Menurut Nuriono, dugaan adanya mengulur-ulur waktu penyidikan dan menjadikan tersangka tidak ditahan seperti ini sulit dihilangkan para penyidik dan sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, bila ada permainan di dalam penanganan perkara. Seperti pada penanganan perkara korupsi Revitalisasi Terminal Amplas, Medan.
Meski ketiga terdakwa sudah dijatuhkan hukuman dan berstatus terpidana, sejak proses penyidikan di Kejati Sumut hingga dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Tipikor Medan, ketiganya masih menghirup udara bebas dan tak merasakan hukum. Walaupun, sudah dinyatakan bersalah melakukan korupsi.
Ketiga terdakwa kasus korupsi Revitalisasi Terminal Amplas itu adalah Khairudi Hazfin Siregar dijatuhkan hukuman selama setahun dan tiga bulan penjara serta denda Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan, Direktur PT Welly Karya Nusantara, Tiurma Pangaribuan selaku rekanan juga divonis 1,3 tahun penjara dan Rp 50 juta subsider 2 bulan. Tiurma juga diwajibkan membayar Uang Pengganti Rp 300 juta lebih atau subsider 1 tahun kurungan.
Sedangkan Bukhari Abdullah selaku tim leader konsultan pengawas kegiatan dijatuhi hukuman 1,2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan.
“Kita berharap jajaran di Kejatisu harus profesional dan terbuka untuk diawasi. Jangan tertutup menyampaikan informasi untuk masyarakat. Karena harus tahu pada tingkat mana informasi harus disebarluaskan,” jelasnya.
Menyikapi hal itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas, Sumanggar Siagian mengatakan sudah melakukan proses hukum sesuai dengan prosedur hukum yang ada.”Sudah sesuai melakukan semua itu,” tandasnya.(gus/han)