33 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Mantan Direktur PT PSU Rugikan Negara Rp109 Miliar

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Direktur PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU), Heriati Chaidir menjalani sidang perdana secara virtual di Ruang Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (17/3). Dia bersama Darwin Sembiring selaku Ketua Panitia Ganti Rugi juga Manager Kebun Simpang Koje tahun 2007-2010 dan M Syafi’i Hasibuan sebagai Manager Kebun Simpang Simpang Koje tahun 2011-2013, didakwa korupsi pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan tahun 2007, yang merugikan negara Rp109 miliar.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Azwar man menguraikan dalam dakwaannya, ketiga terdakwa terjerat tindak pidana korupsi terkait pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan tertanggal 20 Juni 2007 lalu.

Mereka disebut-sebut nekat menyalahgunakan anggaran PT PSU dengan membuka areal perkebunan baru berlokasi di Desa Simpang Koje, Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal (Madina) seluas 518,22 Hektare (Ha) dan di Desa Kampung Baru seluas 106,06 Ha areal bertanam dan belum tanam seluas 1,8 Ha.

Tindak pidana yang dilakukan terdakwa Heriati Chaidir bersama Darwin Sembiring sekira tahun 2007 sampai dengan bulan Mei 2010 di 2 lokasi.

“Yakni di Jalan Letjend Jamin Ginting Kilometer, Kelurahan Lau Cih, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan atau di Desa Simpang Koje, Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal (Madina),” ungkap JPU.

Keduanya, lanjutnya, secara melawan hukum telah mengeluarkan dan menggunakan uang dari keuangan PT PSU untuk pembayaran Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT) dan bangunan terhadap masyarakat, mengeluarkan dan menggunakan uang perusahaan untuk pembayaran biaya investasi di di luar izin lokasi Kebun Simpang Koje.

“Di antaranya, untuk pembayaran GRTT dan bangunan terhadap masyarakat penggarap areal yang akan dijadikan Kebun Plasma Simpang Koje yang tidak sesuai dengan ketentuan,” katanya.

Heriati Chaidir didakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain yaitu Darwin Sembiring atau masyarakat yang tidak berhak penerima uang GRTT dan bangunan maupun penerima biaya investasi di luar izin lokasi Kebun Plasma Simpang Koje.

Belakangan diketahui, pengembangan lahan kebun tersebut berada pada areal Hutan Produksi Terbatas (HPT). Juga belum memperoleh hak Pelepasan Kawasan Hutan atau Perubahan Peruntukan dari Kawasan Hutan menjadi Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) dari Menteri Kehutanan (Menhut) RI.

Di areal HPT seluas 560 Hekatare (Ha) dan seluas 80,97 Ha masuk dalam HGU PT RMM, maka atas permohonan pengukuran lahan Inti seluas 4.600 (Ha) dari PT PSU ternyata Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI hanya menerbitkan sertifikat HGU atas Kebun Simpang Koje Inti seluas 1.625,63 Ha saja.

Sementara, untuk terdakwa M Syafi’i Hasibuan sebagai Manajer Kebun Simpang Koje tim JPU menguraikan, di tahun 2011 s/d 2013 setiap bulannya mantan Dirut (almarhum) Darwin Nasution mengalokasikan anggaran pemeliharaan untuk 6 kebun kelapa sawit, termasuk Kebun Simpang Koje dan 2 Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS).

Di antaranya untuk biaya pembabatan gawangan sawit (jarak antara sawit satu dengan sawit lainnya) dan piringan sawit (keliling sawit), menunas atau membuang pelepah lebih dari songo, penyemprotan lalang dan gulma serta piringan, memberantas hama dan penyakit apabila ada serangan ke pokok sawit (rutin) serta biaya pemeliharaan jalan kebun.

Namun belakangan diketahui, terdakwa M Syafi’i Hasibuan tidak digunakan sebagaimana peruntukannya. Melainkan dipergunakannya untuk kepentingannya sendiri dan sebagai uang setoran kepada almarhum Darwin Nasution. Akibatnya keuangan negara dirugikan sebesar Rp15.204.220.000.

Ketiga mantan pejabat di perusahaan perkebunan kebanggaan Sumut tersebut dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. “Atau Pasal 3 jo pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana,” pungkasnya.

Usai mendengarkan dakwaan, majelis hakim diketuai Sulhanudin menunda sidang hingga pekan mendatang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. (man/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Direktur PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU), Heriati Chaidir menjalani sidang perdana secara virtual di Ruang Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (17/3). Dia bersama Darwin Sembiring selaku Ketua Panitia Ganti Rugi juga Manager Kebun Simpang Koje tahun 2007-2010 dan M Syafi’i Hasibuan sebagai Manager Kebun Simpang Simpang Koje tahun 2011-2013, didakwa korupsi pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan tahun 2007, yang merugikan negara Rp109 miliar.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Azwar man menguraikan dalam dakwaannya, ketiga terdakwa terjerat tindak pidana korupsi terkait pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan tertanggal 20 Juni 2007 lalu.

Mereka disebut-sebut nekat menyalahgunakan anggaran PT PSU dengan membuka areal perkebunan baru berlokasi di Desa Simpang Koje, Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal (Madina) seluas 518,22 Hektare (Ha) dan di Desa Kampung Baru seluas 106,06 Ha areal bertanam dan belum tanam seluas 1,8 Ha.

Tindak pidana yang dilakukan terdakwa Heriati Chaidir bersama Darwin Sembiring sekira tahun 2007 sampai dengan bulan Mei 2010 di 2 lokasi.

“Yakni di Jalan Letjend Jamin Ginting Kilometer, Kelurahan Lau Cih, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan atau di Desa Simpang Koje, Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal (Madina),” ungkap JPU.

Keduanya, lanjutnya, secara melawan hukum telah mengeluarkan dan menggunakan uang dari keuangan PT PSU untuk pembayaran Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT) dan bangunan terhadap masyarakat, mengeluarkan dan menggunakan uang perusahaan untuk pembayaran biaya investasi di di luar izin lokasi Kebun Simpang Koje.

“Di antaranya, untuk pembayaran GRTT dan bangunan terhadap masyarakat penggarap areal yang akan dijadikan Kebun Plasma Simpang Koje yang tidak sesuai dengan ketentuan,” katanya.

Heriati Chaidir didakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain yaitu Darwin Sembiring atau masyarakat yang tidak berhak penerima uang GRTT dan bangunan maupun penerima biaya investasi di luar izin lokasi Kebun Plasma Simpang Koje.

Belakangan diketahui, pengembangan lahan kebun tersebut berada pada areal Hutan Produksi Terbatas (HPT). Juga belum memperoleh hak Pelepasan Kawasan Hutan atau Perubahan Peruntukan dari Kawasan Hutan menjadi Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) dari Menteri Kehutanan (Menhut) RI.

Di areal HPT seluas 560 Hekatare (Ha) dan seluas 80,97 Ha masuk dalam HGU PT RMM, maka atas permohonan pengukuran lahan Inti seluas 4.600 (Ha) dari PT PSU ternyata Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI hanya menerbitkan sertifikat HGU atas Kebun Simpang Koje Inti seluas 1.625,63 Ha saja.

Sementara, untuk terdakwa M Syafi’i Hasibuan sebagai Manajer Kebun Simpang Koje tim JPU menguraikan, di tahun 2011 s/d 2013 setiap bulannya mantan Dirut (almarhum) Darwin Nasution mengalokasikan anggaran pemeliharaan untuk 6 kebun kelapa sawit, termasuk Kebun Simpang Koje dan 2 Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS).

Di antaranya untuk biaya pembabatan gawangan sawit (jarak antara sawit satu dengan sawit lainnya) dan piringan sawit (keliling sawit), menunas atau membuang pelepah lebih dari songo, penyemprotan lalang dan gulma serta piringan, memberantas hama dan penyakit apabila ada serangan ke pokok sawit (rutin) serta biaya pemeliharaan jalan kebun.

Namun belakangan diketahui, terdakwa M Syafi’i Hasibuan tidak digunakan sebagaimana peruntukannya. Melainkan dipergunakannya untuk kepentingannya sendiri dan sebagai uang setoran kepada almarhum Darwin Nasution. Akibatnya keuangan negara dirugikan sebesar Rp15.204.220.000.

Ketiga mantan pejabat di perusahaan perkebunan kebanggaan Sumut tersebut dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. “Atau Pasal 3 jo pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana,” pungkasnya.

Usai mendengarkan dakwaan, majelis hakim diketuai Sulhanudin menunda sidang hingga pekan mendatang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. (man/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/