JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai seharusnya Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Hatta Ali malu dengan penangkapan terhadap Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Provinsi Bengkulu Janner Purba dan aparat peradilan sebelum Janner.
Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Aradila Caesar menyatakan, dengan penangkapan terhadap hakim Janner Purba sekali lagi jadi pertanda bahwa masih ada mafia peradilan di MA.
Selain itu, menurut Aradila, pada kenyataannya reformasi peradilan atau MA tidak membawa dampak yang signifikan bagi upaya bersih-upaya lembaga peradilan.
“Ketua MA harusnya malu melihat lembaganya beberapa bulan terakhir tercoreng akibat kasus korupsi,” kata Aradila, kemarin.
Karenanya, lanjut Aradila, penangkapan terhadap hakim Janner dan sejumlah panitera, pegawai, dan hakim-hakim pengadilan dan/atau MA yang menunjukan adanya mafia peradilan, seharusnya sudah jadi masalah serius yang butuh perhatian penuh Ketua MA.
“Sikap tegas dalam menyelesaikan persoalan mafia peradilan sangat ditunggu. Untuk penyelesaian mafia peradilan KPK harus gandeng MA. Ajak KY juga terlibat,” tandasnya.
Sebelum penangkapan terhadap Ketua PN Kepahiang Janner Purba, KPK lebih dahulu melakukan OTT terkait pihak-pihak yang bertugas lembaga peradilan. Mereka di antaranya, Panitera/Sekretaris (Pansek) PN Jakarta Pusat Edy Nasution selepas menerima suap dari karyawan PT Paramount Enterprise International Doddy Aryanto Supeno. Edy dan Doddy ditangkap seusai serah terima Rp50 juta pada Rabu 20 April di Hotel Accacia, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat.
KPK pun sudah menangkap tangan Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali Kamar Perdata MA (nonaktif) Andri Tristianto Sutrisna yang menerima suap Rp400 juta dari Direktur PT Citra Gading Asritama Ichsan Suaidi (kini terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta) dan advokat Awang Lazuardi Embat (kuasa hukum Ichsan, kini terdakwa) pada 12 Februari 2016 lalu.
Suap yang diterima Andri diduga dimaksudkan untuk penundaan salinan putusan kasasi atas nama terdakwa Ichsan terkait kasus korupsi pembangunan dermaga Labuhan Haji di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun anggaran 2007-2008 senilai Rp82 miliar.
Bila ditarik ke belakang, masih ada penangkapan terhadap Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan Tripeni Irianto Putro, hakim PTUN Medan Dermawan Ginting dan Amir Fauzi serta Panitera yang juga Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan bersama pengacara M Yagari Bhastara Guntur alias Gary pada 9 Juli 2015 silam.