30.6 C
Medan
Monday, June 24, 2024

Korupsi Pengalihan Status APL Hutan Tele, Mantan Bupati Tobasa Divonis 14 Bulan Penjara

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Bupati Toba Samosir (Tobasa) Sahala Tampubolon, dihukum 1 tahun 2 bulan penjara (14 bulan). Dia terbukti bersalah melakukan korupsi pengalihan status Areal Pengggunaan Lain (APL) Hutan Tele, dalam sidang virtual di Ruang Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan, Selasa (26/4).

Majelis Hakim yang diketuai Bambang Joko Winarno dalam amar putusannya, perbuatan terdakwa memenuhi unsur melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sahala Tampubolon oleh karenanya dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 2 bulan, denda Rp50 juta, subsider 1 bulan kurungan,” ujar hakim.

Menurut majelis hakim, adapun hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, serta perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pelestarian hutan.

“Hal meringankan, terdakwa telah berusia lanjut, terdakwa belum pernah dihukum dan bersikap sopan di persidangan,” katanya.

Atas putusan tersebut, terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kifli Ramadhan menyatakan pikir-pikir. Diketahui, vonis itu lebih ringan dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut terdakwa selama 1 tahun 8 bulan penjara, denda Rp50 juta, subsidar 3 bulan kurungan.

Diketahui, pada 23 Desember 2003 sampai 2018, terdakwa Sahala Tampubolon bersama-sama Parlindungan Simbolon (berkas terpisah) di Desa Partukko Naginjang, Kecamatan Harian Kabupaten Tobasa, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri.

Sahala Tampubolon yang saat itu menjabat sebagai Bupati Tobasa membentuk Tim Penataan dan Pengaturan Kawasan Hutan Tele (PPKHT) di Desa Partungko Naginjang Tahun 2002.

Selanjutnya, Sekda Tobasa Parlindungan Simbolon menjadi pengarah dan mantan Kades Boluson Pasaribu sebagai anggota tim. Lalu Boluson dan Parlindungan Simbolon menghimpun 293 orang untuk mengajukan izin pembukaan lahan di kawasan Hutan Tele.

Boluson juga meminta uang sebesar Rp600 ribu kepada setiap orang yang mengajukan pembukaan lahan. Uang tersebut diserahkan kepada Tim PPKHT. Kemudian pada 26 Desember 2003, Bupati Sahala Tampubolon menerbitkan izin membuka lahan untuk pemukiman dan pertanian di Desa Partungko Naginjang. Namun pembukaan lahan tersebut bermasalah.

Sahala Tampubolon dianggap tidak melaksanakan tugasnya sebagai Bupati Tobasa untuk melakukan pengawasan terhadap peraturan perundang-undangan Landreform di daerahnya sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 5 Keputusan Presiden RI Nomor 50 Tahun 1980 tentang Organisasi dan Tata Kerja Penyelenggaraan Landreform.

Sementara, Parlindungan Simbolon telah menyalahgunakan jabatannya sebagai Sekda Tobasa untuk mengusulkan nama-nama warga yang bukan warga setempat dan bukan pula petani setempat. Sedangkan Boluson melakukan penjualan atas tanah tersebut Rp15 juta per hektare pada 2014. Bahkan sebagian lahan dijual kepada yang bukan warga desa tersebut.(man/azw)

 

 

 

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Bupati Toba Samosir (Tobasa) Sahala Tampubolon, dihukum 1 tahun 2 bulan penjara (14 bulan). Dia terbukti bersalah melakukan korupsi pengalihan status Areal Pengggunaan Lain (APL) Hutan Tele, dalam sidang virtual di Ruang Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan, Selasa (26/4).

Majelis Hakim yang diketuai Bambang Joko Winarno dalam amar putusannya, perbuatan terdakwa memenuhi unsur melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sahala Tampubolon oleh karenanya dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 2 bulan, denda Rp50 juta, subsider 1 bulan kurungan,” ujar hakim.

Menurut majelis hakim, adapun hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, serta perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pelestarian hutan.

“Hal meringankan, terdakwa telah berusia lanjut, terdakwa belum pernah dihukum dan bersikap sopan di persidangan,” katanya.

Atas putusan tersebut, terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kifli Ramadhan menyatakan pikir-pikir. Diketahui, vonis itu lebih ringan dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut terdakwa selama 1 tahun 8 bulan penjara, denda Rp50 juta, subsidar 3 bulan kurungan.

Diketahui, pada 23 Desember 2003 sampai 2018, terdakwa Sahala Tampubolon bersama-sama Parlindungan Simbolon (berkas terpisah) di Desa Partukko Naginjang, Kecamatan Harian Kabupaten Tobasa, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri.

Sahala Tampubolon yang saat itu menjabat sebagai Bupati Tobasa membentuk Tim Penataan dan Pengaturan Kawasan Hutan Tele (PPKHT) di Desa Partungko Naginjang Tahun 2002.

Selanjutnya, Sekda Tobasa Parlindungan Simbolon menjadi pengarah dan mantan Kades Boluson Pasaribu sebagai anggota tim. Lalu Boluson dan Parlindungan Simbolon menghimpun 293 orang untuk mengajukan izin pembukaan lahan di kawasan Hutan Tele.

Boluson juga meminta uang sebesar Rp600 ribu kepada setiap orang yang mengajukan pembukaan lahan. Uang tersebut diserahkan kepada Tim PPKHT. Kemudian pada 26 Desember 2003, Bupati Sahala Tampubolon menerbitkan izin membuka lahan untuk pemukiman dan pertanian di Desa Partungko Naginjang. Namun pembukaan lahan tersebut bermasalah.

Sahala Tampubolon dianggap tidak melaksanakan tugasnya sebagai Bupati Tobasa untuk melakukan pengawasan terhadap peraturan perundang-undangan Landreform di daerahnya sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 5 Keputusan Presiden RI Nomor 50 Tahun 1980 tentang Organisasi dan Tata Kerja Penyelenggaraan Landreform.

Sementara, Parlindungan Simbolon telah menyalahgunakan jabatannya sebagai Sekda Tobasa untuk mengusulkan nama-nama warga yang bukan warga setempat dan bukan pula petani setempat. Sedangkan Boluson melakukan penjualan atas tanah tersebut Rp15 juta per hektare pada 2014. Bahkan sebagian lahan dijual kepada yang bukan warga desa tersebut.(man/azw)

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/