Selain itu, JPU juga menghadirkan saksi ahli Keuangan, Kodrat Prabowo. Kodrat menyebutkan, aset negara berupa lahan yang HGU Pengelolaannya habis atau tidak diperpanjang, seharusnya dikelola kembali oleh negara. Walaupun mungkin harus melalui beberapa mekanisme, seperti penghapusbukuan.
“Lahan itu belum ada penghapusbukuan, jelas itu masih milik PTPN II. Namun ada pihak yang mengklaim lahan tersebut, bahkan menjualnya. Ini jelas sebuah kesalahan. Saya berpendapat bahwa, negara adalah pihak yang berhak untuk mengelola lahan tersebut”, ujar Kodrat.
Ditambahkan Kodrat, walaupun lahan HGU PTPN II sudah berakhir dan belum dihapusbukukan, maka jelas masih tercatat sebagai aset PTPN II. Pasalnya, PTPN II masih melakukan pembayaran pajak.
Selain itu, penghapusbukuan itu harus mendapat izin Dewan Komisaris (Menteri BUMN), untuk bisa dibuatkan SK nya.
Pada sidang sebelumnya, saksi Abdurrahim, Edilianto, Tukiman dan Legimin yang tempo hari memberikan keterangan di Pengadilan menyatakan bahwa nama pada surat ahli waris tersebut bukanlah ayah kandung mereka.
Bahkan, mereka tidak memiliki tanah di objek perkara tersebut. Hanya mereka (selain Edilianto) menerima uang oleh seseorang bernama Tasman Aminoto.
Dalam dakwaan JPU sebelumnya, kasus tersebut bermula pada tahun 2002. Saat itu terdakwa mengetahui, bahwa diantara tanah HGU milik PTPN II di Perkebunan Helvetia Kabupaten Deliserdang itu, ada tanah seluas 106 hektar yang dikeluarkan atau tidak diperpanjang HGU nya.
Kemudian, terdakwa pun ingin pun menguasai dan memiliki tanah tersebut. Berbekal 65 lembar SKTPPSL, terdakwa melancarkan aksinya dengan meminta bantuan Tasman Aminoto, Misran Sasmita dan Sudarsono.
Atas kasus ini, awalnya terdakwa Tamin Sukardi ditahan di Rutan Tanjunggusta Medan. Namun beberapa waktu yang lalu, atas dasar kemanusiaan yang menyebutkan terdakwa telah berusia lanjut dan mengalami sakit, majelis hakim pun mengalihkan statusnya menjadi tahanan rumah.(adz/ala)