saat ditanyai mengenai barang bukti uang Rp96 juta yang dibawa ke persidangan dan telah dikembalikan kepada korban, Dwi terlihat gugup dan langsung mengaku kalau terdakwa dan korban sudah membuat surat perdamaian.

“Karena antara pihak terdakwa dengan korban sudah melakukan perdamaian. Pada saat Rentut (rencana tuntutan), jaksanya melampirkan surat perdamaian itu,” ujarnya mengalihkan pembicaraan.

Saat ditanyai mengenai Pasal 335 KUHPidana yang tuntutannya dibawah 5 tahun yang terdakwanya tidak harus ditahan, Dwi kembali berkelit, penahanan itu dilakukan karena dakwaan primernya Pasal 368 KUHPidana dengan hukuman diatas 5 tahun. “Kemarin makanya keempat terdakwa ditahan, karena dakwaan primernyakan Pasal 368 KUHPidana dengan ancaman di atas 5 tahun,” pungkasnya.

Menanggapi hal ini, Direktur Pusat Studi Hukum dan Peradilan Sumut (PUSHPA), Muslim Muis menganjurkan agar Kasipidum Kejari Medan belajar KUHAP lagi, karena kasus ini sudah jelas merupakan pemerasan. “Kalau alasan Kasipidum masalah ini bukan pemerasan, suruh saja dia belajar KUHAP lagi. Namanya meminta uang, itu udah pemerasan, kalau ancaman itu seperti kubunuh kau, kumatikan kau, itu baru namanya pengancaman,” geramnya.

Karena ada dugaan permainan dalam kasus itu, Muslim juga mendesak Aswas Kejagung juga memeriksa Kasipidum Kejari Medan. “Kalau sudah begini, bukan jaksa dan hakim saja yang diperiksa, tetapi Kasipidumnya pun perlu diperiksa. Karena sudah nggak betul ini ceritanya, pemerasan kok jadi perbuatan tak menyenangkan,” tegasnya.

Muslim juga mengkritik kinerja Kejaksaan yang sangat rentan dengan korupsi. “Jaksa oh jaksa , kita duga ada permainan disini. Seharusnya jaksa dapat mempelajari BAP yang diberikan polisi dan menguatkan unsur pemerasaannya, bukan tindakan tidak menyenangkan. Manalah mungkin jaksa tidak bisa mengetahui unsur pemerasan sementara saksi korban ada meskipun dilaporkannya. Jaksa yang bersangkutan juga harus diperiksa oleh pengawasan atau dilaporkan ke Kejagung, sehingga jaksa-jaksa lain tidak main-main dengan tuntutannya,”ucap mantan Wadir LBH Medan itu.

Lantas bagaimana dengan Hakim yang memvonis? Muslim menegaskan bahwa majelis hakim juga harus dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) karena paling bertanggung jawab dengan putusan ini.

“Ya, kalau hakim pastilah tau yang dikerjakannya. Kita juga menduga hakim ikut ‘main mata’ dengan jaksa dan para terdakwa. Tapi, itu semua kembali kepada masyarakat dan media yang menilai, apakah putusan dan tuntutan itu benar? Tapi, kalau saya menilai, perjalanan kasus ini sangat rancu dan harus dimainkan lagi,”pungkas aktivis hukum itu.

sebelumnya Brigadir Indra Pramono, Briptu Tuhu Mike Bancin, Briptu Budi Harsono dan Briptu M Hardianto, ke empat anggota Polsek Medan Timur yang didakwa memeras bandar sabu itu divonis hakim Indra Cahya SH masing-masing 3 bulan penjara karena terbukti melakukan perbuatan tak menyenangkan. Vonis ini lebih ringan 2 bulan dari tuntutan jaksa. (bay/gib/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/