JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Brigadir Susanto, tersangka penembakan Kayanma Polda Metro Jaya AKBP Pamudji sudah 19 tahun berdinas sebagai anggota Polri. Sejak masuk tahun 1995 melalui jurusan Tantama, Susanto ditugaskan di Satker Pelayanan Markas (Yanma) Polda Metro Jaya.
Entah berkaitan atau tidak dengan insiden penembakan terhadap atasannya itu, namun Susanto pernah mengeluhkan dinasnya itu yang tidak pernah mendapatkan penempatan di dinas lain. Seorang anggota polisi, yang pernah mengobrol dengan Susanto mengaku pernah mendapat curhatan Susanto soal penempatan kedinasannya itu.
“Saya pernah ketemu sama dia waktu apel di lapangan Sabhara, ada sekitar beberapa minggu lalu. Kita ngobrol-ngobrol lah. Saya nggak begitu kenal dia, cuma ya sesama polisi kita ngobrol-ngobrol lah,” ujar seorang anggota Sabhara yang enggan disebut namanya, Kamis (20/3).
Di sela-sela obrolan keduanya itu, Susanto kemudian curhat. Ia mengeluhkan dinasnya yang tidak pernah dipindah ke Satker lain. “Ya dia bilang saya pengen pindah, nggak dipindah-pindahin juga. Katanya dia udah puluhan tahun di Yanma, bosan,” ujarnya lagi.
Terkait hal ini, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto mengungkapkan, pihaknya belum bisa memastikan apakah kebosanan Susanto yang berdinas di Yanma ini menjadi pangkal percekcokan yang berujung pada penembakan terhadap Pamudji.
“Kita sejauh ini belum mengetahui motifnya apa, karena yang bersangkutan masih belum mau cerita,” ujar Rikwanto.
Namun, soal penempatan tugas Susanto di Yanma yang begitu lama itu, Rikwanto mengungkapkan bahwa seorang anggota polisi harus siap ditugaskan di manapun. “Ya dia ditugaskan di manapun harus siap menjalankan tugasnya itu,” imbuhnya.
Ia menambahkan, seorang anggota polisi ditempatkan pada satu Satker ada yang berdasarkan perintah atasan. Tetapi ada juga yang bisa mengajukan diri untuk dipindah ke satker lain.
“Ada yang senang berdinas di staf karena masuk dan pulang kerjanya jamnya pasti. Tetapi ada juga yang senang tugas di lapangan,” pungkasnya.
“Dia dari Tantama langsung ditempatkan di Yanma Polda Metro Jaya sampai dengan sekarang ini,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto.
Berdasarkan data riwayat hidup yang diperoleh wartawan, pria kelahiran Malang 2 April 1974 itu terhitung mulai tanggal 7 Januari 1995 masuk sebagai anggota Polri. Lulus Tantama dengan pangkat Bharada.
Pria yang memiliki satu istri dan dua orang anak ini kemudian mengikuti tes Alih Golongan ke Bintara (A gol BA) hingga akhirnya mendapatkan pangkat Brigadir pada tanggal 1 Januari 2006.
Susanto mengambil pendidikan kejuruan (Dikjur) terakhir yakni Tasik (Tantama Musik). Selama di Yanma, ia bertugas di Yansik (Pelayanan Musik). “Dia gabung dengan grup musik, sebagai peniup terompet,” ujar Rikwanto.
Adapun tugas Susanto di Yansik adalah mengiring musik dalam upacara-upacara tertentu. Di luar itu, ia bertugas menjaga piket Yanma.
Ada Teriakan Astagfirulah
Letusan senjata api revolver yang ditembakkan Brigadir Susanto kepada AKBP Pamudji didengar oleh sejumlah saksi. Selain mendengar suara letusan hingga dua kali, saksi yang berada di ruang yang bersebelahan dengan ruang Piket Pelayanan Markas (Yanma), tempat di mana Kayanma ditembak, juga terdengar teriakan Astagfirullah.
“Saksi Brigadir P dan Brigadir M mendengar letusan pertama dan diikuti suara Astagfirulah dari TKP,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto kepada wartawan, Kamis (20/3).
Setelah bunyi tembakan pertama, M kembali mendengar letusan senjata yang kedua kali, berselang 3 detik kemudian. “Dan terdengar suara ambruk, diduga Pamudji roboh akibat tembakan,” imbuh Rikwanto.
Suara letusan tembakan ini juga sempat didengar oleh Aiptu D, anggota Yanma yang sedang berjalan berjarak 30 meter dari TKP. Sebelum mendengar suara tembakan itu, D sempat menyaksikan detik-detik Susanto ditegur oleh Pamudji.
“AKBP Pamudji sempat menegur Brigadir S karena tidak mengenakan seragam dinas lengkap saat piket. S hanya mengenakan kaos dan celana dinas,” jelas Rikwanto.
Masih disaksikan oleh D, Pamudji kemudian menyuruh S untuk memakai seragam dinasnya. Pamudji juga sempat mengambil revolver milik Susanto dari holster kirinya, lalu dimasukkan ke saku celana Pamudji.
“Kemudian S pergi keluar ruang piket Yanma, ke lokernya dan kembali lagi ke situ dalam keadaan berseragam,” imbuh Rikwanto.
Sementara itu, D pergi meninggalkan TKP ketika Susanto mengganti baju di lokernya. Namun, jarak 30 meter dari TKP atau tepatnya di depan gedung Provost, D mendengar suara letusan. Ia lalu melapor ke anggota Provost dan selanjutnya berlari bersama ke ruang piket Yanma.
Saat bertemu muka dengan D yang merupakan komandan regu (Danru), Susanto langsung mengabarkan bahwa Pamudji bunuh diri. “Dia (Susanto) bilang ke D ‘Ndan (komandan)Kayanma (Pamudji) bunuh diri’. Keterangan bahwa Pamudji bunuh diri ini keluar dari mulut Susanto,” pungkasnya.
Susanto kemudian diamankan provost. Saat diinterogasi, ia membantah telah menembak Pamudji. Namun, hasil uji laboratorium berkata lain. Pada lengan kanan Susanto, ditemukan bekas jelaga mesiu senjata revolvernya.
Pemeriksaan terhadap kasus penembakan terhadap Kepala Denma Polda Metro Jaya AKBP Pamudji masih terus dilakukan. Kapolda Metro Jaya, Irjen Dwi Prayitno menuturkan dari pemeriksaan motifnya pelaku tidak suka ditegur oleh atasannya.
“Brigadir Susanto sudah kita tetapkan jadi tersangka dan motifnya karena tidak suka ditegur atasannya dan ia berbalik emosional dan menembak,” jelas Dwi, kepada wartawan di Gedung DPR RI, Kamis (20/3).
Dwi menuturkan, sampai saat ini polisi masih terus melakukan pemeriksaan terhadap tersangka. Dan dari pemeriksaan kejiwaan tersangka dalam kondisi yang baik. “Sudah kita periksa, sementara stabil dan tidak ada kelainan signifikan,” ujar Dwi.
Dwi juga membantah pengakuan tersangka yang mengatakan, korban bunuh diri. Karena dari CCTV dan rekonstruksi tidak ada tanda-tanda bunuh diri. “Sangat kecil sekali jika bunuh diri dari TKP dan kita juga sudah rekonstruksi dan kita gelar secara intensif,” tutup Dwi.
Dipecat Tidak Hormat
Brigadir Susanto, kini berstatus tersangka kasus penembakan Kadenma Polda Metro Jaya AKBP Pamudji. Susanto akan dipecat dengan tidak hormat dari kepolisian setelah proses hukumnya selesai.
“Setelah proses hukum, kita serahkan kepada Kejaksaan. Setelah inkrah, kita akan lakukan sidang kode etik dan biasanya diberhentikan dengan tidak hormat (PTDH),” ujar Dwi.
Soal kepemilikan senjata, Dwi mengatakan atasan mengizinkan bawahannya memegang senjata api. Namun, ada tahapannya jika tidak lulus tidak akan mendapatkan izin kepemilikan senjata. “Jadi tidak semua bisa mendapatkan senjata,” ujar Dwi.
Dwi menambahkan belum memiliki nama untuk menggantikan posisi Kepala Denma. “Nanti kita bicarakan internal soalnya ada kebijakannya,” kata Dwi.
3 Bulan Sekali Senjata Diperiksa
Menyikapi peristiwa itu, Kabid Humas Poldasu, Kombes Pol Heru Prakoso mengatakan, tidak semua anggota menggunakan senjata api. Mereka yang menggunakan senjata api yang bertugas di lapangan. “Yang di lapangan pun tidak semua diberikan senjata api,” ucapnya.
Heru mengatakan, pemberian senjata api harus melalui rekomendasi dari atasannya. Di samping itu juga harus lulus uji psikologis dan psikotes serta memiliki keterampilan menggunakan senjata api.
“Jika ada anggota yang mendapatkan rekomendasi dan dia juga memiliki keterampilan, tapi tidak lulus psikotes dan psikologis. Maka dia tidak akan mendapatkan itu,” ucapnya.
Bukan hanya itu, beber Heru, keterampilan menggunakan senjata api juga memiliki kelas-kelasnya. “Tiap anggota kan diberi latihan menembak. Contohnya, jika dia hanya lulus di kelas 1 dan kelas 2. Maka dia tidak akan diberikan. Namun, jika dia lulus semuanya baru dia akan diberikan senjata api,” ucapnya.
Di samping itu, terang Heru, dalam kurun waktu 3 bulan sekali pihaknya melakukan pemeriksaan rutin terhadap pemegang senjata api. “Di situ kita akan memeriksa apakah pelurunya lengkap atau tidak. Kalau tidak lengkap kita akan mempertanyakan kemana pelurunya. Kemudian, kita akan melihat kondisi senjata serta masa perpanjangan senjata. Bukan itu saja, kita juga sering melakukan sidak senjata,” ujarnya.
Namun, Heru menjelaskan, pemantauan dari komandan yang sangat mempengaruhi semuanya. Dimana, jika komandan melihat anggotanya mengalami masalah. Komandan tersebut diperbolehkan menarik senjata anggotanya.
“Makanya, komunikasi antara komandan dan anggota sangat mempengaruhi itu. Jadi, semuanya ada di tangan komandannya,” pungkasnya. (ind/net/bbs/fal)