JAKARTA, SUMUTPOS.CO -Adanya transaksi permintaan sel mewah di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, kini tak lagi dilakukan sembunyi-sembunyi. Melainkan sudah secara terang-terangan. Itu terungkap dalam penyidikan sementara Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kondisi ini membuat Anggota Komisi III DPR Aboebakar Alhabsyi, ikut angkat bicara. Ia menyayangkan kejadian yang terjadi di Lapas Sukamiskin itu. Baginya, praktik itu seharusnya tidak terjadi, jika kepala lapasnya berintegritas dan sistemnya kuat, sehingga tidak memungkinkan untuk terjadinya pelanggaran.
“Saya khawatir, apa yang terjadi di Sukamiskin adalah fenomena gunung es. Bisa jadi situasi serupa banyak terjadi di lapas yang lain, tentunya hal ini harus diantisipasi dengan baik oleh Menkumham. Jangan sampai hal ini terulang lagi,” harap Aboebakar kepada JawaPos.com (Grup Sumut Pos), Minggu (22/7).
Lebih lanjut, politikus itu menuturkan, perbaikan dan pembenahan bukan hanya dilakukan di Lapas Sukamiskin, namun di seluruh lapas di Indonesia. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus untuk pembenahan seluruh lapas di Indonesia. Terutama soal pembenahan sistem dalam lapas. “Sistem yang baik harus mampu menutup peluang adanya kongkalikong antar petugas dengan warga binaan. Aturan sedapat mungkin mengedepankan tertib hukum dan tertib aturan dalam lapas,” jelas Aboebakar.
Selain itu, lanjut Aboebakar, mengenai penguatan integritas para petugasnya. Dengan integritas yang baik, peraturan yang ada akan dapat diimplementasikan secara tepat. “Tanpa integritas, aturan sebaik apapun, akan dapat diakali. Karena itu, integritas ini akan menjadi kunci paling strategis pembenahan lapas,” katanya.
Lapas Sektor Pelayanan Terburuk
Pakar hukum pidana Abdul Fikchar Hadjar, menilai, adanya fasilitas mewah di Lapas Sukamiskin, membuktikan, praktik korupsi di lingkungan penjara sudah sedemikian masif.
Menurut Fikchar, keberadaan fasilitas kamar mewah serta pelanggaran lainnya, bukan hanya terjadi di Lapas Sukamiskin. Tapi juga ada di beberapa lapas, dengan narapidana yang memiliki dana besar. “Meskipun beberapa operasi sudah dilakukan, baik oleh Budi Waseso mantan Kepala BNN, semuanya tidak berdampak apa-apa. Bisnis (di dalam lapas) terus berjalan,” ungkapnya, Minggu (22/7).
Merujuk pada hasil penelitian Ombudsman, Fickhar menganggap, lapas merupakan sektor pelayanan publik terburuk. “Untuk air mandi saja, seember napi harus bayar Rp20 ribu, demikian juga untuk minum. Apalagi ingin fasilitas seperti hotel, (tarifnya) Rp200 sampai dengan Rp500 juta, sebagaimana diungkap KPK,” bebernya.
Karena itu, Fikchar berharap, melalui terbongkarnya kasus Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husein, dapat menemukan kembali lapas lainnya yang memberikan fasilitas kepada para napi. Terlebih jika hal ini berjaring pada Dirjen Pas dan Kemenkumham, yang juga mengentahui pelanggaran tersebut. “Karena itu, jika dapat dibuktikan mereka menerima setoran, KPK harus nenyeretnya juga dengan tuntutan pidana korupsi,” tegasnya.
Lebih lanjut, akademisi Universitas Trisakti ini, meminta pemerintah untuk dapat membongkar yang terlibat dalam kasus di Lapas Sukamiskin. “Semua yang berbau fasilitas harus dimusnahkan, dan yang paling prinsip bagaimana pengelola pemasyrakatan yang sudah rusak ini diganti semua dengan generasi baru,” harapnya Fikchar.